Literasi Hukum – Artikel ini membahas mengenai akibat hukum Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak terdaftar dalam daftar piutang Perusahaan pailit dengan mengimplementasikan peraturan perundang-undangan yang ada. Meskipun adanya pembaruan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Piutang nyatanya belum cukup mengatur perlindungan dalam kepailitan sehingga menimbulkan celah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggungjawab untuk mengejar keuntungan sepihak.
Artikel ini juga menjelaskan mengenai syarat kepailitan dan kedudukan kreditor dalam kepailitan. Selanjutnya, diuraikan pula tentang kedudukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta akibat hukum tidak terdaftar dalam daftar piutang Perusahaan pailit.
Apa itu Kepailitan?
Kepailitan merupakan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesanya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dalam kepailitan terdapat tahapan pendaftaran piutang sebagai bahan untuk dipertimbangkan dalam rapat pencocokan utang. Akan tetapi, saat ini kepailitan menjadi celah untuk debitor melepaskan tanggung untuk menguntungkan diri sendiri dengan tidak kooperatif berkoordinasi dengan kurator mengenai identitas para kreditor. Akibatnya, terdapat kreditor yang tidak mendaftarkan tagihanya yang membuat haknya untuk mendapat harta pailit musnah.
Peraturan Kepailitan dan Syarat Kepailitan
Kepailitan diatur dalam menerbitkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagaimana pembaruan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. Dalam undang-undang tersebut setidaknya terdapat 3 syarat yang harus dipenuhi debitor, yaitu:
- Debitor memiliki lebih dari dua kreditor;
- Debitor tidak membayar setidaknya satu utang kepada salah satu debitor saat jatuh waktu dan dapat ditagih;
- Untuk pengajuan kepailitan debitor dapat memohonkan sendiri atau adannya permohonan satu atau lebih dari pihak kreditornya.
Adanya syarat kepailitan secara jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang guna menghindari adanya:
- Perebutan harta debitor sebagai akibat penagihan yang dilakukan para kreditor dilakukan dalam jangka waktu yang sama.
- Kreditor yang memegang hak jaminan kebendaan mengesampingkan kepentingan debitor maupun kreditor lainnya dengan menjual kebendaan yang dijadikan jaminan tersebut.
- Adanya kemungkinan debitor memiliki itikad buruk dengan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan kekayaan debitor untuk kemudian diberikan kepada salah satu kreditor dengan tujuan mengejar keuntungannya sendiri dan merugikan para kreditor lainnya.
Kedudukan Kreditor dalam Kepailitan
Kreditor dalam kepailitan digolongkan ke dalam 3 kedudukan yang berbeda, diantarannya terdapat yang pertama, Kreditor Preferen yaitu berpiutang yang memiliki hak istimewa oleh undang-undang untuk piutangnya dapat didahulukan dari kreditor lain. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1139 KUHPerdata mengenai hak istimewa khusus dan Pasal 1149 KUHPerdata mengenai hak istimewa umum. Yang Kedua, Kreditor Separatis Berpiutang yang memiliki hak jaminan kebendaan milik debitor atas piutangnya sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UUKPKPU dan secara eksplisit diatur dalam Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata, dan Kreditor Konkuren yaitu berpiutang yang tidak memiliki jaminan kebendaan dan tidak didahulukan piutangnya oleh undang-undang namun tetap memiliki hak pemenuhan piutangnya.
Kedudukan Badan Usaha Milik Negara
Termuat pada Pasal 1137 KUHPerdata mengatur, bahwa tagihan atas hak kas negara, kantor lelang, dan badan hukum lain yang dibentuk pemerintah dapat didahulukan pelaksanaanya, jangka waktu berlangsungnya mengenai hal-hal itu. Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menjelaskan, bahwa perusahaan perseroan atau badan usaha milik negara modalnya paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara dengan mengejar keuntungan.
Walaupun BUMN tidak terdaftar ke dalam daftar piutang Perusahaan pailit namun statusnya sebagai badan usaha milik negara memenuhi Pasal 1137 KUHPerdata sebagai piutang yang dapat didahulukan oleh undang-undang. Tanpa adanya penjaminan khusus tidak menjadikan hilangnya hak BUMN untuk didahulukan piutangnya dengan memenuhi ketentuan badan umum yang dibentuk oleh pemerintahan yang modalnya paling sedikit 51% berasal dari negara. Oleh sebab itu, kedudukan BUMN atas piutangnya merupakan kreditor preferen yang telah memenuhi ketentuan Pasal 1137 KUHPerdata.
Akibat hukum BUMN tidak terdaftar dalam daftar piutang Perusahaan pailit
Setelah putusan pailit diucapkan oleh hakim maka terhitung pukul 00.00 setempat debitor kehilangan haknya untuk mengelola hartanya. Setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka putusan pailit dapat dieksekusi untuk kemudian dapat dilakukan sita umum sebagai langkah awal pemberesan harta pailit.
Dalam tahap ini debitor kehilangan haknya untuk mengelola harta kekayaanya. Hal tersebut dapat menjadi kelebihan dan kekurangan bagi pihak kreditor. Salah satunya apabila BUMN tidak mengetahui adanya kepailitan Perusahaan debitor dan tidak menerima adanya berita harian atas penetapan batas akhir pengajuan tagihan dari kurator berdampak bahwa kreditor tidak dapat mendaftarkan piutangnya bahkan tidak bisa mengikuti rapat pencocokan piutang. Rapat pencocokan piutang atau tahap verifikasi merupakan jaminan terkuat untuk melindungi hak kreditor pailit untuk pemenuhan piutangnya dan berkekuatan hukum tetap.
Meskipun berkedudukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai kreditor preferen namun tetap tidak termuat dalam daftar piutang akibatnya tetap tidak bisa mendapat harta pemberesan dari Perusahaan debitor pailit. Mengingat BUMN Sebagian besar modalnya berasal dari negara dengan bertujuan mengejar keuntungan maka apabila piutangnya tidak terdaftar dalam daftar piutang Perusahaan pailit berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.