Literasi Hukum – Artikel ini membahas mengenai pengembangan diri anti plagiarisme yang membahas apa itu plagiarisme dan bagaimana cara menghidarinya.
Apa itu Plagiarisme?
Pengertian plagiarisme menurut pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan RI Nomor 17 Tahun 2010 dikatakan: “plagiat adalah perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai.”
Plagiarisme di Dunia Pendidikan Tinggi
Dunia pendidikan akhir-akhir ini dihebohkan dengan isu disertasi dan jurnal abal-abal. Isu ini mencuat ke publik setelah beredarnya tulisan-tulisan Ketua Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Perguruan Tinggi, Supriadi Rustad mengenai ‘plagiarisme’ yang ia temui di beberapa Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia. Di dalam perguruan tinggi melakukan tindakan plagiarisme merupakan perbuatan melanggar etika akademik. Pelanggaran norma dan aturan akademik tersebut memiliki konsekuensi pemberian sanksi yang dilakukan oleh pimpinan universitas atau fakultas.
Kasus Plagiarisme
Berbagai kasus plagiarisme dapat memperburuk citra dunia pendidikan Indonesia seperti halnya plagiarisme atas tiga karya tulis ilmiah yang dibuat oleh Muhammad Zamrun Firihu yang pada saat itu menjabat sebagai Rektor Universitas Halu Oleo Kendari, Sulawesi Tenggara. Berdasar hasil analisis 30 guru besar UHO, Muhammad Zamrun terbukti melakukan plagiarisme dalam tiga jurnal internasional yang telah dimuat di berbagai lembaga.
Tingkat kesamaannya bahkan lebih dari 78 persen. Dalam hal ini, Ombudsman RI menilai terdapat pelanggaran maladministrasi yang dilakukan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi terhadap pelantikan Muhammad Zamrun sebagai rektor.
Kasus-kasus plagiarisme di Perguruan Tinggi lainnya misalnya Dr dr Felix Kasim Mkes, Rektor Universitas Kristen Maranatha yang melakukan plagiarisme terhadap sejumlah karya ilmiah mahasiswanya, Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, Rektor Universitas Sultan Agung Tirtayasa, ia dianggap melakukan plagiat setelah dokumen berita acara teguran kepada dirinya beredar di kalangan civitas Untirta, kasus dugaan plagiarisme buku karangan Mudjia Rahadjo, Rektor UIN Malang yang dianggap mengambil dari makalah mahasiswa pascasarjana PAI UIN Malang, dan masih banyak kasus-kasus plagiarisme lainnya yang masih belum mendapat perhatian publik.
Sanksi Plagiarisme
Meskipun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak mengatur peraturan tindakan plagiarisme, tetapi ada banyak peraturan-peraturan lain yang mengatur larangan dan sanksi tindakan plagiarisme di Perguruan Tinggi. Plagiarisme termasuk dalam jenis dari tindak pidana hak cipta.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud oleh UU Hak Cipta yang baru merupakan delik aduan (klachtdelict); artinya aparat penegak hukum baru bisa bertindak untuk menegakkan hukum hak cipta atas tindak pidana plagiarism atau pembajakan yang dilakukan oleh pelaku, setelah terdapat suatu laporan atau pengaduan dari penulis atau pemilik/ pemegang hak cipta atau dari pihak yang dirugikan hal ini diatur pada Pasal 120 UU Nomor 28 Tahun 2014.
Hal ini tentu berbeda dengan UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang berupa delik biasa yaitu polisi dapat segera memproses tindak pidana pembajakan atau plagiarism tersebut tanpa adanya pengaduan atau laporan dari polisi terlebih dahulu. Sanksi pidana yang dijatuhkan pada pelaku pembajakan diatur dalam ketentuan Pasal 112 – Pasal 118 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Terdapat juga peraturan yang mengatur tentang tindakan plagiat secara lebih rinci di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bahkan konstruksi hukumnya berupa pidana bagi pihak-pihak yang melakukan plagiat untuk mendapatkan gelar/ijazah dan promosi jabatan guru besar, serta pihak yang turut membantunya.
Pasal 68 ayat (1) menyatakan bahwa “setiap orang yang membantu memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi,dan/atau vokasi dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”. SK Nomor 279 yang tidak membatalkan ijazah itu justru telah menciptakan lubang hukum pidana bagi rektor.
Penyalahgunaan Internet Untuk Plagiarism
Seiring dengan berjalannya waktu, di zaman modern yang semakin canggih akan teknologi ini tak heran para mahasiswa menggunakan akses internet sebagai santapan sehari-hari. Memang, internet dapat memberi manfaat bagi mahasiswa dalam mencari tahu informasi-informasi secara lebih lengkap dan efektif. Apalagi mahasiswa harus dituntun untuk menyelesaikan tugas-tugas seperti pembuatan makalah, artikel,dan lain-lain.
Namun, di balik manfaat yang banyak itu, tak jarang bahkan banyak mahasiswa menyalahgunakan teknologi internet, yaitu dengan melakukan penjiplakan dan meniru karya orang lain melalui website, blog maupun artikel dan jurnal tanpa mencamtukan nama penulis atau sumber internet tempat karya itu diambil. Mereka menganggap bahwa itulah karya atau tulisan mereka sendiri.
Tindakan-tindakan tersebut menyebabkan mahasiswa kecanduan dan akan terus menerus melakukan itu, apalagi beberapa dosennya kurang proaktif dalam melakukan pengawasan, pengetatan dan penilaian tugas-tugas tersebut.
Penyebab Plagiarism yang Dilakukan Mahasiswa
Plagiarisme mahasiswa disebabkan oleh malasnya mahasiswa dalam melakukan analisis atau penyelidikan lebih lanjut terhadap topik yang akan dibahas dan kondisi selisih waktu yang terancam sedikit antara waktu pengerjaan dan deadline (pengumpulan). Kurangnya ide kreatif dalam mengolah kata per kata sehingga mahasiswa dengan enaknya hanya melakukan copy-paste kata atau kalimat di internet tanpa mencantumkan kutipan dan sumber referensinya.
Dalam hal menulis, hal utama yang dilakukan adalah mencari ide, termasuk bagi mahasiswa pemula yang akan membuat sebuah karya tulis. Ide atau gagasan kreatif itu bisa muncul dari mana saja.
Mulai dari hal kecil yaitu meningkatkan rasa ingin tahu dengan rajin membaca buku di waktu luang. Sering mengadakan forum diskusi, berkomunikasi dan berdebat dengan mahasiswa lain ataupun dosen untuk melatih diri menyelesaikan masalah, berpendapat dan sebagai penambah wawasan.
*Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Literasi Hukum Indonesia.