Ditulis oleh: Sintarda Hari (Mahasiswa Prodi Hukum Universitas Sriwijaya)
Literasi Hukum – Artikel ini menganalisis Penyelewengan Hak Diplomatik Asadollah Assadi Menurut Konvensi Wina 1961. Yuk Simak penjelasannya!
Kronologi Kasus Penyelewengan Hak Diplomatik Asadollah Assadi
Asadollah Assadi adalah diplomat Iran untuk Austria yang diketahui juga sebagai anggota mata-mata Iran. Pada Juli 2018, ia ditangkap di Jerman saat sedang berada dalam perjalanan kembali ke Vienna. Ia kemudian diekstradisi ke Belgia. Saat itu, Assadi tidak bekerja sendiri karena sebelumnya ia bertemu dengan dua agennya di Luxembourg. Kedua agen tersebut ditangkap oleh pihak Belgia karena mereka direncanakan untuk melakukan aksi pemboman terhadap oposisi pemerintahan Iran, MEK.
Iran memprotes penangkapan Assadi dan menyebutnya sebagai tindakan “false flag” atau pemalsuan tanggung jawab oleh MEK untuk melawan pemerintahan Iran. Namun, Iran juga menganggap Assadi sebagai “rogue diplomat”.
Pandangan Konvensi Wina 1961 Terhadap Tindakan Asadollah Assadi Dalam Penyalahgunaan Hak Istimewa Diplomatik
Ketika kita membahas suatu bentuk tindakan diplomatik antar negara, tentunya hal ini juga tak lepas dari kegiatan diplomasi. Diplomasi sendiri diperuntukan oleh negara-negara yang saling berhubungan untuk dapat melakukan negosiasi sehingga dapat mencapai tujuan nasionalnya masing-masing. Beberapa ahli mencoba untuk memberikan definisi mengenai diplomasi ini yakni salah satunya dari Sir Ernest Sarow :
Diplomacy is the application of intelligence and tactto the conduct of official relations between the Governments of Independent States, extending sometimes also to their relations with vassal states or more briefly still, the conduct of business between States by peaceful means
Hubungan ini dibentuk melalui misi diplomatik oleh jabatan seorang diplomat yang mana haruslah diakui terlebih dahulu untuk menjalankan tugas diplomatik mereka sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki sehingga dapat diberikan hak hak istimewa diplomatik kepadanya yang didasarkan oleh norma hukum internasional. Hal tersebut perlu melihat faktor-faktor dalam tujuan diplomatik itu sendiri seperti :
- Mempererat hubungan antar bangsa atau negara yang ada untuk menjalin suatu bentuk kerja sama atau persahabatan.
- Hubungan yang dibentuk ini perlulah dibangun dengan cara melakukan pertukaran misi Diplomatik
- Para pejabat diplomatik yang dikirim sebagai perwakilan diplomatik suatu negara untuk negara penerima haruslah memiliki kapasitas yang memadai sebagai seorang perwakilan negara dan diakui statusnya sebagai wakil diplomat.
Oleh sebab itu menjadi penting bagi tiap negara yang telah mengikatkan dirinya pada suatu hubungan diplomatik untuk dapat menghormati tiap wilayah yurisdiksi dimana sang perwakilan diplomatik tersebut berada dengan itikad baik.
Dalam kasus ini, Assadi justru tidak mencerminkan tindakan tersebut dan ia adalah seorang diplomat Iran untuk Austria bukan Belgia, Jerman, maupun Prancis. Namun seorang pejabat Diplomatik memiliki kekebalan diplomatik sebagai suatu hak istimewa yang melekat pada dirinya, hal itu tercantum pengaturannya pada konvensi Wina 1961 pada Pasal 29.
Perlindungan ini dilengkapi pula dengan jaminan bergerak dan bebas bepergian di wilayah negara penerima seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 26. Dari hal tersebut sudah tercantum bahwa sudah menjadi kewajiban negara akreditasi untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi pejabat diplomatik dari tindakan kekerasan serta memberikan kebebasan kepada perwakilan diplomatik yang ia terima untuk dapat bergerak bebas di wilayah yurisdiksi si negara penerima tersebut dalam kasus ini adalah Austria.
Kemudian yang menjadi permasalahannya dengan kasus Asadollah Assadi ini ialah dia sebagai perwakilan untuk Austria tentu negara dimana ia terakreditasi yakni Austria berkewajiban untuk melindungi pribadi sang diplomat tersebut dengan memenuhi hak-hak istimewa terhadapnya, namun saat dilakukan penangkapan terhadap Assadi ia tidaklah ditangkap di wilayah yurisdiksi Austria, melainkan di Jerman dalam kondisi ia sedang transit dan tidak melaksanakan tugasnya sebagai seorang perwakilan diplomatik alias tengah dalam liburan. Oleh sebab itu otoritas Belgia dan Jerman beranggapan jika mereka berhak untuk menangkap Assadi.
Maka dalam hal kekebalan diplomatik, di dalam hukum diplomatik mengenai keberadaan perwakilan diplomatik di negara ketiga juga diatur dalam Konvensi Wina 1961.
Kekebalan dan keistimewaan diplomatik bagi seorang perwakilan yang transit di negara ketiga ( dalam perjalanan menuju atau dari posnya atau tinggal di suatu negara yang bukan merupakan negara akreditasinya ) belum ada kejelasan jika mereka berada di negara penerima.
Meskipun demikian, kekebalan secara substansial pada umumnya ini diberikan kepada para perwakilan diplomatik yang sedang in transit. Memang sudah merupakan hukum kebiasaan internasional yang dipraktikkan oleh banyaknya negara di dunia jika negara ketiga memberikan keistimewaan atau paling tidak hak melintas bebas bagi seorang perwakilan saat melakukan in transit.
Namun jika kita kaitkan dengan kasus Assadi, ia sebagai perwakilan diplomatik Iran hanya ditugaskan atau ditempatkan di Austria sebagai perwakilan, sedangkan posisinya saat transit menuju ke luar negeri dalam hal ini adalah Belgia dan Jerman adalah statusnya sebagai pelancong. Sehingga ini menjadi pengecualian sehingga incognito yang kehadiran mereka di negara ketiga bukanlah sebagai seorang perwakilan diplomatik atau menjalankan tugas dinas.
Penanggalan Diplomatik Assadi Oleh Austria Dalam Pandangan Konvensi Wina 1961
Kekebalan dapat saja terjadi terhadap si diplomat tanpa harus negara akreditasi ini mengadili si diplomat tersebut ( Pasal 32). Dalam pasal ini jelas dikatakan jikalau negara penerima itu berhak untuk melakukan penanggalan terhadap seorang perwakilan diplomatik yang ada di negaranya, namun hal tersebut haruslah berdasarkan pula sesuai dengan :
Penanggalan kekebalan haruslah dinyatakan secara tegas
- Pejabat diplomatik atau orang yang menikmati kekebalan terhadap tuntutan pengadilan menurut Pasal 37 mengambil tindakan pertama di dalam tuntutan pengadilan, ia kehilangan kekebalan terkait dengan tuntutan balasan yang langsung berhubungan dengan tuntutan pokok
- Penanggalan kekebalan dari pengadilan mengenai tindakan administratif atau perdata itu tidaklah dianggap sebagai penanggalan kekebalan terhadap eksekusi putusan pengadilan, untuk mana akan diberlukan penanggalan sendiri. Dari apa yang telah dijelaskan diatas maka jelas jika kekebalan dari kekuasaan hukum pejabat-pejabat diplomatik dan orang-orang yang menikmati kekebalan seperti itu dalam pasal 37 dapat dilepaskan oleh negara pengirim.
Oleh sebab itu jika kita merujuk pada kasus Assadi disini pemerintah Austria sendiri telah memutuskan untuk melakukan pencabutan terhadap kekebalan diplomatik yang dimiliki oleh Asadollah Assadi, terutama setelah mereka mengetahui bahwa ia ditangkap oleh otoritas Jerman yang kemudian nantinya di ekstradisikan ke Belgia. Maka berdasarkan Pasal 37 Konvensi Wina 1961, Austria sebagai negara akreditasi dari Asadollah Assadi berhak untuk mencabut kekebalan yang Assadi miliki sebagai seorang pejabat diplomatik.
Referensi
- Dr. Wiryono Prodjodikoro, SH, Asas-asas Hukum Publik Internasional, PT. Pembimbing Masa, cetakan I, Jakarta, 1973.
- Ian Browlie, Principles o Public International Law, Oxford University Press,Third Edition, Oxford, 1979.
- Syahmin, Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Analisis, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008.
- Matthew Levitt, Iran Deadly Diplomats, CTC Sentinel, Volume 11, Issue 7, 2018.
*Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Literasi Hukum Indonesia.