Literasi Hukum – Hubungan antara administrasi pemerintahan dan ilmu hukum sangat erat relasinya. Karena pemerintah sebagai fungsi yang merupakan organ atau alat perlengkapan negara dan diserahi tugas pemerintahan untuk melaksanakan perannya sebagaimana yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan. Di dalam pelaksanaan fungsi dan tugas pemerintahan tersebut, yaitu perlu meletakkan hukum untuk mengatur tindakan pemerintah dan hubungan antar pemerintah dengan warga negara semuanya diatur dalam hukum administrasi negara.
Governance dalam konteks administrasi pemerintahan merupakan proses perumusan dan implementasi konseptual untuk mencapai tujuan-tujuan publik yang disemangati oleh nilai-nilai keabsahan, responsif dan efektif. Pada hakikatnya, penyelenggaraan administrasi pemerintahan ditujukan kepada optimalisasi fungsi pelayanan publik melalui praktik administrasi yang efektif. Prinsip tata kelola pemerintahan yang baik sebagai upaya perwujudan peran administrasi pemerintahan tidak hanya terbatas pada penggunaan peraturan perundang-undangan yang berlaku, melainkan dikembangkan dengan menerapkan prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang tidak hanya melibatkan pemerintah atau negara semata, tetapi juga harus bisa ditujukan dengan praktik administrasi publik yang baik.
Penyelenggaraan pelayanan publik sebagai upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat hendaknya memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pemerintah sebagai pemegang kebijakan dengan masyarakat sebagai warga yang membutuhkan pelayanan. Namun dalam rangka administrasi pemerintahan sering kali dalam melaksanakan peran dan tanggung jawabnya masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan secara maksimal. Perkembangan administrasi di Indonesia masih dalam kondisi yang cenderung monoton bahkan jalan di tempat. Selain persoalan yang menyangkut pada aspek budaya birokrasi dan instrumental, sistem yang dirasa masih rumit dan memakan waktu yang tak singkat menjadi beragam pekerjaan rumah yang belum usai dilakukan. Sehingga upaya untuk merefungsionalisasi peran administrasi pemerintahan sebagai bentuk pelayanan publik yang baik harus segera mencapai titik pembenahan yang signifikan.
Sebagai jalan keluar untuk memperbaiki kondisi di atas maka diperlukan suatu aturan atau hukum yang mengatur mengenai interaksi administrasi publik. Oleh karenanya peran daripada administrasi pemerintahan berfungsi untuk mengatur masalah pelayanan administrasi agar tidak menimbulkan kerusakan dan masalah yang signifikan di kemudian hari. Bahkan, upaya untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik telah sejak lama dilaksanakan oleh pemerintah, antara lain kebijakan ini dapat dilihat pada SK Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum.
Kemudian Inpres Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat. Dan pada perkembangan terakhir telah diterbitkan juga Keputusan Menpan Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik serta Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Namun upaya-upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik tidak hanya ditempuh melalui keputusan-keputusan, tetapi juga melalui peningkatan kemampuan aparat dalam memberikan pelayanan.
Berkaitan dengan realitas permasalahan tersebut pada dasarnya secara teoritik masih terdapat beberapa fungsi hukum administrasi negara yang dapat dipergunakan dalam menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik memang sangat diperlukan. Merujuk pada pendapatnya Philipus M. Hadjon terdapat beragam fungsi hukum administrasi negara seperti fungsi normatif, fungsi instrumental dan fungsi jaminan. Ketiga fungsi ini saling terkoneksi satu sama lain. Fungsi normatif yang menyangkut norma kekuasaan dalam memerintah (legitimasi) jelas berkaitan erat dengan fungsi instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan pada akhirnya norma dan instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi masyarakat.
Eksistensi administrasi pemerintahan dalam perspektif hukum memiliki tata letak yang cukup strategis dalam menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance). Sehingga peran hukum administrasi negara dalam pemerintahan yang ada saat ini sangat lah mempengaruhi terhadap segala kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintah dari suatu negara dalam usaha mencapai tujuannya.
Di lain hal, fungsi hukum administrasi dalam menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan berwibawa memang sangat memiliki nilai urgensitas tersendiri yang merupakan salah satu agenda pembangunan nasional untuk menciptakan sirkulasi tata kelola pemerintahan yang berlandaskan pada nilai-nilai yang terkandung dalam negara hukum. Agenda tersebut perlu diaktualisasikan kembali sebagai upaya untuk mewujudkan pelayanan administrasi pemerintahan yang mengedepankan keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi serta menjunjung tinggi supremasi hukum dan memaksimalkan partisipasi publik sebagai beragam indikator yang memengaruhi kelancaran, keserasian dan keterpaduan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Maka diperlukan beragam langkah konkret kebijakan yang terarah pada perubahan kelembagaan dan sistem ketatalaksanaan, kualitas sumber daya manusia, aparatur, dan sistem pengawasan dan pemeriksaan yang efektif.
Tindakan Administrasi Pemerintahan dalam Negara Hukum
Secara eksplisit konstitusi telah menggariskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Maka setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan atas hukum yang berlaku. Sebagai hukum publik, hukum administrasi berlandaskan pada prinsip-prinsip negara hukum (rechtsstaat), prinsip-prinsip demokrasi dan sesuai dengan konsep dasar hukum administrasi sebagai instrumen yuridis. Asas negara hukum berkaitan dengan jaminan perlindungan hukum terhadap kekuasaan pemerintahan. Asas demokrasi terutama berkaitan dengan prosedur dan substansi dalam penyelenggaran pemerintahan, baik berupa pengambilan keputusan maupun berupa perbuatan-perbuatan nyata. Sebagai konsekuensi, dalam negara hukum terdapat prinsip wetmatigheid van bestuur atau asas legalitas. Asas ini menentukan bahwa tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka segala macam tindakan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah tidak akan memiliki legalitas dan legitimasi.
Diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan merupakan langkah yang sangat tepat guna menghidupkan kembali optimisme bangsa Indonesia dalam reformasi administrasi pemerintahan. Hal ini adalah bentuk tanggung jawab negara dan pemerintah untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang cepat, nyaman dan murah.
Administrasi pemerintahan dalam hal ini didefinisikan sebagai tindakan pejabat atau badan pemerintahan yang memiliki kekuatan hukum mengikat secara eksternal yang didasarkan kepada pengujian syarat dan prasyarat yang telah ditetapkan dalam undang-undang atau produk hukum lainnya. Undang-Undang Administrasi Pemerintahan mengatur hubungan antara badan atau pejabat administrasi pemerintahan dengan masyarakat. Dalam hubungan ini sangat erat kaitannya dengan badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Namun dengan berlakunya Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, reformasi hukum administrasi negara bergerak maju menuju paradigma baru. Pelaksanaan harmonisasi peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah merupakan suatu kebutuhan yang urgen dan mendesak karena permasalahan pembangunan hukum yang masih mengandalkan pada pendekatan sektoral hanya akan mengakibatkan penyelesaian yang tambal sulam, sehingga tidak menyelesaikan berbagai permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang ada.
Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan meniscayakan adanya pengaturan yang jelas terhadap tertib administrasi pemerintahan dalam menjalankan pemerintahan seperti mengatur tentang kewenangan, jenis-jenis keputusan, sistem dan model pengujian keputusan, sanksi administratif dan lain sebagainya.
Peran Administrasi Pemerintahan dalam Mewujudkan Good Governance
Arah paradigma pelayanan publik dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan telah berubah haluan, terutama berkaitan dengan alih teknologi yang semakin cepat, menuntut dibukannya ruang akses informasi seluas-luasnya. Tugas-tugas pemerintahan semakin kompleks, baik mengenai sifat pekerjaannya, jenis tugasnya maupun mengenai orang-orang yang melaksanakannya. Adanya kebutuhan dalam penetapan standar layanan minimal dalam penyelenggaraan administrasi negara sehari-hari dan kebutuhan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat sebagai pengguna layanan yang diberikan oleh pelaksana administrasi negara.
Hal-hal tersebut menuntut aturan-aturan baru yang dapat mengakomodasi, menjadi landasan hukum bertindak setiap aparatur administrasi pemerintah. Adanya tumpang tindih kewenangan yang sering kali terjadi diantara Badan atau Pejabat Administrasi Negara menjadi salah satu faktor terhambatnya sirkulasi ruang administrasi pemerintahan yang lancar. Maka dari itu, hubungan hukum antara penyelenggara administrasi negara dan masyarakat perlu diatur dengan tegas sehingga para pihak mengetahui hak dan kewajiban masing-masing dalam menjalankan kewenangannya.
Semangat reformasi sedikit banyak telah mewarnai dinamika dan diskursus soal pendayuganaan aparatur negara dengan tuntutan untuk mewujudkan administrasi yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, dengan menerapkan prinsip-prinsip Good Governance.
Pembangunan hukum administrasi negara merupakan prasyarat dalam pembangunan administrasi negara untuk menciptakan ekosistem birokrasi yang beriklim Good Governance. Dalam kaca mata administrasi negara, reformasi administrasi merupakan pembenahan sejumlah kebijakan hukum yang terkait dengan struktur, proses dan manajemen, baik dalam bidang keuangan, pengawasan, sumber daya manusia aparatur, akuntabilitas dan transparansi serta proses pembuatan kebijakan dan implementasinya.
Pengertian Good Governance secara sekilas dapat di-identifikasikan sebagai wujud pemerintahan yang baik dan ideal, akan tetapi wujudnya bagaimana dan bagaimana hal itu dapat dicapai masih memerlukan pemahaman yang lebih fundamental lagi. Tata pemerintahan yang baik dan bersih adalah seluruh aspek yang terkait dengan kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan yang dimiliki pemerintah dalam menjalankan fungsinya melalui institusi formal dan informal. Untuk melaksanakan prinsip Good Governance maka pemerintah harus melaksanakan prinsip-prinsip akuntabilitas dan pengelolaan sumber daya secara efisien. Untuk itu perlu didukung sistem pengelolaan administrasi pemerintahan yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel.
Untuk memahami dan mewujudkan pemahaman tentang Good Governance sebenarnya cukup kompleks, tidak hanya menyangkut soal transparasi dan akutabilitas. Secara konseptual dapat dipahami bahwa Good Governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pemerintahan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi, pemerintahan yang efisien serta pemerintahan yang bebas dan bersih dari kegiatan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Dalam konsep Good Governance, peran pemerintah, sektor privat dan masyarakat sama penting dimana pemerintah berperan untuk menciptakan situasi politik dan hukum yang kondusif, sektor privat berperan dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan pendapatan, kemudian masyarakat berperan dalam memfasilitasi interaksi secara sosial dan politik bagi mobilitas individu atau kelompok-kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik. Oleh karena itu maka diperlukan pengambilalihan peran administrasi pemerintahan yang berangkat dari prinsip Good Governance guna menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan dan keseimbangan peran serta, saling mengontrol dan bersinergi yang dilakukan oleh komponen eksternal di luar pemerintahan yang turut berperan aktif.
*Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Literasi Hukum Indonesia.