JAKARTA, LITERASI HUKUM — Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan telah berkomunikasi dengan fraksi-fraksi partai lain untuk bersama-sama menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Mahkamah Konstitusi (MK). Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menghargai sikap PDI-P tersebut dan menganggapnya sebagai hal yang biasa terjadi dalam proses legislasi.
Penolakan PDI-P terhadap revisi keempat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi ini merupakan hasil keputusan politik dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V PDI-P. Fraksi PDI-P di DPR pun berkomitmen untuk mengikuti keputusan partai dan menyuarakan penolakan ini dalam Rapat Paripurna DPR.
Anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Djarot Saiful Hidayat, seusai Rapat Paripurna Ke-18 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (28/5/2024), menyatakan bahwa fraksinya tidak dapat berjuang sendirian dalam menolak RUU MK. Oleh karena itu, mereka telah berkomunikasi dengan fraksi-fraksi lain untuk mendukung penolakan ini. Namun, Djarot belum menyebutkan fraksi mana saja yang telah diajak berkomunikasi dan belum bisa memastikan apakah fraksi-fraksi tersebut akan ikut menolak RUU MK.
“Sikap kami adalah untuk mencegah pasal-pasal yang berpotensi diselundupkan. Oleh karena itu, komunikasi dengan fraksi lain harus terus dibangun,” ujar Djarot.
Sebelumnya, RUU MK telah disepakati dalam pembicaraan tingkat I pada 13 Mei 2024, meskipun Fraksi PDI-P tidak hadir dalam pengambilan keputusan tersebut. Semua fraksi parpol telah menyetujui RUU MK. Saat ini, RUU sedang diharmonisasi oleh Badan Keahlian DPR dan menunggu penjadwalan oleh pimpinan DPR atau Badan Musyawarah DPR untuk disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR.
Djarot menekankan pentingnya posisi MK sebagai penjaga konstitusi, sehingga hakim MK harus independen, kredibel, dan mandiri. “Mereka adalah penjaga terakhir dari konstitusi,” tegasnya.
Karena itu, Fraksi PDI-P menolak pasal-pasal dalam RUU MK yang berpotensi melemahkan MK dan menghambat independensi serta kemandirian hakim-hakim MK. Mereka juga menolak pasal-pasal yang akan mengurangi kemandirian MK dalam menjaga konstitusi.
Fraksi PDI-P telah melobi pimpinan DPR agar RUU MK tidak segera dibawa ke rapat paripurna. Hingga rapat paripurna hari ini, tidak ada agenda pengambilan keputusan tingkat II atas RUU MK.
Mencari Titik Temu
Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil, mengaku belum mendapat informasi mengenai lobi-lobi Fraksi PDI-P ke fraksi partai lain untuk menolak RUU MK. Namun, ia menegaskan bahwa semua tahapan sudah selesai sehingga harapannya RUU MK bisa segera dibawa ke Rapat Paripurna. Seluruh fraksi juga sudah memberikan pendapat atas RUU MK.
“Kita tinggal menunggu keputusan di tingkat selanjutnya. Apakah ada fraksi yang tidak setuju atau memberikan catatan, kita lihat nanti,” ujar Nasir.
Menurut Nasir, pro-kontra terhadap sebuah RUU adalah hal yang biasa. Namun, jika ada fraksi yang menolak pengesahan RUU, seperti Fraksi PDI-P yang menolak RUU MK, hal ini biasanya diselesaikan di tingkat pimpinan DPR untuk mencari titik temu.
Fraksi PKS menghargai sikap penolakan PDI-P. Namun, Nasir belum bisa memastikan apakah fraksinya juga akan memberikan catatan atas pengesahan RUU MK nanti. “Kita lihat nanti. Setiap pimpinan fraksi sedang berkomunikasi, mencari titik temu atas perbedaan yang mereka miliki,” katanya.
Hak Partai
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, berpandangan bahwa sikap PDI-P terhadap RUU MK adalah hak partai yang harus dihargai. “Tidak masalah,” ujarnya.
Dasco menyebut, saat RUU MK dibahas, Fraksi PDI-P sudah menyatakan setuju agar RUU itu disahkan. Namun, perubahan sikap PDI-P terhadap RUU MK dianggapnya sebagai hal yang biasa dalam pembahasan RUU. “Kemarin setuju, sekarang tidak setuju, begitulah,” ungkap Dasco.
Saat ditanya apakah Fraksi PDI-P sudah berkomunikasi dengan para pimpinan DPR agar RUU MK tidak segera disahkan dan dibahas ulang, Dasco menyebut belum ada lobi-lobi tersebut. “Tidak ada,” tegasnya.
Menurutnya, RUU MK yang belum dibawa ke rapat paripurna hanya persoalan waktu, bukan karena penolakan PDI-P. “RUU MK itu dinamis, sedang dalam pembicaraan untuk difinalkan di rapat paripurna. Waktu pengambilan keputusan tingkat II bisa kapan saja, fleksibel,” tuturnya.
Untuk diketahui, revisi UU MK menuai penolakan dari kalangan akademisi dan masyarakat sipil. Salah satunya karena revisi yang mengatur ulang masa jabatan hakim konstitusi itu dinilai sebagai upaya untuk mengendalikan MK.