Opini

Hedon, Kekerasan, dan Hukum

Adam Ilyas
1130
×

Hedon, Kekerasan, dan Hukum

Sebarkan artikel ini
gaya hidup hedon, kekerasan dan korelasinya dengan hukum
Ilustrasi gambar oleh penulis

Ditulis oleh: Junaidi Lubis SH., M.H.  (Pendiri Lembaga Bantuan Hukum Kota Barus)

Literasi Hukum – Gaya hidup hedon dapat menjadi pemantik tindak kekerasan. Belakangan ini kita sedang diadapkan dengan peristiwa hukum yang cukup menghebohkan, ya cukup membuat kita semua tercengang dengan adanya gaya hidup (hedon) seorang anak pejabat dirjen pajak (djp) yang melakukan dugaan tindak pidana kekerasan terhadap seorang anak yang berusia sekitar 17 tahun, bahwa gaya hidup hedon dikalangan menengah ke atas adalah hal yang biasa saja hanya saja jangan sampai gaya hedon itu tadi membuat kita merasa memilikinya segalanya dan bebas untuk melakukan segala tindakan yang dapat menyebabkan kerugian terhadap orang lain apalagi tindakan yang kita lakukan bisa berakibat fatal terhadap orang lain dan jelas hal  tersebut adalah perbuatan melanggar hukum yang diancam dengan tindak pidana penganiayaan dan lainnya. 

Bahwa apapun yang kita lakukan dengan gaya hedon itu silahkan saja hanya dengan catatan bahwa ada hukum yang harus kita hormati dan juga ada hak-hak orang lain yang tak bisa kita rampas baik secara tidak senagaja apalagi memang disengaja karena adanya dugaan masalah percintaan anak muda.

Kesetaraan dalam Hukum

Semua perbuatan yang kita lakukan harus terarah menurut ketentuan hukum, tidak ada hedon di dalam hukum, bahwa Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa persamaan dihadapan hukum sesuai dengan Pasal 27 dan dalam Pasal 28 D bahwa kita mendapatkan perlakuan yang sama dihadapan hukum. Selanjutnya juga hukum positif indonesia mengenal asas yang disebut equality before the law yang artinya bahwa kita semua tunduk pada hukum dan peradilan yang sama, maka dari itu ditegaskan bahwa apapun perbuatan yang hendak kita lakukan harus berasaskan pada hukum yang sama dan tidak adanya perbedaan baik antara yang hidupnya hedon maupun yang gaya hidupnya biasa saja sama seperti masyarakat pada umumnya. 

Menilik Pengaruh Gaya Hedon pada Tindak Kekerasan

Merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia hedon berasal dari kata Hedonisme yang artinya kesenangan materi sebagai tujuan utama dalam hidupnya. Dalam pengertian sehari-hari hedon adalah sifat seseorang yang boros atau suka menghambur-hamburkan uang atau dalam istilah kekinian orang yang biasa hidup dalam kemewahan.

Bahwa apa yang terjadi dalam kasus kekerasan tersebut menunjukkan bahwa terduga pelaku hidup dengan hedon. Akan tetapi yang ingin diketahui adalah sejauh mana hedon ini bisa mempengaruhi terjadinya kekerasan dalam pergaulan di masyarakat, bahwa ada anggapan dalam masyarakat orang yang gaya hidupnya hedon akan cenderung berbuat sesuka hatinya untuk melakukan hal-hal yang dia suka tanpa berpikir panjang apakah tindakan yang dilakukan akan berdampak buruk pada orang lain atau tidak, melanggar hukum atau tidak atau justru yang lebih berbahaya anggapannya adalah saya kan anaknya orang yang punya kuasa (kemewahan) jadi ketika saya melakukan perbuatan melanggar hukum saya kan punya kuasa (uang) untuk bisa menyelesaikan perbuatan ini secara damai, tentu hal yang semacam ini yang harus kita hindari dalam berperilkau dalam masyarakat. 

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kekerasan diartikan sebagai sifat atau hal yang keras, kekuatan, paksaan atau tekanan, desakan yang keras, sehingga kekerasan berarti membawa kekuatan, paksaan atau tekana, sedangkan makna kekerasan dalam hukum adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 89 KUHPidana adalah membuat orang menjadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah) dijelaskan bahwa melakukan kekerasan artinya memepergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang dan sebagainya.

Silahkan saja punya gaya hedon asal memang dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral apalagi secara hukum. Bahwa hidup hedon adalah hal yang biasa dikalangan masyarakat keatas hanya saja jangan mempertontonkan hedon itu dengan berbuat sesuka hati apalagi sampai melanggar hukum, ini merupakan tindakan yang salah yang sedang terjadi dalam masyarakat kita, bahwa apa yang terjadi seperti diatas itu hanyalah sebuah contoh kecil saja yang disebut sebagai peristiwa kebetulan, masih banyak sebenarnya yang gaya hedon diluar sana yang bahkan jauh lebih mewah dari apa yang dilakukan oleh terduga pelaku, sekali lagi ditegaskan bahwa hedon dan kekerasan ini akan saling memperngaruhi gaya hidup dalam masyarakat itu sendiri, yang biasa hidup hedon akan sedikit cenderung lebih arogan dibandingkan gaya hidup yang biasa saja.

Pandangan Hukum Terkait Gaya Hedon dan Kekerasan

Lalu bagaimana hukum memandang hedon dan kekerasan itu dalam sebuah peristiwa hukum, bahwa dalam prakteknya hukum adalah alat untuk mengendalikan perilaku yang timbul dari berbagai macam bentuk gejala yang terjadi dalam masyarakat, bahwa hukum juga tentu harus punya kendali atas hedon itu sendiri, hedon yang berdampak kepada hukum merupakan sesuatu yang harus kita hindari, apapun keadaan yang terjadi jangan disebabkan karena perilaku hedon itu sendiri, bahwa diri harus punya kendali penuh atas gaya yang sedang dilakoni dalam masyarakat. 

Hukum juga menghendaki bahwa hedon itu sebenarnya bisa berdampak buruk kepada oran yang suka terhadapnya maka dari itu hukum juga ingin membatasi hidup seseorang itu harus sesederhana mungkin agar terhindar dari perilaku yang akan cendrung untuk melakukan hal-hal yang sifatnya merusak, yang merugikan baik pada diri sendiri maupun orang lain. Akar dari kekerasan itu berartikan kekayaan yang tanpa bekerja, kesenangan tanpa hati nurani, pengetahuan tanpa karakter, perdagangan tanpa moralitas, ilmu tanpa kemanusiaan, ibadah tanpa pengorbanan, dan politik tanpa prinsip. Bahwa penegakan hukum yang berkeadilan, berkemanfaatan dan berkepastianlah yang diharapkan mampu menjadi jawaban atas peristiwa yang terjadi dan kedepan tidak ada lagi kejadian serupa yang terjadi disebabkan hedonisme.

*Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Literasi Hukum Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.