Literasi Hukum – Artikel ini membahas strategi pemberantasan tindak pidana narkotika di Indonesia melalui pendekatan reduksi supply dan demand. Penyelundupan narkotika, dikategorikan sebagai extraordinary crime, menunjukkan peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir dan dianggap mengancam keamanan nasional. Pembahasan meliputi analisis statistik penyelundupan, efek negatif narkotika, dan peran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Selanjutnya, artikel menjelaskan kebijakan pemerintah dalam memutus rantai pengguna narkotika (demand reduction) dan jaringan sindikat narkotika (supply reduction), serta penanganan yuridis atas kejahatan transnasional ini, termasuk sanksi pidana yang relevan.
Permasalahan Tindak Pidana Narkotika di Indonesia
Peredaran narkotika dari tahun ke tahun semakin marak terjadi di Indonesia. Tindakan tersebut tidak hanya terjadi di dalam negeri, namun hingga melintasi batas negara. Berdasarkan data statistik penanganan Narkotika Pusat Penelitian Data dan Informasi (Puslitdatin) Badan Narkotika (BNN), terdapat 461 kasus penyelundupan di tahun 2019, 568 kasus di tahun 2020, 449 kasus di tahun 2021, dan 768 kasus di tahun 2022 hingga Maret 2023.
Pada dasarnya, narkotika seringkali disalahgunakan sehingga menimbulkan efek negatif bagi penggunanya. Maka dari itu, segala hal yang berkaitan dengan narkotika, seperti penyalahgunaan, peredaran, dan penyelundupan narkoba sering dikatikan dengan kejahatan karena sering dianggap memberikan efek negatif dan menyebabkan penggunanya melakukan kejahatan.
Secara umum, permasalahan tindak pidana narkotika menjadi permasalahan bangsa Indonesia serta bangsa-bangsa di dunia, khususnya dalam kasus penyelundupan narkotika lintas negara. Penyelundupan narkotika dapat dikategorikan dalam Extraordinary Crime. Menurut BNN, bahwa jalur udara dan jalur laut menjadi jalur yang sering digunakan untuk menyelundupkan narkotika ke Indonesia. Jalur udara umumnya melalui Bangkok menuju kota-kota di Indonesia, seperti Medan, Jakarta, dan Bali.
Adanya penyelundupan narkotika tersebut akibat adanya proses supply dan demand narkotika di Indonesia dan Internasional. Ditambah lagi, pengaturan terkait rehabilitasi pelaku tindak pidana dinilai masih belum ketat. Hal tersebut yang menjadi tantangan dari pemberantasan penyelundupan narkotika. Untuk itu, bagaimana pemerintah mengatasi problematika tersebut agar tetap aman dari ancaman narkotika? Kemudian, bagaimana penanganan atas penyelundupan narkotika ditinjau dari aspek yuridis? Hal tersebut yang akan dibahas pada tulisan ini.
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, bahwa narkotika yang dapat mengancam bangsa Indonesia akibat efek negatif yang timbul akibat disalahgunakan. Di Indonesia, pengaturan hukum mengenai narkotika telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika). Dalam skala internasional, terdapat pengaturan hukum mengenai peredaran narkotika yang dirumuskan dalam The United Nation’s Single Convention on Narcotic Drugs 1961.
Selain itu, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk memberantas kasus penyelundupan narkotika dengan memperhatikan pada sisi penawaran dan permintaan atau dikenal supply and demand. Hal tersebut membuat pemerintah berupaya untuk mereduksi supply and demand sebagai langkah pemberantasan narkotika. Kebijakan tersebut merupakan upaya preventif oleh pemerintah dengan memutus rantai pengguna narkotika (demand reduction) dan upaya penegakan hukum (supply reduction) dengan memutus jaringan sindikat narkotika.
Supply Reduction
Secara lebih rinci, supply reduction merupakan upaya penanganan dalam memberantas narkotika yang bertujuan untuk mengurangi persediaan dan peredaran narkotika di masyarakat. Selain itu, pendekatan supply reduction digunakan untuk mencegah perdagangan narkotika serta memutus mata rantai distribusinya, termasuk dalam hal penyelundupan narkotika. Adapun ruang lingkup supply reduction, meliputi pengurangan produksi, pemutusan distribusi, dan perampasan aset. Pada tahap pengurangan produksi, upaya yang dilakukan dengan cara pemberantasan sumber narkotika, seperti penguatan peraturan lahan budidaya tanaman narkotika, pemberantasan organisasi perdagangan obat ilegal, peraturan obat-obatan yang ketat, serta pengawasan dan larangan prekursor terkait narkotika.
Selanjutnya terdapat tahap pemutusan distribusi yang dapat dilakukan dengan upaya pengurangan ketersediaan obat-obat terlarang. Menurut Office of National Drug Control Policy dilakukan dengan beberapa cara, antara lain membongkar peredaran narkotika dan rantai distribusinya, bekerjasama dengan lembaga internasional dalam penanggulangan narkotika, memberantas perdagangan narkotika melalui internet, membongkar infrastruktur produksi narkotika, mengawasi pengiriman barang di ekspedisi, serta meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum. Selain itu, terdapat tahap perampasan aset yang dilakukan dengan cara penyitaan terhadap barang narkotika.
Demand Reduction
Sedangkan demand reduction merupakan upaya penanggulangan narkotika yang bertujuanuntuk mengurangi permintaan narkotika. Hal tersebut umumnya dilakukan dengan cara-cara preventif, seperti diadakannya program pencegahan penyalahgunaan narkotika di masyarakat dan program untuk meningkatkan values, attitudes, skills, serta behaviour sehingga mendorong resistensi terhadap penyalahgunaan narkotika. Adapun ruang lingkup dari demand reduction, antara lain penguatan ketahanan (Imunitas) personal, penguatan ketahanan komunal (masyarakat), pemulihan kawasan rawan narkoba, dan penguatan program rehabilitasi.
Di samping itu, sebagai sebuah kejahatan maka perlu ada suatu tindakan memberantas penyelundupan maupun peredaran narkotika yang dapat mengancam keamanan bangsa. Untuk dapat melengkapi serta mendukung kebijakan supply and demand reduction narkotika, maka terdapat juga kebijakan penanggulangan kejahatan atas penyelundupan narkoba. Kebijakan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan penal atau sanksi pidana.
Eksistensi dari UU Narkotika adalah kebijakan hukum pidana dalam hal pemberantasan kejahatan narkotika. Secara umum, penyelundup atau pengedar dapat diorientasikan sebagi penjual, pemasok maupun pembeli untuk diedarkan, disimpan, dikuasai, serta yang menyangkut aktivitas penyulundupan narkotika melalui ekspor dan impor.
Dalam UU Narkotika, ketentuan pidana diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai dengan Pasal 148. Terdapat beberapa kategori tindakan melawan hukum yang dilarang dalam UU Narkotika yang disertai dengan ancaman sanksi pidana, khususnya yang berkaitan dengan penyelundupan narkotika. Kategori tersebut yakni pada Kategori II, berupa perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika dan precursor narkotika yang diatur pada Pasal 113, Pasal 118, Pasal 123, dan Pasal 129 huruf (b) UU Narkotika. Kemudian, terdapat pada Kategori IV berupa perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransit narkotika yang diatur pada Pasal 115, Pasal 120, Pasal 125, dan Pasal 129 huruf (d) UU Narkotika.
Selanjutnya, terkait jenis sanksi pidana yang diatur dalam UU Narkotika dalam hal penyelundupan narkotika diatur dalam pada beberapa pasal, antara lain Pasal 132 dan Pasal 133 UU Narkotika. Pasal 132 mengatur mengenai percobaan dan pemufakatan jahat melakukan tindak pidana narkotika dan Pasal 133 UU Narkotika bagi yang menyuruh maupun memberi narkotika secara ilegal, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 dan paling banyak Rp20.000.000.000,00.
Berdasarkan hal tersebut, pemberantasan penyelundupan narkotika merupakan permasalahan bagi bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa di seluruh dunia. Adanya penyelundupan narkotika tersebut termasuk dalam transnational crime karena marak terjadi hingga melewati batas negara. Kebijakan pemerintah untuk mengatasi problematika tersebut dengan langkah memutus rantai pengguna (demand reduction) dan memutus jaringan sindikat peredar narkotika (supply reduction). Selain itu, secara yuridis penanganan penyelundupan narkotika diatasi dengan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam UU Narkotika tersebut juga diatur mengenai sanksi dan ancaman pidana bagi yang melakukan tindak pidana narkotika, salah satunya penyelundupan narkotika yang diatur dalam Pasal 132 dan Pasal 133 UU Narkotika.
Di samping kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan, masih tetap terdapat celah dalam melakukan tindak pidana narkotika, khususnya penyelundupan narkotika. Maka yang harus diperhatikan dan dibenahi, yakni perlu adanya tindakan pemerintah untuk lebih waspada terhadap aktivitas-aktivitas jual beli barang baik di perbatasan negara maupun di dalam negeri. Selain itu, perlu adanya tindakan lebih tegas dari pemerintah untuk memberantas tindak pidana narkotika di Indonesia.
Dari sisi peraturan, apa yang dilakukan pemerintah berdasarkan perundang-undangan masih terdapat kekurangan, yang mana perlu diperinci mengenai rehabilitasi pelaku tindak pidana sehingga pelaku tidak mengulangi tindakan tersebut dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan tindak pidana narkotika, khususnya mengenai penyelundupan narkotika. Rehabilitasi juga perlu diberikan tidak hanya pada pelaku sebagai pengguna narkotika, akan tetapi juga terhadap pelaku yang mengedarkan narkotika walaupun tidak mengonsumsinya.
Referensi
- Dimas Putra Catur Prasetyo, dkk. 2023. “Penyelundupan Narkotika Nontraditional Syindicated di Asia Tenggara dan Oceania.” RechtIdee 18 (2): 2.
- Gukguk, Roni Gunawan Raja. 2019. “Tindak Pidana Narkotika Sebagai Transnational Organized Crime.” Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia 1 (3): 349.
- Muhamad, Simela Victor. 2015. “Kejahatan Transnasional Penyelundupan Narkoba Dari Malaysia ke Indonesia: Kasus di Provinsi Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat.” Politica 6 (1): 48-49.
- Nasional, Badan Narkotika. 2021. Indeks P4GN Pencegahan Dan Pemberantasan Penyalahgunaan Dan Peredaran Gelap Narkoba 2020. Jakarta: Badan Narkotika Nasional.
- Sudanto, Anton. 2017. “Penerapan Hukum Pidana Narkotika di Indonesia.” ADIL: Jurnal Hukum 7 (1): 150.
- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika