Jakarta, Literasi Hukum – Sebanyak 303 tokoh yang tergabung dalam Aliansi Akademisi dan Masyarakat Sipil telah mengajukan diri sebagai sahabat pengadilan (amicus curiae) kepada Mahkamah Konstitusi dalam kasus perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Mereka mengharapkan MK untuk mempertimbangkan diskualifikasi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tanpa keraguan.
Dalam upaya tersebut, Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto, dan pengajar Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, telah menyerahkan berkas amicus curiae kepada Mahkamah Konstitusi pada Kamis (28/3/2024). Mereka mewakili 303 tokoh yang terdiri dari guru besar, akademisi, dan anggota masyarakat sipil. Dokumen yang diserahkan berisi 17 halaman dan ditujukan kepada delapan hakim MK yang menangani dua kasus perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden.
Sulistyowati menyatakan, “Kami sangat berharap agar hakim MK tidak hanya memastikan keadilan dalam aspek prosedural formal, tetapi juga dalam aspek substansial. Kami menginginkan penilaian holistik terhadap kasus ini, mempertimbangkan seluruh prosesnya, karena hasil akhirnya sangat bergantung pada proses tersebut.”
Isi Dokumen Amicus Curiae
Dalam dokumen amicus curiae yang diterima, para tokoh memberikan tiga kesimpulan dan rekomendasi kepada delapan hakim MK. Pertama, mereka menegaskan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) salah menginterpretasikan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menetapkan calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka. Kedua, kesalahan KPU dalam menafsirkan putusan tersebut menyebabkan penetapan Gibran dalam Keputusan KPU No 1632/2023 menjadi batal demi hukum karena Gibran tidak memenuhi persyaratan yang diperluas oleh Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Terakhir, mereka menegaskan bahwa MK seharusnya tidak ragu untuk mendiskualifikasi Gibran karena tidak memenuhi persyaratan sebagai calon wakil presiden, sesuai dengan preseden MK dalam putusan sebelumnya.
Ubedilah menekankan bahwa amicus curiae adalah bagian penting dari partisipasi publik, terutama dari kalangan cendekiawan, guru besar, akademisi, dan masyarakat sipil. Kesimpulan dan rekomendasi tersebut dibuat setelah melalui diskusi dan pertimbangan yang mendalam berdasarkan ilmu pengetahuan.
Lebih lanjut, para guru besar dan akademisi merasa perlu untuk bersuara karena memiliki kebebasan akademik dan tanggung jawab untuk menyampaikan pandangan mereka kepada publik. Mereka berharap bahwa amicus curiae mereka dapat menjadi dukungan bagi hakim MK dalam memutuskan kasus yang memiliki dampak penting bagi nasib 280 juta rakyat Indonesia.
Ubedilah menambahkan, “Kami berharap dapat bertemu dengan kebenaran ilmu pengetahuan dan keadilan di MK, sehingga hakim MK dapat mendengarkan pandangan kami sebagai sahabat pengadilan.”