JAKARTA, LITERASI HUKUM – Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menggelar sidang pendahuluan mengenai perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) calon anggota DPR RI untuk Daerah Pemilihan Papua Tengah yang diajukan oleh Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) pada Senin (29/04/2024) pagi. Permohonan yang terdaftar dengan nomor perkara 91-01-02-36/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 ini menuntut pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 360 Tahun 2024 dan dilaksanakannya Pemilihan Suara Ulang (PSU).
Dugaan Suara Noken yang Dicuri
Dalam sidang pendahuluan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat didampingi oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsing, pemohon melalui kuasanya, Subadria, mendalilkan bahwa sistem noken di Papua Tengah telah tercemar oleh praktik kecurangan suara yang terstruktur. Suara yang telah diikat dengan sistem noken di setiap distrik dilaporkan hilang saat pleno tingkat kecamatan. Hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan kemudian mengalami perubahan drastis di tingkat kabupaten, dan seterusnya hingga tingkat provinsi. Pada pleno rekapitulasi tingkat provinsi, suara yang diperoleh di tingkat kabupaten tiba-tiba hilang.
Dugaan Pelanggaran Kewajiban Administrasi
Selain itu, pemohon dalam gugatannya menduga adanya pelanggaran tata cara pemungutan dan penghitungan suara di Papua Tengah, khususnya di daerah yang menggunakan sistem Noken/Ikat. Pelanggaran ini diduga terjadi karena tidak dipenuhinya kewajiban administrasi yang diatur dalam Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024.
Tuntutan Pemohon
Pemohon meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan permohonannya seluruhnya, membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 360 Tahun 2024, dan memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk melaksanakan PSU di wilayah pemilihan Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, dan Kabupaten Deiyai untuk pengisian calon Anggota DPR RI Daerah Pemilihan Papua Tengah.