Literasi Hukum – Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan kesempatan bagi calon anggota DPR dan DPRD untuk mengajukan gugatan hasil pemilu secara mandiri, tanpa harus terikat dengan partai asal mereka.
Namun, calon anggota legislatif tersebut harus mendapatkan rekomendasi dari ketua umum dan sekretaris jenderal (sekjen) partai untuk bisa maju ke MK.
Peraturan ini tertuang dalam Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2023 tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPRD.
Berikut poin-poin penting dari peraturan tersebut:
Pemohon sengketa hasil pemilu legislatif dapat diajukan oleh:
- Partai politik peserta pemilu
- Calon anggota DPR dan DPRD yang telah memperoleh persetujuan tertulis dari ketua umum dan sekjen
- Partai lokal peserta pemilu
- Calon anggota DPR Aceh dan DPRD kabupaten dalam partai lokal
Mahkamah Konstitusi (MK) memprediksi akan terjadi lonjakan perkara sengketa hasil Pemilu 2024. Hal ini menyusul diperbolehkannya calon anggota DPR/DPRD mendaftarkan perkara sengketa secara mandiri, tanpa melalui partai politik.
Juru Bicara MK Fajar Laksono Suroso mengatakan, “Ada potensi kenaikan perkara. Karena diregistrasi secara tersendiri.”
Sebelumnya, pendaftaran perkara sengketa hasil pemilu hanya bisa dilakukan oleh partai politik. Namun, berdasarkan putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2023, kewenangan tersebut diperluas hingga ke calon anggota legislatif secara individual.
Partai Politik Mengatisipasi Kenaikan Jumlah Gugatan ke MK
Potensi kenaikan perkara ini juga diantisipasi oleh partai politik. Sekjen PAN Eddy Soeparno menjelaskan, partainya telah membentuk dua tim advokasi untuk menangani sengketa hasil pemilu.
“Permasalahan di internal caleg PAN akan ditangani dan diselesaikan tim PHPU internal, sementara sengketa dengan partai/caleg eksternal akan ditangani tim PHPU MK,” kata Eddy.
Pembentukan tim advokasi ini diharapkan dapat membantu memaksimalkan peluang PAN dalam memenangkan sengketa hasil pemilu di MK.
Dengan semakin banyaknya pihak yang berpotensi mendaftarkan perkara, MK perlu bersiap diri untuk menghadapi kemungkinan lonjakan perkara sengketa hasil Pemilu 2024. Peningkatan jumlah perkara ini dapat menjadi tantangan bagi MK dalam menjaga kualitas dan ketepatan waktu penyelesaian sengketa.
PAN Selektif Terhadap Permohonan Sengketa Hasil Pileg
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN tidak serta merta memberikan rekomendasi kepada calon legislatif (caleg) yang ingin mengajukan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) perseorangan ke Mahkamah Konstitusi (MK). DPP PAN akan terlebih dahulu mendengarkan rekomendasi dari tim eksternal untuk menilai kelayakan sengketa sebelum memberikan atau tidak memberikan surat rekomendasi.
Proses penilaian dan rekomendasi ini juga berlaku saat caleg, baik secara perseorangan maupun partai, menjadi pihak termohon/terkait dalam perkara PHPU. Sejauh ini, DPP PAN telah menerima sekitar 20 permohonan sengketa, baik di internal maupun yang akan diajukan ke MK.
Ketua DPP PAN Bidang Hukum dan Advokasi, Yandri Susanto, menjelaskan bahwa tim eksternal ini terdiri dari pakar hukum tata negara dan ahli pemilu yang kredibel dan independen. Tim ini akan mempelajari dan menganalisis seluruh bukti dan argumen yang diajukan oleh caleg sebelum memberikan rekomendasi kepada DPP PAN.
“DPP PAN ingin memastikan bahwa setiap perkara yang diajukan ke MK memiliki dasar hukum yang kuat dan berpotensi untuk dikabulkan,” kata Yandri.
Yandri menambahkan bahwa DPP PAN juga akan mempertimbangkan faktor-faktor lain, seperti track record caleg dan potensi elektabilitasnya di masa depan, sebelum memberikan rekomendasi.
“DPP PAN ingin memastikan bahwa caleg yang mengajukan perkara PHPU ke MK adalah orang-orang yang memiliki integritas dan komitmen untuk memperjuangkan suara rakyat,” ujar Yandri.
Dengan selektif dalam memberikan rekomendasi, DPP PAN berharap dapat membantu MK dalam menyelesaikan perkara PHPU dengan adil dan objektif.
Sengketa Hasil Pileg: Nasdem Prioritaskan Mahkamah Partai, MK Siap Terima Permohonan
Sekjen Partai Nasdem Hermawi Taslim menegaskan, penyelesaian sengketa internal antarcalon legislatif (caleg) akan difokuskan melalui Mahkamah Partai Nasdem. Sementara itu, untuk sengketa yang melibatkan caleg dari partai lain, Nasdem akan mengikuti aturan yang berlaku dengan mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kami memiliki mekanisme internal yang kuat untuk menyelesaikan perselisihan antarcaleg Nasdem. Mahkamah Partai Nasdem akan menjadi forum utama untuk menyelesaikan masalah ini,” jelas Hermawi.
Berdasarkan catatan MK, pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2019, tercatat 261 perkara sengketa hasil pemilu yang diajukan oleh 20 partai politik. Dari jumlah tersebut, hanya 13 permohonan yang dikabulkan, sedangkan sisanya ditolak (82), tidak diterima (122), ditarik kembali (10), dan gugur (34).
Permohonan sengketa hasil pemilu dapat ditolak MK apabila pemohon atau permohonannya tidak memenuhi syarat formal. Selain itu, MK juga berhak menolak permohonan apabila dalil yang diajukan tidak beralasan hukum.
Masa pendaftaran sengketa hasil pemilu dimulai sejak KPU menetapkan hasil rekapitulasi suara secara nasional. Para pemohon memiliki waktu 3 x 24 jam setelah penetapan KPU untuk mengajukan keberatan. MK kemudian memiliki waktu 30 hari kerja untuk memeriksa dan memutus perkara tersebut.
Dengan demikian, Nasdem menunjukkan komitmennya untuk menyelesaikan sengketa internal secara internal. Di sisi lain, MK bersiap untuk menerima permohonan sengketa hasil Pileg 2024 dan memastikan proses penyelesaiannya berjalan sesuai aturan dan tenggat waktu yang ditentukan.