Literasi Hukum – Baca artikel ini untuk memahami hak cipta atau hak paten lagu menurut UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 dan konsep perizinan performing right di Indonesia. Ketahui apakah seorang pencipta lagu dapat melarang orang lain menyanyikan lagu ciptaannya dan bagaimana pengaturan royalti musik sesuai peraturan perundang-undangan.
Kasus perseteruan antara Ahmad Dhani dengan Elfonda Mekel atau yang lebih dikenal sebagai Once Mekel menjadi sorotan publik karena Dhani melarang Once membawakan lagu-lagu Dewa 19 dalam konsernya. Namun, apakah seorang pencipta lagu dapat melarang orang lain menyanyikan lagu ciptaannya dan bagaimana pengaturan royalti musik sesuai peraturan perundang-undangan di Indonesia?
Hak Cipta
Menurut UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, seorang pencipta lagu memiliki hak ekonomi atas hak pertunjukan atau performing right yang dilakukan orang lain atau pengguna. Namun, bagi orang lain yang hendak membawakan lagu tersebut, mesti terlebih dahulu mengantongi izin dari pencipta lagu.
Dalam hal ini, izin bukan dikeluarkan langsung oleh pencipta lagu melainkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dengan cara membayar tarif saja. Dengan begitu, agar mendapat hak ekonominya atas karya ciptaannya pada performing right, seorang pencipta lagu harus terdaftar di LMK. Nantinya, LMK akan mendistribusikan hak ekonomi kepada pencipta lagu yang terdaftar.
Performing Right
Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta menyebutkan, “Setiap orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif.
Dalam hal performing right, izin tersebut harus disetujui oleh LMKN. Oleh karena itu, seorang pengguna tak perlu meminta persetujuan langsung dari pencipta lagu, namun harus membayar royalti sesuai ketentuan yang berlaku.
Konsep Perizinan Performing Right
Perizinan performing right harus diajukan ke LMKN, dan bukan langsung kepada pencipta lagu. Oleh karena itu, sepanjang pengguna telah membayar, tak perlu lagi meminta persetujuan dari pencipta lagu.
Dalam UU Hak Cipta, Pasal 9 ayat (5) juga mengatur penerbitan dan penggandaan ciptaan. Dalam hal ini, semua pihak mesti meminta persetujuan dari pencipta. Khusus performing right, izin tersebut tunduk pada aturan LMK melalui skema manajemen kolektif yang diatur dalam Pasal 87 UU Hak Cipta.
Kesimpulan
Seorang pencipta lagu tidak dapat melarang orang lain menyanyikan lagu ciptaannya sepanjang pengguna telah memenuhi ketentuan yang berlaku dan membayar royalti. Hal tersebut mengacu pada UU yang telah disebutkan dan skema manajemen kolektif melalui LMK. Oleh karena itu, setiap penggunaan ciptaan orang lain harus memperoleh izin atau lisensi dari pemilik atau dari Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang telah ditunjuk oleh pemilik hak cipta. Dalam hal ini, LMK berperan sebagai perantara antara pemilik dan pengguna ciptaan dalam pengumpulan royalti dan penyaluran hak cipta kepada pemiliknya. Dengan adanya skema manajemen kolektif ini, diharapkan dapat meningkatkan perlindungan hak cipta dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam industri kreatif.