Literasi Hukum – Artikel ini akan membahas mengenai apa itu paralegal dan perannya dalam dunia hukum.
Pengertian Paralegal
Secara umum, paralegal adalah salah satu pihak yang dapat memberikan bantuan hukum dalam pengertian luas selain advokat, dosen dan mahasiswa. Paralegal telah diakui sebagai bagian organisasi bantuan hukum sebagai penyedia jasa bantuan hukum di Indonesia berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum menyatakan bahwa :
“Paralegal adalah setiap orang yang berasal dari komunitas, masyarakat, atau Pemberi Bantuan Hukum yang telah mengikuti pelatihan Paralegal, tidak berprofesi sebagai advokat, dan tidak secara mandiri mendampingi Penerima Bantuan Hukum di pengadilan.”
Siapapun bisa menjadi paralegal sepanjang ia bukan Advokat dan mau bekerja sukarela untuk kepentingan masyarakat miskin, rentan atau komunitasnya sendiri. Namun, dalam Permenkumham Nomor 3 Tahun 2021, Pasal 4 menjelaskan bahwa
“Untuk dapat direkrut menjadi Paralegal, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- warga negara Indonesia;
- berusia paling rendah 18 (delapan belas) tahun;
- memiliki kemampuan membaca dan menulis;
- bukan anggota Tentara Nasional Indonesia, Polisi Republik Indonesia, atau Aparatur Sipil Negara; dan
- memenuhi syarat lain yang ditentukan oleh Pemberi Bantuan Hukum dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
Tugas, Peran dan Fungsi Paralegal
Berbeda dengan advokat, dan tidak dapat menggantikan posisi advokat dalam melakukaan pembelaan di muka pengadilan. Tugas utamanya adalah memberikan nasehat hukum, mendokumentasikan kasus, menumbuhkan kemampuan sosial masyarakat, mendampingi masyarakat dalam proses perundingan dalam suatu perselisihan hukum atau memberikan pertolongan pertama apabila terjadi peristiwa hukum di komunitas atau wilayahnya.
Tugas – tugas
- Pemberian Bantuan Hukum meliputi :
- Melakukan investigasi kasus
- Melakukan konsultasi hukum
- Melakukan pendampingan di luar pengadilan baik itu berupa mediasi maupun negoisasi.
- Pemberdayaan Bantuan Hukum
- Melakukan pendidikan hukum pada masyarakat di lingkungan sekitar/ komunitas.
- Melakukan pengorganisasian masyarakat di lingkungan sekitar atau komunitas.
- Dokumentasi
mengumpulkan data (berupa berkas dan foto) yang terkait dengan tugas pemberian bantuan hukum dan pemberdayaan masyarakat.
Dalam Permenkumhan No 3 Tahun 2021, Pasal 9 menegaskan bahwa
“Pemberi Bantuan Hukum dapat melibatkan Paralegal yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan pemberian Bantuan Hukum.”
Selain itu, Pasal 10 menegaskan lebih lanjut Pemberi Bantuan Hukum dapat menugaskan Paralegal yang telah memiliki kompetensi untuk memberikan pelayanan hukum berupa:
- advokasi kebijakan perangkat daerah tingkat desa/kelurahan sampai dengan tingkat provinsi;
- pendampingan program atau kegiatan yang dikelola oleh kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, atau pemerintah desa; dan/atau
- bekerja sama dengan penyuluh hukum untuk membentuk dan/atau membina kelompok keluarga sadar hukum.
Secara umum, berfungsi untuk:
- Memfasilitasi pembentukan organisasi rakyat agar dapat memperjuangkan hak mereka.
- Melakukan pendidikan dan penyadaran masyarakat tentang hak-hak dasarnya.
- Melakukan analisa sosial tentang masalah yang dihadapi masyarakat/komunitas
- Membimbing dan melakukan mediasi dan rekonsiliasi bila terjadi perselisihan- perselisihan di masyarakat.
- Memberikan bantuan hukum untuk menyelesaikan masalah secepatnya.
- Membangun jaringan kerja.
- Mendorong masyarakat mengajukan tuntutan hukum atas pelanggaran hak dasar.
- Dokumentasi, termasuk mencatat kronologi peristiwa penting yang terjadi di komunitasnya.
- Membuat surat-surat.
- Membantu pengacara publik dengan melakukan penyelidikan awal, mencari korban, mengumpulkan bukti-bukti, dan menyiapkan kronologi dan membantu menyusun pembelaan yang sederhana.
Pelatihan dan Kompetensi Paralegal
Siapapun dapat menjadi paralegal, namun dalam memberikan layanan bantuan hukum, harus memiliki sejumlah pengetahuan dan keterampilan agar akses keadilan yang diberikan secara layak. Pasal 5 ayat (1) Permenkumham No 3 Tahun 2021, menjelaskan bahwa
Paralegal dalam pemberian Bantuan Hukum harus memiliki kompetensi yang meliputi:
- kemampuan memahami hukum dasar, kondisi wilayah, dan kelompok kepentingan dalam masyarakat;
- kemampuan melakukan penguatan masyarakat dalam memperjuangkan hak asasi manusia dan hak lain yang dilindungi oleh hukum; dan
- keterampilan mengadvokasi masyarakat berupa pembelaan dan dukungan terhadap masyarakat.
Untuk mencapai kualifikasi tersebut maka seseorang WAJIB mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Pemberi Bantuan Hukum.
Prinsip Kerja Paralegal
Paralegal bukan suatu profesi atau pekerjaan, maka mereka tidak memiliki kode etik seperti advokat. Namun hal ini bukan berarti mereka bekerja tanpa aturan. Terdapat prinsip-prinsip kerja yang harus dipatuhi dan ditegakkan bersama. Apa saja prinsip kerja itu?
- Objektif, dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus seimbang.
- Transparan, harus terbuka dengan menyampaikan segala informasi kepada masyarakat di lingkungan atau komunitas tentang sengketa yang diadukan.
- Integritas, mempunyai kemauan kuat untuk melaksanakan tugas dan fungsinya.
- Bertanggungjawab, harus serius dan berani menghadapi resiko-resiko yang ada dengan memperhitungkan secara matang kemungkinan terburuk yang dihadapi.
- Sukarela, menjalankan tugas dan fungsinya tanpa pamrih, dan dilarang meminta biaya kepada masyarakat yang meminta bantuan hukum.
- Keadilan.
- Kredibilitas, wajib menjaga perilaku dalam kehidupan sehari-hari guna menjaga kepercayaan masyarakat.
- Non Diskriminasi, tidak membedakan masyarakat berdasarkan suku, ras, etnis dan agama.
- Non Partisan, bukan anggota partai maupun simpatisan dari salah satu partai politik dan harus independen dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
- Partisipatif, melibatkan korban dan anggota masyarakat dalam kegiatan pendampingan.
Bagaimana dengan kode etik bekerja?
Karena paralegal bukan suatu profesi, maka paralegal tidak memiliki kode etik. Kode etik yang dimaksud disini adalah kode etik yang dihasilkan oleh organisasi profesi, memiliki dewan etik dan mengikat anggotanya. Seperti, Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI), Kode Etik dan Pedoman Prilaku Hakim (KEPPH) atau Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia.
Namun, bukan berarti paralegal bekerja tanpa aturan. Terdapat hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan paralegal yang merujuk kepada kesepakatan bersama dengan Advokat/PBH.
Hal-hal yang tidak boleh dilakukan paralegal, diantaranya:
- Tidak boleh menyalahgunakan pekerjaannya untuk mempromosikan dirinya sendiri demi mencapai kepentingan-kepentingan pribadinya.
- Tidak boleh mengekploitasi masyarakat untuk kepentingannya.
- Tidak boleh bersikap seperti atau mengaku sebagai Advokat
- Tidak boleh memberikan kontribusi atau ikut memperkuat pola diskriminasi yang ada didalam masyarakat.
- Tidak boleh berkontribusi terhadap pelanggaran HAM
- Tidak boleh mengabaikan unsur-unsur positif dari budaya lokal
Sebagai contoh, Dalam Panduan Advokasi Paralegal LBH Jakarta: Kode Etik dan Standar Operasional Prosedural, paralegal LBH Jakarta bekerja berdasarkan kode etik. Terdapat 3 aturan dasar yaitu mengatur: (1) Hubungan dengan masyarakat; (2) Hubungan dengan kekuasaan kehakiman dan kekuasaan lainnya; dan (3) Hubungan dengan teman sejawat.
Misalnya dalam Etika dalam hubungan dengan masyarakat mereka harus Percaya dan sabar terhadap masyarakat dengan mendengarkan mereka, Memiliki rasa percaya diri dan kemauan untuk meningkatkan kemampuan sehingga bisa berinisiatif membantu masyarakat dan memiliki kemandirian, Menghargai inisiatif masyarakat guna menumbuhkan rasa percaya diri dan melibatkan masyarakat dalam mengambil keputusan dengan proses yang demokratis, Bersikap terbuka dan bertingkah laku penuh persahabatan kepada masyarakat, dst.
Kemudian, Etika hubungan dengan kekuasaan kehakiman dan kekuasaan lainnya, adalah mereka harus bersikap sepantasnya sesuai dengan norma yang berlaku terhadap setiap pejabat kekuasaan kehakiman dan kekuasaan lainnya.
Sedangkan, etika hubungan dengan teman sejawat mereka harus menjalin hubungan baik dengan teman sejawat berdasarkan saling menghargai, mereka boleh melimpahkan perkara yang ditanganinya kepada paralegal lain dalam hal ada halangan yang beralasan, mereka tidak diperkenankan merebut masyarakat yang perkaranya ditangani oleh paralegal lain, mereka mempunyai wilayah kerja masing-masing dan dapat bekerjasama dengan paralegal lain.
Mereka harus memberikan pertanggungjawaban atas bantuan hukum yang diberikannya kepada masyarakat dan Advokat/PBH. Di sini eksistensi dan legitimasi paralegal akan diuji. Apabila masyarakat menerima dan merasakan manfaatnya, maka dengan sendirinya ia akan mendapatkan pengakuan secara social. Sebaliknya, jika kehadirannya tidak bermanfaat untuk kepentingan masyarakat/komunitasnya, maka melalui mekanisme social mereka akan kehilangan eksistensinya, dan harus memperbaiki diri.
Dengan demikian, Pemberi Bantuan Hukum melakukan pengawasan dan evaluasi kinerja Paralegal dalam pemberian Bantuan Hukum. Pemberi Bantuan Hukum wajib menyampaikan laporan atas hasil pengawasan dan evaluasi terhadap Paralegal kepada BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional).