Literasi Hukum – Pernahkah Anda Kehilangan Barang di Tempat Parkir? Pasti Anda pernah melihat kalimat “Segala bentuk kehilangan bukan merupakan tanggung jawab pengelola parkiran” di karcis parkir. Tapi, apakah kalimat itu sah? Bolehkah pengelola parkir mencantumkan kalimat seperti itu?
Yuk, kita bahas bersama tentang perjanjian baku yang mengandung klausul eksonerasi, seperti kalimat di karcis parkir tersebut.
Sebelum membahas lebih lanjut, mari kita pahami dulu dasar-dasar mengenai perjanjian, seperti pengertian perjanjian dan syarat sahnya suatu perjanjian.
Pengertian Perjanjian
Perjanjian merupakan suatu kesepakatan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, baik secara lisan maupun tertulis, untuk saling mengikatkan diri dan melakukan sesuatu. Kesepakatan ini memuat perjanjian tertulis atau lisan yang disetujui oleh semua pihak dan wajib dipatuhi.
Perjanjian juga dapat diartikan sebagai hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak. Satu pihak berjanji atau dianggap berjanji melakukan sesuatu, dan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji tersebut.
Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah hubungan hukum antara dua subjek hukum (orang atau badan hukum) dalam bidang harta kekayaan. Subjek hukum yang satu berhak atas prestasi (pemenuhan janji), dan subjek hukum lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan kesepakatan.
Sebagai suatu kontrak, perjanjian memiliki konsekuensi hukum yang mengikat para pihak. Dasar hukum perjanjian diatur dalam KUHPerdata.
Syarat Sahnya Perjanjian
Syarat sah perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Syarat-syarat tersebut adalah:[1]
- Kesepakatan para pihak
- Kecakapan para pihak
- Maksud untuk menimbulkan akibat hukum
- Hal tertentu
- Kausa yang halal
Perjanjian Baku
Meskipun pada prinsipnya berdasarkan asas dalam Pasal 1338 KUHPerdata, setiap orang dapat membuat perjanjian dengan kehendak yang disepakati atau dalam arti yang lebih sederhana asas ini disebut sebagai asas kebebasan berkontrak.[2] Dengan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, hampir tidak ada tranksaksi yang tidak dapat dilakukan karena setiap pihak dapat melakukan transaksi sesuai dengan kehendak mereka sendiri, termasuk segala bentuk transaksi modern yang tidak atau belum terakomodir dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun, keluwesan Pasal 1338 KUHPerdata justru menimbulkan isu terkait perlindungan terhadap pembuatan perjanjian yang tidak seimbang. Dalam suatu perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur, misalnya pihak debitur seringkali tidak memiliki pilihan lain selain menerima suatu perjanjian yang disodorkan oleh kreditur walaupun berbagai macam klausula yang ada di dalamny sangat tidak menguntungkan debitur. Perjanjian semacam itu disebut dengan perjanjian baku.
Perjanjian baku adalah perjanjian yang dibuat dan ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha untuk ditawarkan kepada konsumen secara massal. Perjanjian ini biasanya sudah dicetak dan siap untuk ditandatangani oleh konsumen.
Jenis Perjanjian Baku
- Perjanjian adhesi adalah perjanjian yang disodorkan oleh satu pihak kepada pihak lain, di mana pihak yang lemah hanya memiliki pilihan untuk menerima atau menolak perjanjian tersebut secara keseluruhan.
- Perjanjian standar adalah perjanjian yang dibuat oleh lembaga tertentu dan diperuntukkan bagi pihak-pihak yang ingin melakukan transaksi tertentu.
- Peraturan perusahaan adalah perjanjian yang dibuat oleh perusahaan untuk mengatur hubungan antara perusahaan dengan karyawannya.
Ciri-Ciri Perjanjian Baku
- Dibuat secara sepihak
- Disodorkan kepada konsumen secara massal
- Isinya sudah tercetak dan tidak dapat diubah
- Konsumen hanya memiliki pilihan untuk menerima atau menolak perjanjian tersebut secara keseluruhan
Keabsahan Perjanjian Baku
Meskipun dapat berpotensi menimbulkan permasalahan mengenai perlindungan terhadap pembuat perjanjian, Perjanjian baku masih boleh dilakukan dan sah sepanjang memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Lalu bagaimana dengan perjanjian baku yang di dalamnya mengandung klausul eksonerasi?
Pengertian Klausul Eksonerasi
Klausul eksonerasi adalah klausul dalam suatu perjanjian yang bertujuan untuk membebaskan atau membatasi tanggung jawab salah satu pihak atas suatu kejadian atau kerugian yang mungkin terjadi. Klausul ini sering disebut juga sebagai klausul pembebasan tanggung jawab atau klausul disclaimer.
Rijken menyatakan Klausul eksonerasi merupakan bagian dalam sebuah perjanjian yang bertujuan untuk membebaskan salah satu pihak dari kewajiban untuk memberikan ganti rugi atas pelanggaran perjanjian. Ganti rugi ini dapat berupa sebagian atau seluruh kerugian yang dialami oleh pihak lain.[3]
Secara sederhana, klausula eksonerasi ini diartikan sebagai klausula pengecualian kewajiban atau pengalihan tanggung jawab dalam perjanjian.
Contoh Klausul Eksonerasi
- Klausul eksonerasi pada karcis parkir yang menyatakan bahwa pengelola parkir tidak bertanggung jawab atas kehilangan barang di dalam kendaraan.
- Klausul eksonerasi pada perjanjian sewa-menyewa yang menyatakan bahwa penyewa bertanggung jawab atas segala kerusakan yang terjadi pada barang yang disewa.
Keabsahan Perjanjian yang Mengandung Klausul Eksonerasi
Dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, klausula eksonerasi dianggap sebagai salah satu jenis klausula baku yang tidak diizinkan. Meskipun perjanjian sudah disepakati oleh kedua belah pihak, perjanjian tersebut tidak sah jika mengandung klausula eksonerasi.[4]
Menurut Pasal 1 angka 10 UU Perlindungan Konsumen, klausula baku adalah peraturan atau syarat yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pelaku usaha dan dituangkan dalam dokumen atau perjanjian yang mengikat konsumen.
Sutan Remy Sjahdeni dalam bukunya menyatakan bahwa Perjanjian Baku adalah perjanjian yang telah disiapkan dengan syarat-syarat baku oleh salah satu pihak tanpa memberi kesempatan bagi pihak lain untuk bernegosiasi.
Klausula baku menjadi tidak sah ketika ada ketidakseimbangan antara pihak-pihaknya karena perjanjian yang sah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan mengikat mereka sebagai undang-undang. Pelanggaran terhadap prinsip ini dapat membuat perjanjian tidak sah. Oleh karena itu, klausula baku yang mengandung klausula eksonerasi dilarang.
Meskipun ada prinsip kebebasan berkontrak, perjanjian harus memenuhi syarat sah seperti yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, termasuk memiliki sebab yang sah. Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak sah jika bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan baik.
Jadi, perjanjian baku yang mengandung klausula eksonerasi tidak sah karena melanggar ketentuan undang-undang.
Dampak Perjanjian yang Mengandung Klausul Eksonerasi
Perjanjian yang menggunakan klausula eksonerasi dapat batal demi hukum. Klausula eksonerasi merupakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha terhadap perlindungan konsumen.
Klausula eksonerasi dapat menyebabkan hak dan kewajiban para pihak menjadi tidak berimbang. Klausula eksonerasi dalam polis asuransi merupakan pembatasan atau penghapusan tanggung jawab penanggung terhadap kerugian yang dialami tertanggung.
Pada perjanjian pinjam meminjam pada Fintech berbasis P2P Lending, klausula eksonerasi dapat menyebabkan perjanjian batal demi hukum karena bertentangan dengan Pasal 1337 KUH Perdata.
Dalam UUPK, perjanjian yang mengandung klausula eksonerasi dapat batal demi hukum jika melanggar Pasal 18 ayat (1). Dalam KUHPerdata, perjanjian yang mengandung klausula eksonerasi dapat batal demi hukum jika tidak memenuhi syarat sah perjanjian.
[1] Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
[2] Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
[3] Ahmadi Miru. Hukum Kontrak, Perancangan Kontrak. (Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa, 2007), hal. 40
[4] Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H., “Hukumnya Mencantumkan Klausul Eksonerasi dalam Perjanjian” Hukum Online.