Berita

Mampukah Pansel KPK Melahirkan Pemimpin Anti-Korupsi yang Independen?

Redaksi Literasi Hukum
128
×

Mampukah Pansel KPK Melahirkan Pemimpin Anti-Korupsi yang Independen?

Sebarkan artikel ini
Mampukah Pansel KPK Melahirkan Pemimpin Anti-Korupsi
Ilustrasi Gambar oleh Redaksi

JAKARTA, LITERASI HUKUM — Panitia Seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel KPK) masa jabatan 2024-2029 menghadapi tantangan berat. Mereka berada di persimpangan antara mendahulukan agenda pemberantasan korupsi, seperti tuntutan masyarakat sipil, atau memenuhi pesanan politik demi mengamankan jabatan.

Sejak dibentuk oleh Presiden Joko Widodo pada Kamis (30/5/2024) lalu, Panitia Seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK (Pansel KPK) langsung bekerja. “Sejak hari Jumat (31/5/2024), pansel sudah mulai bekerja,” kata wakil ketua pansel yang juga Rektor IPB University, Arif Satria, saat dihubungi di Jakarta, Minggu (2/6/2024).

Proses Seleksi yang Dinanti

Pendaftaran calon pimpinan dan Dewan Pengawas KPK akan dimulai pada 26 Juni sampai 15 Juli. Pansel akan memilih 10 calon pimpinan KPK yang kemudian diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk diuji kelayakan dan kepatutan.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, menyatakan bahwa Pansel KPK menghadapi ujian besar. Pansel dihadapkan pada dua pilihan: mendahulukan agenda pemberantasan korupsi atau mempertahankan kesetiaan kepada pesanan politik demi mengamankan jabatan.

Tantangan Pansel KPK

“Apakah mereka lebih mementingkan agenda pemberantasan korupsi untuk membersihkan Indonesia? Apakah mereka lebih setia kepada NKRI atau kepada pesanan-pesanan politik demi mengamankan jabatan dan karier ke depan? Itu pilihannya,” kata Zaenur.

Menurut Zaenur, KPK merupakan lembaga yang dianggap mengancam kekuasaan karena memberantas korupsi, sedangkan kekuasaan di Indonesia masih sangat korup.

Pansel, lanjut Zaenur, tidak mungkin bisa menjalankan amanat penguasa sekaligus mementingkan agenda pemberantasan korupsi karena kepentingannya berbeda. Presiden Joko Widodo dinilai tidak memiliki agenda pemberantasan korupsi yang jelas.

Hal ini terbukti dari hampir 10 tahun pemerintahan, Presiden Jokowi tidak banyak berkontribusi dalam pemberantasan korupsi. Selama dua periode pemerintahannya, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia stagnan. Bahkan, KPK hancur di tangan Presiden Jokowi.

Skor IPK Indonesia tahun 2023 stagnan di angka 34 (dari nilai maksimal 100). Peringkat Indonesia turun lima tingkat dari tahun sebelumnya, dari 110 menjadi 115 dari 180 negara. Pada tahun 2021, dengan skor IPK 38, Indonesia berada di peringkat 96. Skor IPK tertinggi Indonesia tercatat pada tahun 2019, yaitu 40 dan berada di peringkat 85.

Krisis Kepercayaan Publik

Kepercayaan publik terhadap KPK semakin merosot dengan berbagai polemik di lembaga antirasuah tersebut. Hasil survei Litbang Kompas pada Desember 2023 menunjukkan citra baik KPK hanya mencapai 47,5 persen, terendah dari 22 survei sejak Januari 2015. Pada survei Januari 2015, citra baik KPK pernah mencapai 88,5 persen.

Zaenur pesimistis bahwa pansel akan menghasilkan calon pimpinan KPK yang independen, bersih, berintegritas, dan profesional karena konfigurasi pansel didominasi oleh unsur pemerintah. Pemerintah diperkirakan akan lebih mementingkan stabilitas dan keamanan pasca-lengsernya Presiden Jokowi.

Menurut Zaenur, Presiden Jokowi turut andil dalam kemunduran KPK dengan merevisi Undang-Undang KPK. KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri juga menyingkirkan banyak penyidik dan pekerja KPK lainnya melalui tes wawasan kebangsaan yang kontroversial.

KPK saat ini dalam kondisi yang kacau, tidak dipercaya oleh publik, penuh dengan masalah internal, kasus korupsi, pelanggaran etik, dan drama internal dengan kinerja yang sangat buruk.

Zaenur menantang pansel untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa mereka tidak mewakili kepentingan Presiden Jokowi dengan berani menolak pesanan dan tekanan dari pemerintah, politisi, atau aparat penegak hukum lain yang memiliki kepentingan terhadap KPK.

Selain itu, pansel harus mau menerima masukan dari masyarakat yang tahu rekam jejak calon komisioner KPK. Masyarakat berinteraksi langsung dengan para calon sehingga mengetahui kebaikan dan kekurangan rekam jejak mereka.

“Pansel tidak boleh meloloskan orang yang ditandai oleh masyarakat dengan bukti kuat, misalnya pernah melakukan pelanggaran etik atau punya cacat integritas terkait dengan satu kepentingan politik,” kata Zaenur.

Pansel juga harus berani mencoret calon yang punya cacat etik atau afiliasi kepentingan politik. Pansel harus membuang calon yang tidak berintegritas sebelum mencari yang berkualitas. Pansel harus mencari calon yang berani menolak intervensi dari pemerintah.

Selanjutnya, cari calon yang profesional, berintegritas, punya rekam jejak dalam pemberantasan korupsi atau setidaknya kemampuan untuk memberantas korupsi, serta memiliki kemampuan di bidang hukum atau ekonomi keuangan.

Zaenur juga mengingatkan agar pansel tidak memilih calon pimpinan KPK dengan sistem kuota, terutama untuk polisi dan jaksa. Komisioner KPK yang dipilih idealnya adalah sosok terbaik, tidak punya cacat etik, dan independen.

“Kalau panselnya tidak punya keberanian tinggi dan nurut dengan pemerintah, KPK tidak akan bisa diharapkan lima tahun ke depan,” kata Zaenur.

Sebelumnya, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, berharap pansel dapat bekerja secara optimal dan independen, mengutamakan kepentingan pemberantasan korupsi yang efektif.

KPK meyakini pansel memahami problematika pemberantasan korupsi saat ini serta tantangan ke depan, termasuk penguatan regulasi dan kelembagaan, agar fungsi pemberantasan korupsi bisa lebih berdampak nyata bagi masyarakat.

“Pansel juga harus proaktif menyerap berbagai saran, masukan, dan aspirasi masyarakat sebagai pihak yang akan merasakan manfaat pemberantasan korupsi dan korban praktik korupsi,” kata Ali.

Dengan demikian, pansel diharapkan dapat melahirkan calon pimpinan dan Dewas KPK yang memiliki rekam jejak serta komitmen tinggi terhadap pemberantasan korupsi, berintegritas, bebas dari konflik kepentingan, dan profesional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.