PidanaMateri Hukum

Perlindungan Hukum Pelaku dan Korban Bullying di Lingkungan Sekolah

Uswatul Khasanah
1530
×

Perlindungan Hukum Pelaku dan Korban Bullying di Lingkungan Sekolah

Sebarkan artikel ini
bullying
Ilustrasi gambar oleh Penulis

Literasi Hukum – Fenomena bullying di lingkungan sekolah masih marak terjadi. Pelaku dan korban yang merupakan anak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum.

Apa itu Bullying?

Bullying merupakan istilah populer dari kata perundungan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perundungan berasal dari kata rundung. Kata ini memiliki arti mengusik, menggangu secara terus menerus serta menyusahkan korban. Dapat didefinisan sebagai tindakan kekerasan yang sengaja dilakukan dengan tujuan untuk meindas, atau melakui korban yang lebih lemah darinya.[1]

Fenomena kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah ini harus menjadi perhatian bagi pemerintah. Hal ini karena anak merupakan pemegang estafet kepemimpinan bangsa di masa depan.

Salah satu perhatian yang bisa diberikan oleh pemerintah adalah melakukan perlindungan hukum baik bagi pelaku maupun korban yang terjadi di lingkungan sekolah. Lalu, bagaimana perlindungan hukum bagi pelaku dan korban bullying? Berikut pemaparannya.

Bentuk-Bentuk Tindakan Bullying di Lingkungan Sekolah

Ada 5 kategori tindakan, berikut diantaranya:[2] Pertama, kontak fisik secara langsung. Misalnya, mendorong, mencakar, memukul, mencubit, merusak barang orang lain, dan memeras.

Kedua, kontak verbal secara langsung. Misalnya, mengejek, mengancam, mengintimidasi, mempermalukan, name calling, dst. Ketiga, perilaku non-verbal secara langsung yang biasanya disertai tindakan bullying verbal atau fisik. Misalnya, menampilkan ekspresi muka yang mengejek, merendahkan, atau mengancam.

Keempat, perilaku non verbal secara tidak langsung. Misalnya, mengucilkan teman. Terakhir, pelecehan seksual yang bisa masuk ke dalam kategori perilaku verbal atau agresi fisik.

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Bullying di Lingkungan Sekolah

Ada 3 faktor yang menjadi penyebab tindakan bullying di lingkungan sekolah, berikut penjelasannya:[3]

  1. Faktor keluarga

Pola asuh keluarga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkah laku anak. Adapun penyebab terjadinya bullying adalah ketidak harmonisan keluarga serta sikap keluarga yang acuh terhadap anak.

  1. Faktor teman sebaya

Siswa banyak menghabiskan waktunya di sekolah bersama teman sebayanya. Para siswa yang masih remaja ini merupakan anak yang sedang mencari identitas diri, sehingga anak-anak ini akan memiliki rasa ingin diakui dan berusaha menjadi penguasa.

  1. Faktor media massa

Salah satu penyebab tindakan bullying adalah bermain game online, menonton youtube, dan media massa yang mengandung unsur kekerasan.

Perlindungan Hukum Bagi Korban Bullying

Perlindungan hukum bagi korban bullying telah diatur pemerintah yang telah dituangkan dalam peraturannya. Perlindungan hukum yang pertama telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam UUD 1945 dijelaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak atas rasa aman dan berhak atas perlindungan dari segala macam ancaman.

Perlindungan hukum yang kedua termuat dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, yakni Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022. Dalam pasal 76 C dijelaskan bahwa ada larangan untuk melakukan kekerasan terhadap anak.

Lebih lanjut, anak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari tindakan bulliying berupa penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Hak anak tersebut telah diatur dalam Pasal 16 ayat (1) pada Undang-Undang Perlindungan Anak.

Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Bullying

Tindakan bullying yang berkaitan erat dengan kekerasan fisik akan mendapatkan hukuman sebagaimana yang telah dituangkan dalam Pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak. Dalam pasal tersebut, hukuman yang diterima bagi pelaku yang melanggar Pasal 76 C Undang-Undang Perlindungan Anak adalah pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak tujuh puluh dua juta rupiah dan pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak seratus juta rupiah.

Karena pelaku merupakan anak, maka proses yang dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Berdasarkan Pasal 80 ayat (1) dan ayat (2) dijelaskan bahwa sanksi pidana yang ancamannya penjara kurang dari 7 tahun, wajib dilakukan upaya diversi.

Upaya diversi adalah upaya hukum untuk mencapai keadilan restorative, yakni penyelesaian perkara pidana dengan cara melibatkan pelaku, korban, keluarga, serta pihak-pihak yang terkait. Tujuannya untuk mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan pada keadaan semula dan bukan pembalasan.

Apabila dalam proses diversi tidak ada kesepakatan, maka pelaku yang merupakan anak dapat diadili dengan memperhatikan asas yang telah tertulis dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Anak.[4]

Daftar Referensi

[1] Kusumasari Kartika Hima Darmayanti, Farida Kurniawati, and Dominikus David Biondi Situmorang, “Bullying Di Sekolah: Pengertian, Dampak, Pembagian Dan Cara Menanggulanginya,” Pedagogia 17, no. 1 (2019): 55–66.

[2] Rischa Pramudia Trisnani and Silvia Yula Wardani, “Perilaku Bullying Di Sekolah,” G-Couns: Jurnal Bimbingan Dan Konseling 1, no. 1 (2016): 3, http://journal.upy.ac.id/index.php/bk/article/view/37/31.

[3] Risha Desiana Suhendar, “Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Bullying Siswa Di SMK Triguna Utama Ciputat Tangerang Selatan” (B.S. thesis, Jakarta: Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri …, 2018), 95–96, https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/43876.

[4] Anita Anita, Hidayat Andyanto, and Meidy Triasavira, “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Dan Pelaku Tindak Pidana Praktik Bullying Di Lingkungan Sekolah,” Jurnal Jendela Hukum 8, no. 2 (2021): 95.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.