Recommendation
Rekomendasi Buku Hukum Pidana
Berita

Sidang Perdana Kasus Pelecehan Seksual Agus di Pengadilan Mataram Digelar Tertutup

Redaksi Literasi Hukum
25
×

Sidang Perdana Kasus Pelecehan Seksual Agus di Pengadilan Mataram Digelar Tertutup

Sebarkan artikel ini
Sidang Perdana Kasus Pelecehan Seksual Agus di Pengadilan Mataram Digelar Tertutup
Sidang Perdana Kasus Pelecehan Seksual Agus di Pengadilan Mataram Digelar Tertutup

Mataram, Literasi Hukum Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyelenggarakan sidang perdana kasus pelecehan seksual dengan terdakwa penyandang tunadaksa, I Wayan Agus Suartama (IWAS), atau yang lebih dikenal sebagai Agus, pada Kamis 16/01/25. Sidang ini dilakukan secara tertutup sesuai prosedur perkara pidana khusus, khususnya terkait kasus asusila.

“Karena ini termasuk perkara pidana khusus, yaitu asusila, maka sidang dilaksanakan secara tertutup. Kami juga hanya menyebutkan inisial terdakwa (IWAS),” jelas Lalu Moh. Sandi Iramaya, Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram, saat konferensi pers di Media Center Pengadilan Negeri Mataram.

Pengadilan Negeri Mataram telah mempersiapkan sejumlah langkah untuk memastikan sidang berjalan sesuai aturan, termasuk memperhatikan kebutuhan khusus terdakwa sebagai penyandang disabilitas.
“Beberapa persiapan telah dilakukan, seperti penggunaan ruang sidang utama, penunjukan petugas pendamping, serta penyediaan fasilitas yang ramah disabilitas,” tambah Sandi.

Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Mahendrasmara Purnamajati juga melibatkan pendampingan dari Dinas Sosial Kota Mataram. Dalam sidang perdana tersebut, penasihat hukum terdakwa hadir sebanyak tujuh orang dari total tim yang berjumlah 19 orang.

Jaksa penuntut umum dalam persidangan ini membacakan surat dakwaan terhadap Agus tanpa ada keberatan atau eksepsi dari pihak penasihat hukum terdakwa.

“Dakwaan telah dibacakan, dan tidak ada pengajuan keberatan atau eksepsi dari penasihat hukum,” ungkapnya.

Sidang berikutnya dijadwalkan pada Kamis (23/1) dengan agenda pembuktian. Jaksa penuntut umum rencananya akan menghadirkan lima saksi untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim.

“Nama-nama saksi tidak dapat kami sampaikan, namun pembuktian akan melibatkan lima saksi dari pihak jaksa penuntut umum,” ujar Sandi.

Dalam dakwaan, Agus didakwa berdasarkan Pasal 6 huruf A dan/atau huruf C juncto Pasal 15 ayat (1) huruf E Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Transformasi Delik dalam UU TIpikor
Stasiun Artikel

Dalam hukum pidana, delik dibagi menjadi delik formil dan materiil yang memiliki perbedaan pada mekanisme pembuktiannya. Transformasi delik pernah terjadi pada tindak pidana korupsi di Indonesia, di mana UU Tipikor awalnya merumuskan korupsi sebagai delik formil dengan konsep potential loss. Namun, Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016 mengubahnya menjadi delik materiil, sehingga kerugian negara harus dibuktikan secara nyata (actual loss). Transformasi ini bertujuan memberikan kepastian hukum dan mencegah kriminalisasi tanpa dasar yang jelas.

Aplikasi Konseptual Delik Materiil dalam Hukum Pidana
Stasiun Artikel

Delik materiil dalam hukum pidana adalah jenis tindak pidana yang dianggap selesai ketika akibat dari perbuatan tersebut terjadi. Berbeda dengan delik formil yang fokus pada terpenuhinya unsur perbuatan, delik materiil menitikberatkan pada hasil akhir, seperti terampasnya nyawa dalam kasus pembunuhan (Pasal 338 KUHP). Dalam pembuktiannya, delik materiil memerlukan adanya akibat nyata dari perbuatan, sedangkan delik formil cukup membuktikan unsur perbuatan tanpa memperhatikan akibatnya. Pemahaman dan pembedaan keduanya penting untuk menjaga kepastian hukum.

Aplikasi Konseptual Delik Formil dalam Hukum Pidana
Stasiun Artikel

Delik materiil dalam hukum pidana adalah jenis tindak pidana yang dianggap selesai ketika akibat dari perbuatan tersebut terjadi. Berbeda dengan delik formil yang fokus pada terpenuhinya unsur perbuatan, delik materiil menitikberatkan pada hasil akhir, seperti terampasnya nyawa dalam kasus pembunuhan (Pasal 338 KUHP). Dalam pembuktiannya, delik materiil memerlukan adanya akibat nyata dari perbuatan, sedangkan delik formil cukup membuktikan unsur perbuatan tanpa memperhatikan akibatnya. Pemahaman dan pembedaan keduanya penting untuk menjaga kepastian hukum.