JAKARTA, LITERASI HUKUM – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan bahwa Permohonan Caleh Partai SIRA Aceh Utara, M. Nasir, tidak berkaitan dengan Perselisihan perolehan hasil suara dan belum mendapatkan rekomendasi dari Partai Pemohon, sehingga Mahkamah tidak berwenang memeriksa dan mengadili Permohon ini. Hal tersebut disampaikan oleh KPU selaku Termohon dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Tahun 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai respons terhadap permohonan yang diajukan oleh M. Nasir calon Anggota DPRK Aceh Utara dari Partai SIRA untuk pengisian DPRK Aceh Utara Daerah Pemilihan Aceh Utara 6.
“Dalam eksepsi, permohonan pemohon tidak berkaitan dengan Perselisihan hasil suara, sehingga Mahkamah tidak berwenang mengadili. Selain itu, Pemohon belum mendapatkan rekomendasi dari Partai Pemohon,” ungkap Hepri Yadi, Kuasa Hukum Termohon pada Sidang yang digelar di Ruang Sidang Panel 3 Rabu (08/05/2024) dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat didampingi oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
KPU juga menyebut bahwa tidak ada keberatan dari saksi Partai SIRA, yang bahkan telah ikut menandatangani D-Hasil di tingkat Kecamatan. Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat kejadian khusus yang berkaitan dengan permohonan ini.
Atas jawaban yang telah dijelaskan, Termohon memohon kepada Mahkamah agar dalam eksepsi menerima dan mengabulkan seluruh eksepsi Termohon, dan dalam pokok perkara menolak seluruh permohonan Pemohon serta menyatakan benar Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 360 Tahun 2024.
Sementara itu dalam persidangan perkara nomor 233-02-23-01/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024, Bawaslu memberikan keterangan bahwa tidak terdapat dugaan Pelanggaran Pemilu yang berkaitan dengan permohonan ini.
“Pada proses tahapan Pemilu tidak terdapat dugaan Pelanggaran Pemilu,” ungkap Safwani selaku Perwakilan Bawaslu.
Sebagai informasi tambahan, tidak ada Pihak Terkait yang terlibat dalam perkara yang diajukan ini.
Sebelumnya, dalam sidang pendahuluan, Pemohon mempersoalkan penggunaan sistem SIREKAP di Daerah Pemilihan (Dapil) 6 Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh. Pemohon mendalilkan bahwa terjadi penggelembungan dan pemindahan suara dari Pemohon ke calon lain di Partai Gerindra, berdasarkan keterangan saksi di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dilakukan oleh oknum tertentu.
Pemohon menyatakan bahwa, pada prinsipnya, kecurangan atau pelanggaran dalam pemilu merupakan tindak pidana sesuai dengan Undang-Undang Pemilu. Berdasarkan dalil yang disampaikan, Pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk menindaklanjuti kecurangan tersebut dengan memerintahkan perhitungan suara ulang, untuk menghindari rasa ketidakpercayaan dan kekecewaan dari pihak masyarakat pendukung Pemohon.