Literasi Hukum – Pers dan media massa merupakan pilar keempat demokrasi setelah lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Keduanya memiliki peran untuk menyampaikan informasi kepada publik secara bebas, jujur, dan berimbang.
Kemerdekaan pers maupun media massa menjadi salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Artikel ini membahas tentang paradigma atas keberadaan pers maupun media massa selaku pilar demokrasi di Indonesia.
Mengenal Pers dan Media Massa
Secara etimologi kata pers berasal dari bahasa Latin perssare, yakni dari kata premere yang berarti “tekan” atau “cetak”. Dalam arti sempit, pers dapat dimaknai sebagai media cetak, seperti koran, majalah, dan sebagainya.
Adapun dari segi terminologi, pers merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan berbagai kegiatan jurnalistik. Aktivitas tersebut meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Pengertian tersebut merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yakni pada Bab I Pasal 1.
Sedangkan media massa merupakan alat atau sarana untuk menyebarkan berita, opini, komentar, hiburan, dan lain sebagainya yang dapat diakses oleh masyarakat luas. Media massa berperan sebagai komunikator serta agen of change yang mampu mempengaruhi khalayak melalui setiap informasi yang disajikan.
Dalam hal ini, terdapat 5 fungsi media massa, meliputi fungsi pengawasan (surveillance), penafsiran (interpretation), pertalian (linkage), penyebaran nilai-nilai (transmission of value), serta fungsi hiburan (entertainment). Secara lebih detail, fungsi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Fungsi Pengawasan (Surveillance)
Fungsi pengawasan dalam media massa dibagi dalam 2 bentuk, yakni:
a. Pengawasan Peringatan (Warning or Beware Surveillance)
Fungsi ini terjadi ketika media massa memberikan informasi terkait adanya ancaman, baik itu berupa bencana alam, seperti gunung meletus, angin topan, maupun tayangan yang memperlihatkan kondisi memprihatinkan, seperti inflasi atau adanya serangan militer.
b. Pengawasan Instrumental (Instrumental Surveillance)
Pengawasan instrumental merupakan fungsi media massa untuk menyampaikan atau menyebarkan informasi yang dapat membantu masyarakat dalam kehidupan sehari- hari.
2. Fungsi Penafsiran (Interpretation)
Media massa tidak hanya menyajikan fakta dan data kepada masyarakat, melainkan juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Hal ini bertujuan untuk mengajak para pembaca atau pemirsa untuk memperluas wawasan serta memberikan pembahasan secara lebih mendalam melalui komunikasi antarpersonal atau komunikasi kelompok.
3. Fungsi Pertalian (Linkage)
Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga dapat membentuk pertalian (linkage) berdasarkan kepentingan serta minat yang sama terhadap sesuatu.
4. Fungsi Penyebaran Nilai-Nilai (Transmission of Values)
Fungsi ini juga disebut juga fungsi sosialisasi (socialization). Sosialisasi mengacu pada kondisi di mana individu tergerak untuk mengadopsi perilaku atau nilai dari suatu kelompok.
5. Fungsi Hiburan (Entertainment)
Media massa sebagai sarana entertaintment bertujuan untuk mengurangi ketegangan pikiran dari masyarakat atau netizen. Fungsi ini dapat berupa sajian berita-berita ringan atau tayangan video yang menghibur.
Pers dan media massa secara sekilas memang terlihat sama. Namun, terdapat perbedaan yang mendasar antara kedua istilah tersebut. Pers merupakan lembaga yang memproduksi atau menerbitkan suatu informasi, sedangkan media massa adalah sarana yang menyebarkan produk dari pers.
Akan tetapi, baik pers maupun media massa keduanya memiliki urgensi serta peran yang penting dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
Pers dan Media Massa sebagai Pilar Demokrasi
Secara etmologi, demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” dan “kratos”. Demos bermakna rakyat atau khalayak, sementara kratos bermakna pemerintahaan.
Sedangkan secara istilah, demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang memberikan hak serta kebebasan kepada warga negaranya untuk berpendapat dan turut serta dalam pengambilan keputusan di pemerintahan.
Demokrasi dapat dilihat berdasarkan dua perspektif. Pertama, demokrasi dipandang secara nyata berdasarkan realitas kehidupan sehari-hari. Kedua, demokrasi dipandang sebagaimana ia dicitrakan oleh media massa.
Demokratisasi dalam suatu negara tidak akan berjalan maksimal jika hanya mengandalkan peran parlemen. Oleh karena itu, keberadaan pers dan media massa sangat diperlukan sebagai sarana komunikasi antara pemerintah dengan rakyat maupun rakyat dengan rakyat.
Penyebaran informasi melalui media massa sejalan dengan asas demokrasi, yakni adanya konsep transformasi secara menyeluruh dan terbuka. Dalam hal ini, diperlukan kebebasan pers untuk mendukung tegaknya demokrasi, keadilan, dan kebenaran.
Pilar keempat demokrasi pertama kali dicetuskan oleh Edmund Burke pada akhir abad ke-18. Istilah tersebut menunjukkan bahwa kekuasaan politik yang dimiliki pers setara dengan ketiga pilar lainnya yang ada dalam kehidupan di Inggris, yakni Tuhan, Gereja, dan Majelis Rendah.
Konsep tersebut jika dikaitkan dengan sistem demokrasi di Indonesia, maka kekuatan pers dianggap setara dengan pilar demokrasi lainnya, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Kekuasaan pers di sini merujuk pada kekuatan untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan menyalurkan aspirasi rakyat. Tidak hanya itu, pers dan media massa turut berperan untuk menggerakkan masyarakat agar mau menyampaikan suara mereka.
Terlebih, dalam momen-momen pemilu khususnya pemilihan presiden, lembaga pers maupun media massa memiliki peran penting untuk mempengaruhi pemikiran masyarakat. Berbagai media mulai dari koran, televisi, radio, hingga portal berita online secara masif menayangkan jalannya kampanye calon presiden.
Melalui tayangan tersebut, masyarakat diharapkan tergerak untuk menentukan pilihan sesuai preferensi masing-masing dan meminimalisir terjadinya golput.
Sebagai pilar keempat demokrasi, pers maupun media massa membutuhkan kebebasan dan independensi dalam menjalankan fungsinya.
Pasal 4 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi dari warga negara. Suatu lembaga pers juga tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan, dan pelarangan penyiaran. Kemerdekaan pers juga diwujudkan dengan adanya jaminan dari pemerintah untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan maupun informasi.
Demokrasi dalam bentuk kebebasan menyampaikan informasi terkadang juga disalahgunakan oleh lembaga pers dan media massa.
Pada masa pemilu, sejumlah wartawan maupun lembaga pers tentu menghadapi berbagai persoalan eksistensi akibat dari pemilik perusahaan media menjadi pemimpin partai atau malah turut berpartisipasi sebagai caleg dalam momen pemilu.
Dalam masa-masa ini, penjualan eksemplar media cetak dan rating media online mungkin akan meningkat. Iklan-iklan berbau kampanye sangat berpotensi untuk meningkatkan kekayaaan perusahaan. Tidak menutup kemungkinan pula lembaga pers dan media massa justru memiliki orientasi politik yang mendukung pemilik perusahaan tersebut.
Padahal, komitmen utama pers maupun media massa adalah kepentingan publik. Namun, pada kenyataannya, kebenaran yang seharusnya disampaikan oleh mereka justru kerap dicemari dengan berita hoaks.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) merilis bahwa setiap tahunnya terdapat ribuan situs penyebar hoaks di Indonesia. Berbagai situs tersebut bukan semata memuat kobohongan, tetapi juga menebar kebencian, prasangka buruk terkait suku, agama, ras, dan golongan (SARA), fitnah, dan provokasi ketidakpercayaan kepada badan-badan publik.
Pers dan media massa yang diharapkan mampu memberikan pengarahan dan informasi yang benar pada masyarakat justru menjadi ajang untuk menyuarakan sikap politik, keberpihakan, kebencian, dan permusuhan. Tak jarang, masyarakat juga kesulitan untuk membedakan informasi yang benar dan hoaks.
Oleh karena itu, dibutuhkan partisipasi masyarakat untuk turut mengawasi dan meminimalisir menyebaran hoaks sehingga peran lembaga pers maupun media massa tidak melenceng dari fungsinya sebagai pilar keempat demokrasi.