Berita

MK Diskualifikasi Caleg Golkar Erick Hendrawan Septian Putra

Redaksi Literasi Hukum
546
×

MK Diskualifikasi Caleg Golkar Erick Hendrawan Septian Putra

Sebarkan artikel ini
MK Diskualifikasi Caleg Golkar Erick Hendrawan Septian Putra
Ilustrasi Gambar oleh Redaksi

JAKARTA, LITERASI HUKUM —Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terkait pengisian calon anggota DPRD Kota Tarakan di Daerah Pemilihan (Dapil) 1 Kecamatan Tarakan Tengah, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara. Dalam putusan tersebut, MK mendiskualifikasi calon anggota legislatif dari Partai Golkar, Erick Hendrawan Septian Putra, yang merupakan mantan terpidana dan belum melewati masa jeda 5 tahun. MK juga memerintahkan pemungutan suara ulang tanpa keikutsertaan Erick Hendrawan Septian Putra. Amar putusan ini dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo, pada Kamis (6/6/2024) di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1, MK Jakarta.

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian, menyatakan diskualifikasi Erick Hendrawan Septian Putra sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tarakan Daerah Pemilihan Kota Tarakan 1, memerintahkan Komisi Pemilihan Umum, in casu Komisi Pemilihan Umum Kota Tarakan untuk melaksanakan pemungutan suara ulang hanya untuk 1 (satu) jenis surat suara, yaitu Surat Suara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam pemilihan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tarakan Daerah Pemilihan Kota Tarakan 1 tanpa mengikutsertakan Erick Hendrawan Septian Putra,” ungkap Ketua Majelis Panel, Suhartoyo, didampingi oleh 8 orang Hakim Konstitusi lainnya.

Dalam pertimbangan yang diucapkan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, Mahkamah menegaskan bahwa tujuan dari penyelenggaraan pemilu adalah untuk menghadirkan pemimpin dan wakil rakyat yang bersih, jujur, dan berintegritas serta tidak tercela. Untuk mencapai hal tersebut, maka calon anggota legislatif yang pernah menjadi terpidana harus telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara guna melakukan penyesuaian (adaptasi) di tengah masyarakat untuk membuktikan bahwa setelah selesai menjalani masa pidananya yang bersangkutan benar-benar telah mengubah dirinya menjadi baik dan tidak mengulangi perbuatannya kembali.

Oleh karena itu, menurut Mahkamah, adanya jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut sekaligus memberikan kesempatan kepada pemilih untuk dapat menilai calon anggota legislatif secara kritis yang akan dipilihnya sebagai pilihan baik yang memiliki kekurangan maupun kelebihan untuk diketahui oleh masyarakat umum (notoir feiten). Dengan demikian, calon anggota legislatif yang telah selesai menjalani masa pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan diharuskan menunggu atau terdapat masa jeda selama 5 (lima) tahun setelah tidak lagi berstatus sebagai terpidana untuk dapat mengajukan diri menjadi calon anggota legislatif.

Mahkamah menemukan fakta hukum bahwa Erick Hendrawan Septian Putra ternyata belum melewati masa jeda 5 (lima) tahun pada waktu mendaftarkan diri sebagai bakal calon anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Tarakan 1 karena masa jeda 5 (lima) tahun baru berakhir setelah bulan Mei 2024. Dengan demikian, proses pendaftaran calon anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Tarakan 1 dari Pihak Terkait atas nama Erick Hendrawan Septian Putra adalah tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai oleh Mahkamah melalui Putusan Nomor 87/PUU-XX/2022 bertanggal 30 November 2022 serta Pasal 12 ayat (1) huruf b angka 11, angka 12, dan angka 13 PKPU 10/2023.

Menurut pertimbangan Mahkamah, calon anggota legislatif harus tetap mempertahankan kelengkapan syarat lain sebagai calon anggota legislatif, termasuk dalam hal ini harus secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai Mahkamah melalui Putusan Nomor 87/PUU-XX/2022. Terhadap ketentuan tersebut, apabila dihubungkan dengan fakta hukum yang diperoleh Mahkamah dari alat bukti yang diajukan di persidangan, di mana pada saat tahap penyerahan dokumen persyaratan pencalonan Anggota DPRD Kota Tarakan, Erick Hendrawan Septian Putra tidak menyerahkan dokumen berupa Putusan Pengadilan Negeri Samarinda Nomor 207/Pid.B/2019/PN Smr bertanggal 23 Mei 2019 kepada Termohon sebagai kelengkapan dokumen persyaratan pencalonan.

Dengan kata lain, menurut Mahkamah, Erick Hendrawan Septian Putra tidak secara jujur atau terbuka mengumumkan kepada publik mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Samarinda Nomor 207/Pid.B/2019/PN. Mahkamah berpendapat Erick Hendrawan Septian Putra tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Tarakan 1 karena telah terbukti melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lebih dari 5 (lima) tahun dan belum memenuhi ketentuan masa jeda 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani masa pidana, serta yang bersangkutan tidak secara jujur atau terbuka mengumumkan kepada publik mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana. Oleh karena itu, terhadap Erick Hendrawan Septian Putra harus dinyatakan tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Tarakan 1, sehingga kepadanya harus didiskualifikasi dari kontestasi pemilihan anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Tarakan 1 Provinsi Kalimantan Utara.

Lebih lanjut, Mahkamah menyebut bahwa batalnya Erick Hendrawan Septian Putra sebagai calon anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Tarakan 1, sementara calon tersebut merupakan calon yang perolehan suaranya berpotensi menjadi salah satu calon terpilih, tidak berarti calon yang perolehan suaranya berada pada urutan berikutnya dapat serta merta menggantikan posisi peringkat perolehan suara Erick Hendrawan Septian Putra, mengingat perolehan suara (yang menunjukkan dukungan pemilih) kepada Erick Hendrawan Septian Putra dalam pemilihan anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Tarakan 1 tersebut pada calon anggota legislatif yang lain.

Dengan pertimbangan demikian, jika Erick Hendrawan Septian Putra sebagai calon anggota legislatif yang perolehan suaranya berpotensi untuk ditetapkan sebagai salah satu calon terpilih kemudian didiskualifikasi, maka untuk menghormati dan melindungi hak konstitusional suara pemilih yang telah memberikan suaranya kepada Erick Hendrawan Septian Putra, dan demi meneguhkan kembali legitimasi atau dukungan rakyat kepada calon yang kelak akan terpilih dan menjadi anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Tarakan 1, maka Mahkamah berpendapat harus dilaksanakan pemungutan suara ulang hanya untuk 1 (satu) jenis surat suara, yaitu Surat Suara DPRD Kabupaten/Kota dalam pemilihan anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Tarakan 1 dengan tidak mengikutsertakan Erick Hendrawan Septian Putra.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Telaah Posisi Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pemilihan Kepala Daerah
Stasiun Artikel

Artikel ini akan menelaah manuver dan posisi MK dalam menyelesaikan sengketa pilkada, terutama pasca putusannya yang memengaruhi kerangka hukum pemilu dan pilkada. Fakta hukum berupa konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan putusan akan ditelaah secara komprehensif dan proposional. Data yang dikumpulkan melalui studi kasus dan pustaka dianalisis dengan pendekatan normatif.