Opini

Debt Collector Sewenang-wenang? Kenali Hak Anda dan Lindungi Diri dari Penagihan Ilegal!

Argha Syifa Nugraha, S.H.
508
×

Debt Collector Sewenang-wenang? Kenali Hak Anda dan Lindungi Diri dari Penagihan Ilegal!

Sebarkan artikel ini
Debt Collector Sewenang-wenang? Kenali Hak Anda dan Lindungi Diri dari Penagihan Ilegal!
Ilustrasi Gambar oleh Redaksi

Literasi HukumArtikel ini membahas kasus penagihan hutang secara sewenang-wenang oleh debt collector di Indonesia, regulasi OJK yang mengatur kerja sama dengan pihak ketiga, pentingnya surat kuasa khusus, serta implikasi hukum dari penagihan yang tidak sesuai prosedur.

Pendahuluan

Meskipun telah diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kasus penagihan hutang secara sewenang-wenang oleh debt collector masih marak terjadi di masyarakat kita. Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), seperti bank, perusahaan pembiayaan, dan pinjaman online, sering menggunakan jasa pihak ketiga untuk melakukan penagihan hutang. Artikel ini membahas regulasi yang berlaku, pentingnya surat kuasa khusus, dan implikasi hukum dari penagihan yang tidak sesuai prosedur.

Regulasi OJK tentang Kerja Sama Penagihan

Dalam Peraturan OJK (POJK) No. 22 Tahun 2023 Pasal 61, diatur bahwa PUJK dapat bekerja sama dengan pihak lain untuk penagihan kredit atau pembiayaan kepada konsumen. Kerja sama ini harus dituangkan dalam perjanjian tertulis bermeterai cukup dan memenuhi beberapa ketentuan penting:

  1. Bentuk Badan Hukum: Pihak lain harus berbentuk badan hukum yang sah.
  2. Izin dari Instansi Berwenang: Pihak lain harus memiliki izin dari instansi berwenang yang relevan.
  3. Sertifikasi Sumber Daya Manusia: Pihak lain harus memiliki sumber daya manusia yang telah memperoleh sertifikasi di bidang penagihan dari lembaga sertifikasi profesi dan/atau asosiasi penyelenggara yang terdaftar di OJK.

PUJK juga diwajibkan untuk bertanggung jawab atas segala dampak yang ditimbulkan dari kerja sama tersebut. Evaluasi berkala atas kerja sama ini juga diwajibkan untuk memastikan bahwa pihak ketiga tetap memenuhi standar yang ditetapkan.

Sanksi bagi Pelanggaran

PUJK yang melanggar ketentuan Pasal 61 POJK No. 22 Tahun 2023 dapat dikenai berbagai sanksi administratif, termasuk:

  • Peringatan tertulis.
  • Pembatasan produk dan/atau layanan.
  • Pembekuan produk dan/atau layanan.
  • Pemberhentian pengurus.
  • Denda administratif.
  • Pencabutan izin produk dan/atau layanan.
  • Pencabutan izin usaha.

Sanksi administratif berupa denda bisa mencapai Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pentingnya Surat Kuasa Khusus dalam Penagihan Hutang

Dalam praktiknya, debt collector sering kali melakukan penagihan hanya berdasarkan surat tugas dari PUJK. Namun, menurut Pasal 1792 KUH Perdata, surat kuasa khusus diperlukan untuk memberikan kekuasaan kepada penerima kuasa untuk melaksanakan tindakan tertentu atas nama pemberi kuasa. Surat kuasa khusus menjelaskan tindakan-tindakan spesifik yang boleh dilakukan oleh penerima kuasa.

Sebaliknya, surat tugas hanya merupakan instruksi dari atasan kepada bawahan untuk melakukan tugas tertentu dalam satu instansi. Surat tugas tidak memiliki dasar hukum yang kuat seperti surat kuasa khusus. Oleh karena itu, debt collector yang hanya berbekal surat tugas tidak memiliki legal standing yang sah untuk melakukan penagihan hutang.

Perbedaan Surat Tugas dan Surat Kuasa Khusus

  • Surat Kuasa Khusus: Diatur dalam Pasal 1792 dan 1795 KUH Perdata, memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk melakukan tindakan tertentu atas nama pemberi kuasa.
  • Surat Tugas: Tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan, biasanya digunakan dalam hubungan internal instansi atau organisasi untuk menugaskan pekerjaan tertentu.

Implikasi Hukum dari Penagihan Tanpa Surat Kuasa Khusus

Debt collector yang melakukan penagihan tanpa surat kuasa khusus berpotensi melakukan perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Perbuatan melawan hukum ini terjadi jika:

  • Ada tindakan yang melanggar hukum.
  • Ada kesalahan yang dilakukan oleh pelaku.
  • Terdapat kerugian yang dialami oleh korban.
  • Ada hubungan kausal antara tindakan pelaku dan kerugian yang timbul.

Jika debt collector tetap melakukan penagihan tanpa surat kuasa khusus, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai tindak pidana pemerasan dan pengancaman, sebagaimana diatur dalam Pasal 368 KUHP. Pasal ini mengancam pelaku dengan pidana penjara paling lama 9 bulan.

Kesimpulan

Penggunaan jasa debt collector oleh PUJK harus sesuai dengan aturan yang ketat, termasuk adanya perjanjian kerja sama dan surat kuasa khusus. Pelanggaran terhadap ketentuan ini tidak hanya dapat mengakibatkan sanksi administratif yang berat bagi PUJK, tetapi juga dapat menimbulkan masalah hukum serius bagi debt collector. Masyarakat perlu lebih memahami hak-hak mereka dalam menghadapi tindakan penagihan yang tidak sesuai prosedur, untuk melindungi diri dari praktik penagihan yang sewenang-wenang dan melanggar hukum. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai regulasi dan implikasi hukum ini, diharapkan masyarakat dapat lebih proaktif dalam melaporkan tindakan penagihan yang tidak sesuai dan menuntut perlindungan yang lebih baik dari pihak berwenang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.