Berita

Hak Angket Kecurangan Pilpres: Masinton PDI-P Dorong Langkah untuk Keadilan dan Demokrasi

Redaksi Literasi Hukum
223
×

Hak Angket Kecurangan Pilpres: Masinton PDI-P Dorong Langkah untuk Keadilan dan Demokrasi

Share this article
Hak Angket DPR Masinton
Masinton Pasaribu. Dok. Parlemen DPR RI

Jakarta, Literasi Hukum – Anggota DPR RI dari Fraksi PDI-P, Masinton Pasaribu, meyakini bahwa pembahasan mengenai kemungkinan penggunaan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 akan diadakan di parlemen oleh berbagai partai politik. Menurutnya, hak angket dianggap sebagai strategi politik yang dapat digunakan untuk membuktikan dugaan ketidakberesan dalam Pilpres 2024.

Masinton menyatakan pendapat ini dalam program “Satu Meja The Forum” yang disiarkan oleh Kompas TV pada Rabu malam, 28 Februari 2024. Dia juga menekankan bahwa ide penggunaan hak angket tidak hanya muncul dari partainya saat ini, karena secara pribadi, dia telah mendukung usulan untuk DPR mempertimbangkan penggunaan hak angket sejak akhir Oktober 2023.

Hak Angket Kepada Mahkamah Konstitusi

Pada saat itu, Masinton, seorang anggota DPR dari Fraksi PDI-P, menjadi orang pertama yang mengusulkan agar DPR menggunakan hak angket untuk menyelidiki dugaan pelanggaran etik yang dialami oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terkait keputusan nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres). “Sebagai anggota DPR RI, saya telah mengemukakan hal ini segera setelah terjadi pelanggaran etik serius di Mahkamah Konstitusi. Pada akhir bulan Oktober sebelum pemungutan suara, saya sudah menyuarakan usulan angket itu. Mengapa? Karena saya menyadari bahwa hal tersebut menjadi masalah besar dalam tahapan menuju pemilu,” ungkap Masinton.

Menurut seorang politikus dari PDI-P, situasi saat ini dipandang bermula dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang disoroti sebagai kontroversial. Hasilnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyimpulkan bahwa Anwar Usman, yang juga kerabat dari calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, telah melanggar etika terkait keputusan MK tersebut. Politikus tersebut mengatakan bahwa persoalan yang sedang terjadi saat ini merupakan “puncak gunung es”, dengan akar masalah yang dapat ditelusuri kembali ke keputusan MK sebelumnya. Dia menekankan pentingnya untuk mengakui kelemahan dalam sistem regulasi tersebut dan mempertimbangkan rangkaian peristiwa menuju hari pemungutan suara pada Pemilu 2024, yang dinilai penuh dengan masalah.

Capres Ganjar Mengusulkan Hak Angket

Sebelumnya dilaporkan bahwa Ganjar Pranowo, calon presiden nomor urut 3, mengusulkan gagasan penggunaan hak angket di DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pilpres 2024. Ganjar mendorong partai politik pendukungnya, PDI-P dan PPP, untuk menggunakan hak angket tersebut. Menurutnya, DPR harus bertindak atas dugaan kecurangan yang terang-terangan terjadi dalam pemilihan umum. Dia menyatakan bahwa DPR memiliki kewenangan untuk memanggil pejabat negara yang mengetahui insiden kecurangan dan meminta penjelasan dari KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara Pemilu. Ganjar menyampaikan pendapat ini dalam pernyataannya pada tanggal 19 Februari 2024.

Pendapat tersebut disambut dengan baik oleh pendukung pasangan calon nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Ketiga partai politik yang mendukung Anies-Muhaimin, yaitu Partai Nasdem, PKB, dan PKS, sepakat untuk mengusulkan penggunaan hak angket. “Kami telah bertemu dan merundingkan langkah-langkah ini, dan kami menegaskan kesolidan kami. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan bahwa ketika inisiatif penggunaan hak angket dilakukan, tiga partai ini akan turut serta,” ujar Anies pada tanggal 20 Februari 2024.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Hak Angket DPR
Berita

Rencana untuk menerapkan Hak Angket DPR dalam rangka menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 semakin ramai dibicarakan. Pendapat yang beragam bermunculan dari berbagai pihak, termasuk para ahli hukum tata negara, mengenai proposal tersebut.