Berita

Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Langsung

Redaksi Literasi Hukum
1236
×

Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Langsung

Sebarkan artikel ini
Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Langsung
ALIF ICHWAN/Kompas.id

Jakarta, Literasi Hukum – Setelah melalui perdebatan, Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) memutuskan bahwa gubernur dan wakil gubernur Jakarta tetap dipilih langsung oleh rakyat. Keputusan ini diambil dalam waktu singkat, hanya 5 menit, pada Rapat Panja RUU DKJ yang diadakan di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada hari Senin (18/3/2024).

Sebelumnya, mekanisme pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jakarta sempat menuai perdebatan dan pembahasannya ditunda karena belum ada kesepakatan antara Panja RUU DKJ dari DPR dan pemerintah. DPR mengusulkan agar gubernur dan wakil gubernur ditunjuk oleh presiden, sedangkan pemerintah ingin tetap menggunakan sistem pemilihan langsung.

Keputusan untuk tetap menggunakan sistem pemilihan langsung diharapkan dapat menghasilkan pemimpin yang lebih demokratis dan akuntabel kepada rakyat.

Pemerintah Usul Pemenang Pilkada DKI Tak Harus 50 Persen Plus Satu

Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Ibukota Negara (DKI) Jakarta, Supratman Andi Agtas, menyampaikan bahwa pemerintah telah mengusulkan perubahan sistem pemilihan gubernur dan wakil gubernur (gub-wagub) DKI Jakarta.

Perubahan Usulan Pemerintah:

  • Pemenang pilkada tidak harus memperoleh 50 persen plus satu suara.
  • Pemenang pilkada ditentukan berdasarkan peraih suara terbanyak.

Alasan Usulan Pemerintah:

  • Meminimalisasi pembelahan di masyarakat.
  • Menekan pembiayaan pilkada.

Pemerintah mengusulkan sistem pilkada DKI Jakarta mengikuti sistem pilkada daerah lain, di mana pemenang ditentukan berdasarkan peraih suara terbanyak, tanpa syarat 50 persen plus satu. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi pembelahan di masyarakat dan menekan pembiayaan pilkada.

Suhajar Diantoro, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, menjelaskan bahwa usulan baru dari pemerintah tersebut sesuai dengan ketentuan pilkada yang telah berlaku, khususnya UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Tidak hanya itu, usulan tersebut juga merujuk pada undang-undang khusus lainnya, seperti yang berlaku di Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Daerah Khusus Provinsi Papua.

Semua sama dengan berlakunya pilkada. Jadi, satu kali pemilihan, pemilik suara terbanyak adalah pemenangnya,” kata Suhajar.

Firman Soebagyo, Anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Dewan Kehormatan Penyelenggara Negara (RUU DKJ) dari Fraksi Partai Golkar, menyatakan bahwa semua partai sepakat secara aklamasi dengan usulan yang diajukan pemerintah. Meskipun demikian, ia tidak menutup kemungkinan bahwa di dalam struktur internal fraksi partai politik, terdapat beberapa pihak yang mengusulkan dan menginginkan agar gubernur dan wakil gubernur ditunjuk langsung oleh presiden.

Tetapi, kelemahannya, kan, kalau ditunjuk, gubernur yang dipilih tidak lebih fokus ke rakyat, tetapi fokus pada siapa yang menunjuk. Loyalitasnya tuh beda. Ini kami enggak mau. Ini akan mendegradasi demokrasi kita. Karena itu sudah ada kesepakatan dengan DPR dan pemerintah bahwa ini akan diproses melalui pilkada secara langsung dan prosesnya seperti sebagaimana pilkada,” tuturnya.

Menurut peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Muhammad Nur Ramadhan, mekanisme sistem pemilihan gubernur dan wakil gubernur Dewan Kehormatan Jakarta (DKJ) pada dasarnya tidak memerlukan perdebatan lebih lanjut. Sistem pemilihan secara langsung oleh rakyat telah terbukti efektif dalam penyelenggaraan pemerintahan Jakarta dan dipandang sebagai pilihan yang tepat.

Partisipasi langsung dari masyarakat Jakarta memungkinkan untuk menghasilkan tokoh-tokoh yang lebih representatif dan mendorong akuntabilitas yang lebih besar terhadap gubernur dan wakil gubernur yang terpilih,” ujar Nur Ramadhan.

Nur Ramadhan melanjutkan bahwa pendekatan ini memungkinkan para pemilih secara langsung memilih calon yang mereka yakini dapat mewakili kepentingan mereka dengan baik. Pemilihan langsung oleh penduduk Jakarta tidak hanya mempertahankan pengawasan yang kuat dari masyarakat, tetapi juga menjamin agar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak terjerat dalam konflik kepentingan saat melakukan pengawasan terhadap kinerja gubernur dan wakil gubernur DKJ.

”Dengan mempertahankan sistem ini, transparansi dalam pemerintahan daerah dapat dipertahankan dan masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam proses pemilihan serta pengawasan pemerintahan mereka. Maka dari itu, perlu untuk menjaga konsistensi dalam sistem pemilihan yang telah terbukti efektif untuk memastikan kelancaran dan keberlanjutan pemerintahan daerah Jakarta,” ucap Nur Ramadhan.

Lebih lanjut, pemilihan langsung oleh penduduk Jakarta mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi yang menjadi dasar sistem pemerintahan di Indonesia. Mengubah mekanisme ini dengan memindahkan proses pemilihan ke tangan DPRD provinsi dinilai akan mereduksi nilai-nilai demokrasi lokal, bahkan menghilangkan hak politik bagi penduduk Jakarta.

Dengan merujuk pada konstruksi Pasal 18B Ayat (1) UUD 1945, yang menegaskan kekhususan dan keistimewaan yang dimiliki oleh setiap daerah, penting untuk dicatat bahwa kekhususan dalam menjalankan otonomi daerah didasarkan pada pendekatan kultural historis dari daerah tersebut. Namun, wilayah Jakarta tidak memiliki justifikasi dan urgensi kultural historis yang cukup untuk mengubah pemilihan menjadi tidak langsung atau melalui penunjukan yang tidak demokratis.

Terlebih lagi, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019, tanggal 26 Februari 2020, dan Nomor 85/PUU-XX/2022, pada 29 September 2022, kembali menegaskan pentingnya mempertahankan sistem pemilihan kepala daerah yang berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Dengan demikian, pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jakarta secara langsung oleh rakyat dianggap sudah tepat menurut Nur Ramadhan.

Selain itu, PSHK menekankan agar pembahasan Rancangan Undang-Undang Dewan Kehormatan Jakarta (RUU DKJ) tidak dilakukan secara terburu-buru dan ceroboh. Karena ada sejumlah substansi yang memerlukan pembahasan mendalam, seperti pengaturan mengenai kawasan aglomerasi, termasuk perubahan signifikan dalam struktur pemerintahan daerah Jakarta.Top of Form

”Pembahasan harus tetap komprehensif dan akuntabel, dengan mengedepankan proses yang transparan dan mewujudkan partisipasi publik yang bermakna. Tidak hanya melaksanakan rapat dan membahas secara internal, tetapi juga harus ada keterbukaan informasi publik, dan proses pembahasan yang melibatkan para pemangku kepentingan,” tuturnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.