Literasi Hukum – Dalam beberapa praktek di persidangan, berita sering menayangkan suatu badan yang hadir didalam pengadilan untuk memberikan masukan mengenai perkara yang sedang berlangsung. Badan ini bukan merupakan pihak yang terlibat dalam perkara tersebut. Mereka adalah Amicus Curiae atau juga biasa disebut sebagai sahabat pengadilan. Siapakah mereka?
Siapa Amicus Curiae?
Amicus Curiae atau sahabat pengadilan adalah suatu konsep hukum yang memberikan ruang kepada pihak ketiga untuk memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan. Amicus Curiae bukan merupakan bagian dari pihak yang berperkara, akan tetapi perannya adalah sebagai pihak yang merasa memiliki kepentingan atau menaruh perhatian terhadap perkara tersebut.
Amicus Curiae dapat terdiri dari orang perorangan atau gabungan dari beberapa institusi atau organisasi. Hakim akan menggunakan pendapat hukum yang diajukan oleh mereka sebagai bahan pertimbangan untuk memeriksa dan memutus perkara yang sedang berlangsung. Pendapat hukum yang diberikan tidak bersifat intervensi, akan tetapi hanya sebagai masukan yang tidak mengikat. Pendapat yang diberikan juga bukan termasuk tindak perlawanan. Pendapat ini dapat diajukan dalam bentuk tulisan ataupun lisan.
Amicus Curiae dalam sistem hukum Indonesia
Praktek Amicus Curiae didalam peradilan umumnya berkembang dan dipraktekkan dalam sistem hukum Common Law. Indonesia sendiri merupakan sebuah Negara dengan sistem hukum Civil Law. Inilah sebabnya peraturan mengenai praktek Amicus Curiae tidak diatur dalam sistem peradilan.
Akan tetapi, dalam beberapa catatan yang pernah diberikan kepada pengadilan, pihak-pihak ini mengambil dasar hukum dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa Hakim dan Hakim Konstitusi memiliki kewajiban untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan juga rasa keadilan yang hidup didalam masyarakat.
Dapat juga melihat pada Pasal 14 ayat (4) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 yang menyebutkan bahwa mengenai pihak terkait yang berkepentingan tidak langsung adalah: 1). Pihak yang karena kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya perlu didengar keterangannya; dan 2). Pihak yang perlu didengar keterangannya sebagai ad informandum, yaitu pihak yang hak dan/atau kewenangannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan, tetapi karena kepeduliannya yang tinggi terhadap permohonan dimaksud.
Kemudian dalan Pasal 180 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan. Frasa “oleh yang berkepentingan” secara tidak langsung merujuk pada Amicus Curiae.
Amicus Curiae hadir untuk membawa dan mewakili rasa keadilan yang ada dalam masyarakat. Mereka membantu Hakim untuk melihat perasaan dan pikiran yang ada didalam masyarakat mengenai suatu perkara, sehingga Hakim dapat melebarkan pandangannya mengenai nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut.
Praktek Amicus Curiae dalam Peradilan di Indonesia
Erasmus Napitupulu, Ketua ICJR (Institute for Criminal Justice Reform) mengirimkan surat Amicus Curiae atau sahabat pengadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai barisan pendukung Richcard Eliezer, salah satu terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Amicus Curiae dikirimkan dengan membawa tujuan agar vonis Eliezer diringankan. Dalam surat dukungan tersebut, terlihat jelas pada halaman depan, ICJR menuliskan kalimat “Kejujuran hati harus dihargai”.
Tidak sendirian, ICJR bergandeng tangan bersama dengan PILNET dan ELSAM dalam tindakan ini. Erasmus menilai bahwa Richcard memiliki peran penting dalam membongkar skenario bohong ke-4 terdakwa lainnya. Dengan demikian, menurutnya akan sangat pantas jika Eliezer menerima hukuman yang lebih ringan dibandingkan terdakwa yang lain.
Erasmus mengatakan bahwasanya ICJR mengirimkan Amicus Curiae sebagai bentuk dukungan dari masyarakat kepada pengadilan, agar pengadilan dapat memberi putusan yang seadil-adilnya. Selama proses persidangan, awalnya ICJR menilai bahwa hakim dan jaksa penuntut umum memperlakukan Richcard Eliezer atau Bharada E dengan baik. Namun, ketika jaksa menuntut Eliezer dengan 12 tahun penjara, ICJR menilai mulai terlihat ketidakkonsistenan didalam diri jaksa.
Bagi Erasmus, vonis ringan terhadap Bharada E menjadi hal yang penting untuk praktek peradilan Indonesia kedepannya. Ia mengatakan bahwa Amicus Curiae diluncurkan pada persidangan untuk membantu Richcard Eliezer pada dasarnya adalah untuk mengkampanyekan Justice Colllaborator pada kasus-kasus seterusnya. Tujuannya adalah agar publik mengerti bahwa menjadi Justice Collaborator adalah dilindungi secara sistematis, dan akan dipertimbangkan dalam putusan pengadilan.
“Kepentingan kami tidak hanya soal Bharada E, bukan soal kasus ini, namun ini terkait pesan penting yang hendak disampaikan kepada masyarakat. Bahwa jangan takut untuk memberikan keterangan, untuk membongkar kasus besar. Penting juga bagi hakim dan jaksa untuk mendukung Justice Collaborator dikarenakan akan sulit apabila keduanya tidak mendukung sistem tersebut dalam pengadilan, terutama dalam kasus-kasus besar seperti korupsi dan narkotika yang sangat terorganisir dan sulit terungkap”.
“Jadi, supaya hakim tau bahwa hakim tidak berjalan sendirian. Bahwa ada sistem besar yang harus kita selamatkan yaitu sistem Justice Collaborator. Jangan sampai ada yang mengatakan bahwa apa pentingnya menjadi Justice Collaborator, sudah capek di persidangan, membongkar kebenaran, tapi tuntutan atau putusannya masih berat”. ucap Erasmus Napitupulu pada hari Senin, 30 Januari 2023 lalu.