Opini

Skincare Ilegal dan Perlindungan Hukum terhadap Konsumen

Dhea Salsabila
1386
×

Skincare Ilegal dan Perlindungan Hukum terhadap Konsumen

Sebarkan artikel ini
Skincare ilegal dan perlindungan hukum konsumen
Ilustrasi Gambar oleh Penulis

Literasi Hukum – Menjamurnya brand kecantikan atau skincare di Indonesia membuat para pemilik bisnisterus bersaing dalam menarik hati konsumen. Berbagai klaim manfaat dipaparkan sebagai upaya marketing dan meningkatkan penjualan.

Namun, kurangnya pengawasan mengenai standardisasi mutu barang menjadikan penyebaran produk skincare ilegal marak terjadi. Hal tersebut tentu merugikan konsumen karena dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya.

Artikel ini membahas tentang fenomena skincare ilegal dan perlindungan hukum terhadap konsumen yang menggunakannya.

Fenomena Skincare Ilegal

Kemunculan berbagai produk kecantikan yang kian masif memang menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku usaha untuk menggaet konsumen. Tak jarang, over branding yang dilakukan oleh perusahaan skincare kerap membuat masyarakat kesulitan dalam menentukan produk mana yang benar-benar berkualitas.

Era perdagangan bebas mengakibatkan tingginya tindak kecurangan atas ulah para pelaku usaha. Guna mendapatkan keuntungan bisnis, mereka mempromosikan perawatan kulit yang tidak mengikuti standar pendirstribusian. Saat ini, telah banyak ditemukan produk skincare yang dipatok dengan harga lebih murah dari harga pasar karena Badan POM belum memberikan izin edar.

Produk skincare ini tidak hanya ilegal, tetapi juga memiliki dampak yang serius terhadap kulit wajah jika digunakan dalam jangka waktu yang panjang. Penggunaan produk tersebut mungkin terkesan aman pada awal penggunaan. Namun, dalam beberapa waktu kedepan tentu memiliki dampak yang berbahaya.

Maraknya produk skincare ilegal yang tidak terdaftar dan tanpa sertifikasi yang didistribusikan oleh pelaku usaha seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001, pemerintah bertugas melindungi hak-hak pelaku usaha sekaligus mendorong pelaku usaha untuk melaksanakan tanggung jawab mereka, termasuk tanggung jawab dalam memenuhi hak-hak konsumen.

Hak-Hak Konsumen Skincare

Konsumen merupakan setiap orang yang menggunakan barang maupun jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, serta mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Dalam hal ini, konsumen memiliki beberapa hak yang telah tercantum pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

  1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
  2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang di janjikan
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
  4. Hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
  6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
  7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
  8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
  9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban Pelaku Usaha

Sebelum membahas mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen, perlu diketahui kewajiban pelaku usaha dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

  1. Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
  2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan
  3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
  4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku
  5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan
  6. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang di perdagangkan
  7. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang di terima atau di manfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Adapun beberapa hal yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha juga telah diatur dalam Pasal 8 ayat (1) huruf (d) dan (f) UU Perlindungan Konsumen, yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut

e. tidak sesuai dengan janji dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.

Di samping itu, diatur pula dalam Pasal 9 ayat (1) huruf j dan k UU Perlindungan Konsumen, yakni pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:

j. menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap

k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Skincare Ilegal

Merujuk pada pasal-pasal di atas, konsumen skincare ilegal dapat melakukan gugatan ganti rugi atau kompensasi kepada pelaku usaha. Pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa:

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Pasal di atas mengisyaratkan bahwa ganti rugi yang harus dipertanggung jawabkan harus sesuai dengan kerugian yang diterima konsumen setelah menggunakan produk skincare tersebut. Ganti rugi yang dimaksud dapat berupa pengembalian uang maupun penggantian barang yang sejenis/setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.

Adapun penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan melalui jalur non litigasi (di luar pengadilan atau melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa konsumen) atau melalui jalur litigasi (peradilan umum).

Sedangkan lembaga untuk membantu para konsumen atau pelaku usaha dalam menyelesaikan sengketa yakni Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). BPSK berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen yaitu pemberian ganti rugi berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp200 juta.

Selain itu, pelaku usaha yang melanggar ketentuan Pasal 8 dan 9 UU Perlindungan Konsumen sebagaimana disebutkan di atas dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.

Pidana UU Kesehatan terhadap Skincare Ilegal

Ketentuan mengenai skincare atau kosmetik juga diatur dalam Undang-Undang Kesehatan. Pasal 138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa:

Setiap orang dilarang mengadakan, memproduksi, menyimpan, mempromosikan, dan/atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu.

Kemudian, dilanjutkan pada Pasal 138 ayat (4) UU Kesehatan:

Pengadaan, produksi, penyimpanan, promosi, peredaran, dan pelayanan sediaan farmasi harus memenuhi standar dan persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun sanksi terhadap skincare ilegal diatur dalam Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) UU Kesehatan:

Setiap orang yang melanggar ketentuan sediaan farmasi yang memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu dipidana penjara paling lama 12 tahun atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.