Literasi Hukum – Obstruction of justice merupakan perbuatan mengancam, memengaruhi, dan menghalangi proses hukum yang sedang berlangsung.
Di Indoneasia tindakan ini kerap kali terjadi pada berbagai kasus, khususnya di kalangan pejabat maupun kepolisian.
Artikel ini membahas secara detail mengenai obstruction of justice mulai dari pengertian, unsur-unsur, kedudukan, hingga contoh kasus.
Pengertian Obstruction of Justice
Obstruction of justice merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk menghalangi proses hukum.
Istilah ini merupakan terminologi hukum yang berasal dari literatur Anglo Saxon. Pada doktrin ilmu hukum pidana di indonesia, istilah tersebut kerap diterjemahkan sebagai “tindak pidana menghalangi proses hukum”.
Menurut Legal Dictionary, arti dari obstruction of justice yakni:
“an attempt to interfere with the administration of the courts, the judicial system or law enforcement officers, including threatening witnesses, improper conversations with jurors, hiding evidence, or interfering with an arrest. Such activity is a crime.”
Jika diartikan dalam terjemahan bahasa Indonesia secara bebas, istilah tersebut adalah upaya untuk mengganggu administrasi pengadilan, sistem peradilan atau aparat penegak hukum, termasuk mengancam saksi-saksi, tidak tepat percakapan dengan juri, menyembunyikan bukti, atau mengganggu penangkapan. Kegiatan tersebut merupakan kejahatan.
Adapun Black’s Law Dictionary merumuskan obstruction of justice sebagai berikut:
“Interfacewith the orderly administration of law and justice, as by giving false information to or withholding evidence from a police officer or prosecutor, or by harming or intimidating a witness or juror”.
Dalam hal ini, pengertian yang ada pada Black’s Law Dictionary dinilai lebih spesifik karena berkaitan dengan the administration of law and justice . Istilah tersebut dimaknai sebagai tindakan menghalang-halangi proses hukum dan segala bentuk intervensi terhadap seluruh proses hukum maupun keadilan, mulai dari awal hingga proses itu selesai.
Bentuk-bentuk intervensi dapat berupa memberikan keterangan palsu, menyembunyikan bukti-bukti dari kepolisian atau kejaksaan, hingga mencelakai dan mengintimidasi para saksi beserta juri (penggunaan juri pada hukum acara Anglo Saxon).
Sementara itu, Oemar Seno Adji dan Indriyanto Seno Adji dalam Peradilan Bebas Negara Hukum dan Contempt of Court mendefinisikan obstruction of justice sebagai tindakan yang ditunjukan maupun mempunyai efek memutarbalikkan proses hukum, sekaligus mengacaukan fungsi yang seharusnya dalam suatu proses peradilan.
Perbuatan ini dianggap sebagai bentuk tindakan kriminal karena menghambat penegakan hukum dan merusak citra lembaga penegak hukum. Oleh karena itu, tindakan tersebut dikategorikan sebagai salah satu jenis perbuatan pidana contempt of court atau penghinaan pada pengadilan.
Unsur-Unsur Obstruction of Justice
Terdapat tiga unsur perbuatan yang dijatuhi hukuman pidana obstruction of justice, yaitu:
- Tindakan tersebut menyebabkan tertundanya proses hukum (pending judicial proceedings)
- Pelaku mengetahui tindakannya atau menyadari perbuatannya (knowledge of pending proceedings)
- Pelaku melakukan atau mencoba tindakan menyimpang dengan tujuan untuk mengganggu atau mengintervensi proses atau administrasi hukum (acting corruptly with intent).
Di beberapa peradilan di Amerika, ada satu tambahan syarat untuk menjatuhi hukuman obstruction of justice, yaitu pelaku harus dapat dibuktikan memiliki motif, seperti motif ingin bebas dari tuntutan, motif ingin pengurangan masa tahanan, dan lain-lain.
Tindak Pidana Obstruction of Justice pada Proses Penyelidikan
Bentuk-Bentuk Obstruction of Justice dalam Proses Penyidikan
- Tersangka dengan sengaja menyembunyikan dan/atau melenyapkan barang bukti disaat sebelum atau setelah proses penyidikan dimulai.
- Tersangka dengan sengaja menghindari proses penyidikan dengan tujuan mengulur-ngulur waktu Pihak ketiga dengan sengaja membantu melakukan dan/atau memfasilitasi proses pelarian tersangka tindak pidana.
- Melakukan penyuapan terhadap aparat penegak hukum dan/atau pejabat pemerintah untuk tidak melanjutkan proses hukum serta menutup perkara tersebut.
Bentuk Obstruction of Justice dalam Proses Penuntutan
- Terdakwa pada proses penyidikannya, melakukan kebohongan dan sengaja menghilangkan barang bukti yang dimana pada ini menyebabkan terhambatnya proses prapenuntutan karena dinilai kepolisian kurang memiliki alat bukti.
- Melakukan tindak pidana yang sarat dengan upaya pengagalan pelimpahan berkas perkara ke Kejaksaan.
Bentuk Obstruction of Justice dalam Proses Persidangan
- Terdakwa dengan sengaja mencelakakan diri sebelum maupun sesudah proses persidangan berlangsung.
- Terdakwa terdiam dan berbohong saat hakim memberikan pertanyaan
- Saksi ahli dan/atau juru bahasa dalam hal ini memberikan keterangan atau pernyataan yang menyesatkan terkait materi dan teori yg disampaikan
- Advokat dalam hal dengan sengaja ikut membuat keterangan palsu dan kebohongan untuk melindungi terdakwa yang dimana cara ini dinilai melanggar hukum.
Contoh Kasus Obstruction of Justice
Berikut adalah beberapa contoh kasus obstruction of justice yang pernah terjadi di Indonesia:
Kasus Anggo Widjojo
Ketika dilakukan proses persidangan kasus dengan terdakwa Anggodo Widjojo tahun 2010, terdakwa tiba-tiba mengeluh mengalami sakit pada bagian kepala dan nyeri disekujur tubuh, sehingga terdakwa menyatakan tidak mampu untuk melanjutkan persidangan. Namun, setelah dokter memeriksa kondisi kesehatan terdakwa, ia dalam kondisi normal dan baik-baik saja. Dalam hal ini, berpura-pura sakit merupakan cara yang paling mudah untuk menghindari proses hukum karena orang yang dihadirkan dalam keadaan sakit tidak dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan persidangan.
Kasus Setya Novanto
Kasus kedua yakni proyek pengadaan E-KTP (Kartu Tanda Penduduk Elektronik) yang melibatkan Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) Setya Novanto. Dalam proses penyidikan, tersangka beberapa kali menolak untuk menghadiri panggilan pemeriksaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan alasan sakit.
Selain itu, setelah dilakukan upaya paksa tersangka kembali menghindari petugas KPK yang hendak melakukan penangkapan, hingga kemudian banyak drama yang dimainkan sehingga Setya Novanto berusaha untuk lolos dari jerat hukum.
Kasus Indra Kenz
Pada kasus ini, selebgram Indra Kenz yang menjadi tersangka atas kasus Binomo menghilangkan barang bukti perkara yang menjeratnya. Barang bukti yang dihilangkan Indra Kenz adalah ponsel miliknya, termasuk komputer yang diduga menyimpan data-data komunikasi dirinya dengan pihak Binomo ataupun afiliasi lainnya. Tidak hanya menghilangkan barang bukti, Indra Kenz juga terindikasi memindahkan uang yang ada di rekeningnya sehingga penyidik hanya menemukan uang dengan nominal Rp. 1,8 Miliar dalam rekeningnya. Dalam proses penyidikan pun, Indra Kenz menujukkan sikap tidak kooperatif, seperti menutupi siapa pemilik atau dalang dari aplikasi Binimo. Termasuk menolak disebut sebagai afiliator Binomo.
Kedudukan Obstruction of Justice dalam Hukum Pidana Positif di Indonesia
Obstruction of justice merupakan perbuatan terlarang yang mengandung sanksi pidana di dalamnya. Dasar hukum obstruction of justice dijelaskan dalam Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa,
“Setiap orang yang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama dua belas tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.”
Itulah uraian mengenai obstruction of justice mulai dari pengertian, unsur, kedudukan, bentuk-bentuk, hingga contoh kasusnya di Indonesia.