Opini

Polemik Regulasi Ojek Online dan Konvensional

Adam Ilyas
1125
×

Polemik Regulasi Ojek Online dan Konvensional

Sebarkan artikel ini
polemik ojek online vs ojek pangkalan konvensional
Ilustrasi gambar oleh penulis

Literasi HukumArtikel ini menjelaskan mengenai polemik regulasi ojek online dan konvensional serta dasar hukumnya di Indonesia.

Perkembangan hukum menjadi sangat penting dalam hal digitalisasi global, diakui ataupun tidak dunia digital telah membawa perubahan drastis dalam segala aspek kehidupan manusia.

Seperti halnya hukum diperlukan untuk melindungi privasi, melawan kejahatan dunia maya, memastikan keamanan dunia maya, memastikan kepatuhan dan regulasi bisnis berbasis digital (online), serta mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi di berbagai aspek lainnya.

Dengan kerangka hukum yang jelas, dunia bisnis dalam mode digitalisasi dapat digunakan secara bertanggung jawab dan terkendali, menciptakan lingkungan digital yang aman dan tertib atau taat hukum.

Di sejumlah daerah, persetruan antara tukang ojek online (Ojol) dengan ojek konvensional (tanpa aplikasi) menjadi permasalahan hukum yang kurang tersentuh secara spesifik oleh regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementrian Perhubungan.

Kekosongan Regulasi Hukum dalam Konflik Ojek Online vs Ojek Konvensional

Suatu kekosongan hukum terjadi ketika tidak ada aturan hukum yang mengatur situasi atau peristiwa tertentu. Pendapat ahli hukum berbeda tentang adanya kekosongan hukum.

Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa kekosongan hukum tidak dapat diterima karena dapat menimbulkan ketidakpastian  dan kekacauan hukum. Pada saat yang sama, terdapat pula pandangan bahwa kekosongan hukum dapat lebih mendorong inovasi dan pembangunan hukum.

Namun, kekosongan hukum yang terus berlangsung seringkali berdampak negatif terhadap kepastian hukum dan keselamatan masyarakat. Oleh karena itu,  para ahli hukum harus secara hati-hati menilai konteks dan dampak dari kekosongan hukum  untuk menentukan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 12 Tahun 2019 dan Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 348 Tahun 2019 sama-sama tidak mengatur terkait zona kewilayahan antara ojol dan ojek konvensional.

Beberapa hasil penelitian maupun jurnal menyebutkan agar para penyedia jasa ojek konvensional lebih meningkatkan kualitas jasa pelayanan terhadap penumpang agar tidak kalah dengan sistem dan mekanisme ojek online. Sementara dari peritiwa atau kejadian di kota lain, justru ojek online yang kurang adanya peminat dibandingkan ojek konvensional.

Maraknya persetruan kedua belah pihak di berbagai kota pun tidak bisa dihindarkan dan terus berlangsung beberapa bulan terakhir, sejumlah tuntutan pun mereka ajukan kepada DPRD dan Pemerintah Daerah terutama soal zona wilayah kerja mereka demi menentukan kepastian hukum yang berlaku.

Kekosongan hukum terkait aturan zona wilayah kerja ojol dan ojek konvensional hingga kini masih menjadi beban tersendiri khususnya bagi penyedia jasa transportasi motor (ojek). Sementara sejumlah kebijakan dari hasil pengawasan pemerintah daerah masing-masing dalam hal ini masih belum berarti memeberikan fungsi hukum sebagai manfaat bagi masyarakat.

*Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Literasi Hukum Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Menilik Ruang Kosong Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Opini

Artikel ini membahas keunggulan penyelesaian sengketa melalui arbitrase di Indonesia, fleksibilitas dalam memilih arbiter, serta tata cara pengajuan koreksi atau keberatan terhadap putusan arbitrase berdasarkan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Temukan pentingnya aturan lebih lanjut terkait tata cara pengajuan koreksi dan keberatan dalam arbitrase.

Pencatatan Palsu Surat dan Keabsahannya
Ilmu Hukum

Artikel ini membahas mengenai pencatatan surat palsu, sebuah tindakan ilegal yang melibatkan pembuatan atau pengubahan surat untuk memperoleh keuntungan secara tidak sah.

Mandeknya Keadilan Dalam Kasus “Vina Cirebon”
Hukum

Masyarakat Indonesia kembali diperdebatkan dengan rilisnya film “VINA: Sebelum 7 Hari” di bioskop. Film ini mengangkat kasus pembunuhan Vina dan kekasihnya Eky di Cirebon pada 27 Agustus 2016, yang sebelumnya diduga sebagai kecelakaan tunggal.