Literasi Hukum – Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia terdiri dari banyak jenis peraturan, mulai dari UUD NRI 1945, Tap MPR, undang-undang hingga peraturan daerah (perda) kabupaten/kota.
Dari banyaknya peraturan perundang-undangan tersebut seringkali terdapat peraturan yang mengatur hal yang serupa, tetapi saling bertentangan antara satu peraturan dengan peraturan lainnya sehingga menimbulkan kebingungan dalam pelaksanaannya. Sehingga penting untuk kita agar dapat memahami hierarki peraturan perundang-undangan agar nantinya mengerti peraturan mana yang seharusnya digunakan.
Pengertian Peraturan Perundang-Undangan
Pengertian dari peraturan perundang-undangan ialah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Sementara kata hierarki sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki makna urutan tingkatan atau jenjang. Dengan demikian, memahami hierarki peraturan perundang-undangan berarti mencari tahu urutan tingkatan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.
Dasar Hukum Peraturan Perundang-Undangan
Untuk dapat mengetahui hierarki peraturan perundang-undangan, tentu kita harus merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 yang merupakan pembaruan dari Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 dan terakhir diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 13 tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Dalam pasal 7 ayat (1) UU tersebut disebutkan bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
- Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
- Peraturan Pemerintah
- Peraturan Presiden
- Peraturan Daerah Provinsi, dan
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Kemudian, dalam pasal 7 ayat (2) UU tersebut menyebutkan bahwa kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Dengan demikian, dari dua ketentuan tersebut kita dapat memahami bahwa secara hierarki/urutan, sesuai pasal 7 ayat (1), bahwa UUD NRI 1945 merupakan peraturan perundang-undangan yang memiliki urutan tertinggi, selanjutnya urutan kedua ialah Ketetapan MPR, dan begitu seterusnya hingga peraturan daerah kabupaten/kota. Begitu pun dengan sifat kekuatan hukumnya, UUD NRI 1945 memiliki kekuatan hukum paling tinggi dibandingkan peraturan perundang-undangan lainnya.
Baca Juga: Negara dalam Potret Ideal Sebuah Politik Hukum: Untuk Kedaulatan Rakyat
Asas Penting Peraturan Perundang-Undangan
Dan perlu diingat bahwa dalam tata urutan peraturan perundang-undangan berlaku asas lex superior derogat legi priori yang memiliki arti bahwa peraturan perundang-undangan yang memiliki kedudukan lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang kedudukannya lebih tinggi di atasnya.
Contoh Peraturan Perundang-Undangan yang Bermasalah
Meskipun terdapat asas lex superior derogat legi priori, tetapi dalam praktiknya masih saja terdapat peraturan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya. Salah satu contohnya dapat kita lihat pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 yang mana melalui putusan tersebut MK membatalkan seluruh ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) karena undang-undang tersebut dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berada di atasnya, yaitu UUD NRI 1945, tepatnya pada pasal 33 ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945.
Status dan Kedudukan Peraturan Perundang-Undangan yang Tidak Disebut dalam Pasal 7
Selain apa yang disebut dalam pasal 7 ayat (1), jika kita cermati bersama sejatinya terdapat peraturan perundang-undangan lain yang seringkali kita temui, misalnya peraturan menteri yang dikeluarkan oleh masing-masing kementerian, peraturan kejaksaan, peraturan kepolisian, dan peraturan-peraturan lainnya yang mana peraturan tersebut sesuai dengan pengertian dari suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana disebutkan sebelumnya.
Peraturan kepolisian misalnya, tentunya merupakan aturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang. Meskipun peraturan kepolisian dan peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga negara lainnya tidak disebutkan secara eksplisit dalam pasal 7 ayat (1) UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, tetapi peraturan-peraturan tersebut tetap diakui sebagai peraturan perundang-undangan.
Hal itu dapat dipahami dengan adanya ketentuan pasal 8 ayat (1) yang menyatakan bahwa Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam hierarki peraturan perundang-undangan dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang.
Serta ketentuan pasal 8 ayat (2) yang menyatakan bahwa Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Artinya, peraturan yang dikeluarkan oleh badan atau lembaga selain yang disebutkan dalam pasal 7 ayat (1) pun diakui sebagai peraturan perundang-undangan dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat.