OpiniPidana

Tahap Pra Penuntutan dalam Hukum Acara Pidana: Koordinasi Peran antara Penyidik dan Penuntut Umum

Dini Wininta Sari, S.H.
1743
×

Tahap Pra Penuntutan dalam Hukum Acara Pidana: Koordinasi Peran antara Penyidik dan Penuntut Umum

Sebarkan artikel ini
Pra penuntutan dalam hukum acara pidana
Ilustrasi Gambar oleh Penulis

Literasi Hukum – Pra penuntutan adalah wewenang Jaksa Penuntut Umum untuk mengawasi perkembangan penyidikan, mempelajari kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan, dan memberikan petunjuk kepada penyidik dalam rangka penyempurnaan berkas perkara.

Artikel ini menjelaskan definisi dan mekanisme pra penuntutan, termasuk koordinasi antara Penyidik dan Penuntut Umum, penelitian kelengkapan formil dan materiil oleh Penuntut Umum, serta kewajiban penyidik untuk melengkapi berkas perkara setelah menerima petunjuk dari Penuntut Umum.

Pengertian Pra Penuntutan

Dalam ketentuan umum Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 14 huruf b terdapat istilah pra penuntutan yang menyatakan: Penuntut umum mempunyai wewenang mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan Pasal 110 ayat (3) dan (4) dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik. 

Selain itu, dalam penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga terdapat definisi pra penuntutan : “pra penuntutan adalah tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan”. 

Definis lain diberikan oleh Andi Hamzah menyatakan bahwa pra penuntutan merupakan tindakan penuntut umum untuk memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan oleh penyidik. 

Dengan demikian, dapat disimpulkan definisi dari pra penuntutan yaitu wewenang Jaksa Penuntut Umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberi petunjuk kepada penyidik dalam rangka penyempurnaan berkas perkara.

Mekanisme Pra Penuntutan

Penuntut umum menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari penyidik kepolisian, maka kemudian dilakukan koordinasi antara Penyidik dan Penuntut Umum di Kepolisian maupun Kejaksaan. Dalam hal ini kepolisian dapat mengundang penuntut umum ke kepolisian pada saat melakukan ekspose (gelar) perkara, atau dapat juga dilakukan di kejaksaan. Tujuannya agar setiap berkas perkara yang diserahkan pada tahap pertama oleh Penyidik telah dilakukan koordinasi dan konsultasi terlebih dahulu dengan tim Kejaksaan. Kemudian atas dasar ekpose perkara bersama tersebut, dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pelaksanaan Koordinasi dan Kosultasi antara Penyidik dengan Penuntut Umum.

Setelah Penuntut Umum menerima berkas perkara tahap pertama dari Penyidik, Penuntut Umum harus melakukan penelitian kelengkapan berkas perkara baik formil maupun materil. 

Penelitian kelengkapan formil berkas perkara merupakan penelitian yang menyangkut administrasi perkara yang sangat penting sebagai dasar pemeriksaan perkara di sidang pengadilan. Penelitian kelengkapan materiil menyangkut penelitian terhadap alat-alat bukti yang sesuai dengan undang-undang dalam rangka membuktikan tindak pidana yang disangkakan kepada seseorang, modus operandinya atau cara tindak pidana dilakukan, peran tersangka dalam perkara yang bersangkutan, pertanggungjawaban pidana, locus dan tempus delicti yakni waktu dilakukannya tindak pidana dan tempat terjadinya tindak pidana.

Penelitian Kelengkapan Berkas Perkara oleh Penuntut Umum

Berkas perkara yang diterima oleh Penuntut Umum untuk diteliti (P-16) harus segera diberitahukan kepada penyidik apabila hasil penyidikan itu belum lengkap dengan membuat P-18 dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari. Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari, Penuntut Umum harus mengembalikan berkas perkara ke penyidik. Pemberitahuan yang telah dikirim sebelumnya kepada Penyidik, harus segera dilakukan pengembalian berkas perkara disertai petunjuk mengenai hal-hal yang harus dilakukan oleh penyidik untuk melengkapi dan menyempurnakan berkas perkara tersebut dengan membuat P-19.

Penuntut Umum harus menguraikan menguraikan secara cermat, jelas dan lengkap dalam P-19 tersebut terkait hal-hal yang harus dilengkapi oleh Penyidik sesuai ketentuan Pasal 138 ayat (2) juncto Pasal 110 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP. 

Apabila Penuntut Umum berpendapat hasil pemeriksaan penyidik terhadap saksi, tersangka, ahli, dan lainnya masih perlu dilengkapi dengan penyidikan tambahan dalam rangka penyempurnaan untuk membuktikan di muka sidang pengadilan, maka Penuntut Umum wajib memberi petunjuk terkait hal-hal yang perlu dilakukan penyidik. Petunjuk-petunjuk tersebut dapat berupa:

  1. Pertanyaan tambahan kepada para saksi, ahli atau tersangka;
  2. Pertanyaan tambahan harus diberikan secara tertulis;
  3. Pertanyaan harus terarah kepada pembuktian tindak pidana tersangka terutama unsur tindak pidana mana yang belum dapat dibuktikan atau diungkap serta alat-alat bukti mana yang perlu ditambah pemeriksaannya; 
  4. Pertanyaan yang diberikan harus jelas dan terperinci dengan bahasa yang mudah dimengerti dan dapat dilaksanakan oleh Penyidik; 
  5. Penyitaan terhadap benda yang mana akan digunakan sebagai barang bukti demi mendukung dapat terbuktinya tindak pidana yang dilakukan tersangka. 

Apabila menurut Penuntut Umum berkas perkara telah lengkap baik formil maupun materiil, maka Penuntut Umum segera meminta kepada Penyidik agar tersangka dan barang bukti yang bersangkutan untuk diserahkan kepada Kejaksaan. Surat pemberitahuan bahwa berkas perkara telah lengkap kepada Penyidik dituangkan dalam formulir dengan kode P-21.

Disisi lain, jika dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari Penuntut Umum tidak menyampaikan pemberitahuan kepada Penyidik mengenai belum lengkapnya berkas perkara, dengan demikian dalam waktu 14 (empat belas) hari berkas perkara dinyatakan lengkap demi hukum. Penyidik dapat langsung menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Kejaksaan.

Penyerahan berkas perkara tahap kedua dilakukan apabila hasil penyidikan telah lengkap atau tidak ada pemberitahuan dari Penuntut Umum mengenai belum lengkapnya berkas perkara atau apabila jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal penerimaan berkas serta Penuntut Umum tidak mengembalikan berkas perkara. Dengan adanya penyerahan tahap kedua tersebut maka dengan sendirinya telah terjadi penyerahan tanggung jawab yuridis atas berkas perkara termasuk tanggung jawab atas tersangka antara Penyidik dengan Penuntut Umum.

Pasal 139 KUHAP menjelaskan bahwa Penuntut Umum segera menentukan apakah berkas perkara tersebut telah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan, setelah menerima hasil penyidikan yang lengkap dari Penyidik. 

Referensi

  • Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, 2006, Jakarta. 
  • Osman Simanjuntak, “Teknik Perumusan Perbuatan Pidana dan Azas-Azas Umum”, 1997, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Jakarta 
  • Suhario, RM. Penuntutan Dalam Praktek Peradilan, 2006, Sinar Grafika, Jakarta.
*Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Literasi Hukum Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Penuntutan Asas Oportunitas Asas Legalitas
Pidana

Pelajari seluk beluk penuntutan dalam hukum pidana Indonesia. Temukan definisi lengkap, ruang lingkup, dan perbedaan antara asas legalitas dan oportunitas yang menjadi landasan penuntutan. Pahami bagaimana penuntutan berkontribusi dalam sistem peradilan pidana.

Praperadilan: Pengertian, Pihak, Mekanisme, dan Hakikat
Ilmu Hukum

Literasi Hukum – Praperadilan merupakan salah satu lembaga hukum acara pidana yang penting dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Praperadilan merupakan kewenangan Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus tentang sah atau…