Jakarta, Literasi Hukum – Dalami Penggunaan Bansos, MK Pertimbangkan Permohonan Hadirkan Sri Mulyani hingga Airlangga. Kuasa hukum Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar telah mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memanggil beberapa menteri yang merupakan anggota Kabinet Indonesia Maju dalam sidang mengenai sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024. Permintaan ini juga didukung oleh kuasa hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Mereka berpendapat bahwa keterangan dari para menteri tersebut penting untuk memperdalam pemahaman tentang kebijakan pembagian bantuan sosial selama proses pemilu berlangsung.
Kuasa hukum Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD meminta Mahkamah Konstitusi untuk memanggil beberapa menteri yang terkait, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, untuk memberikan keterangan dalam persidangan sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024. Mereka berargumen bahwa informasi dari para menteri tersebut sangat penting untuk mendalami kebijakan pembagian bantuan sosial selama periode pemilu.
Ari Yusuf Amir, salah satu kuasa hukum dari Anies-Muhaimin, menegaskan bahwa keterangan yang jelas dan terperinci dari keempat menteri tersebut sangat penting dalam persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden. Mereka percaya bahwa keempat menteri tersebut dapat memberikan penjelasan yang relevan terkait dengan fakta-fakta dan bukti yang telah disampaikan kepada majelis hakim konstitusi, terutama terkait dengan pembagian bantuan sosial (bansos).
Todung Mulya Lubis, kuasa hukum dari tim Ganjar Pranowo-Mahfud MD, secara resmi mendukung permintaan tim Anies-Muhaimin untuk menghadirkan sejumlah menteri dalam persidangan. Namun, dalam konteks ini, jika tim Anies-Muhaimin menginginkan kehadiran empat menteri, tim Ganjar-Mahfud meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghadirkan tiga menteri saja. Selain Menteri Keuangan dan Menteri Sosial, mereka juga meminta MK untuk menghadirkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, yaitu Muhadjir Effendy.
”Kami banyak sekali mengajukan hal-hal yang berkaitan dengan bansos, kaitannya dengan kebijakan fiskal dan yang lain-lain. Maka, kami juga ingin mengajukan permohonan yang sama (menghadirkan menteri),” kata Todung dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (28/3/2024).
Pada Kamis pagi hingga malam, sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden digelar. Agenda sidang meliputi penyampaian jawaban dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), pihak terkait, serta keterangan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Kami telah mengajukan banyak hal yang terkait dengan program bantuan sosial (bansos), termasuk dalam konteks kebijakan fiskal dan aspek lainnya. Oleh karena itu, kami juga ingin mengajukan permohonan yang sama untuk menghadirkan menteri terkait.
Kuasa hukum dari tim Ganjar-Mahfud, Maqdir Ismail, menambahkan bahwa permintaan untuk menghadirkan saksi atau ahli dari kementerian sangatlah penting untuk membuktikan dalil-dalil yang telah disampaikan kepada majelis hakim konstitusi. Hal ini terutama berkaitan dengan kebijakan bansos yang diterapkan oleh pemerintah selama tahapan pemilu berlangsung.
Bansos digunakan berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang merupakan milik negara, bukan kepemilikan individu. Penggunaan anggaran dari pemerintah untuk berbagai program bansos yang dilaksanakan menjelang pemilu diperkirakan mencapai jumlah yang sangat besar, yakni sekitar Rp 495 triliun.
”Kami harapkan diberi kesempatan untuk meminta mereka dihadirkan sehingga bisa menerangkan apa yang menjadi dasar dan pertimbangan penggunaan bansos yang sampai Rp 495 triliun,” ujar Maqdir.
Otto Hasibuan, kuasa hukum dari pihak terkait, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, menyatakan bahwa mereka meninggalkan keputusan mengenai permohonan untuk menghadirkan menteri kepada kebijaksanaan majelis hakim konstitusi. Namun, Hasibuan menekankan bahwa dalam konteks Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), hal ini bukanlah perkara norma yang sedang diajukan. Oleh karena itu, menurutnya, keterangan dari menteri sebenarnya tidak diperlukan dalam sidang tersebut.
”Perlu juga dipertimbangkan relevansi dari kehadiran menteri tersebut untuk perkara ini,” ujarnya.
Atas permohonan tersebut, Ketua Majelis Hakim Pemeriksa, Suhartoyo, menyatakan bahwa majelis akan mempertimbangkan permohonan untuk menghadirkan para menteri dalam persidangan. Namun, MK juga akan berhati-hati dalam hal memanggil menteri tersebut karena ada potensi keberpihakan yang bisa mempengaruhi objektivitas sidang. Jika memang diperlukan, kehadiran para menteri bukanlah sebagai saksi atau ahli, melainkan sebagai pihak yang ingin memberikan keterangan yang relevan kepada mahkamah.
”Mahkamah bisa memanggil sepanjang diperlukan oleh mahkamah. Bisa jadi yang diusulkan tadi memang diperlukan juga. Itu sangat tergantung juga dari pembahasan kami di rapat permusyawaratan hakim,” katanya.
Jika nantinya sejumlah menteri dihadirkan dalam persidangan, Suhartoyo menegaskan bahwa para pihak yang terlibat dalam sengketa tidak diperbolehkan mengajukan pertanyaan kepada para menteri tersebut. Hal ini karena yang membutuhkan keterangan dari menteri adalah mahkamah, sehingga yang berwenang untuk mengajukan pertanyaan adalah mahkamah.