Hukum Bisnis

Leniency Program: Senjata Ampuh Menumpas Kartel dan Membangun Persaingan Usaha Sehat di Indonesia

Arya Putra Rizal Pratama
1170
×

Leniency Program: Senjata Ampuh Menumpas Kartel dan Membangun Persaingan Usaha Sehat di Indonesia

Sebarkan artikel ini
Leniency Program
Ilustrasi Gambar

Literasi HukumArtikel ini membahas mengenai leniency program sebagai kunci dalam menanggulangi kartel pada persaingan usaha di Indonesia.

Indonesia masih mengatur tindakan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diatur melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Berbagai macam pengaturan untuk mencegah kerugian yang dialami oleh Pelaku usaha dan kerugian konsumen, maka Komisi Pengawasan Persaingan Usaha akan meneliti hingga memberikan sanksi apabila terbukti melakukan persaingan usaha tidak sehat. Banyaknya tindakan pelaku usaha yang terjadi demi mendapatkan keuntungan dan rendahnya persaingan di pasar melalui penetapan harga dan kartel. Menurut Pasal 5 ayat (1) dan (2) UU Nomor 5 Tahun 1999, menyebutkan;

  1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi:
    • Suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan;atau
    • Suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.

Bagaimana Skema Terjadinya Kartel di Indonesia?

Undang-undang telah mengatur larangan penetapan harga (price fixing) tetapi masih sering terjadi tindakan tersebut yang berpotensi merugikan konsumen yang disebabkan oleh mekanisme pasar (market mechanism) tersebut. Sejatinya, Pemerintah hanya sebagai regulator dan tidak dapat masuk dalam mekanisme pasar melainkan, peran pengawasan persaingan usaha oleh pemerintah wajib dilakukan demi meminimalisir tindakan tidak fair pada pasar.

Tindakan anti persaingan dapat dikategorikan ke dalam dua modus, yaitu modus persekongkolan dan modus unilateral atau tindakan sepihak pelaku usaha. Persekongkolan terjadi antara dua atau lebih pelaku usaha yang melakukan perjanjian bersifat restrictive, misalnya penetapan harga (price fixing), pembagian pasar (market allocation), dan persekongkolan tender (bid rigging) . Dalam tindakan tersebut baik penetapan harga, pembagian pasar, dan persekongkolan tender dapat dikategorikan sebagai tindakan kartel dalam pasat. Menurut Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan:

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

Pendekatan Tindakan Kartel di Indonesia

Tindakan kartel di Indonesia belum dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa seperti negara-negara maju telah menentukan penetapan harga yang merugikan pelaku usaha dan konsumen merupakan kejahatan luar biasa. Dalam pendekatan tindakan kartel di Indonesia masih dilakukan melakui rule of reason. Pendekatan rule of reason bermaksud bahwa memberikan kesempatan kepada pelaku usaha yang diindikasikan melakukan persaingan usaha tidak sehat sehingga mengetahui mengapa pelaku tersebut melakukan kesepakatan penetapan harga dalam persaingan usaha. Guna menemukan kartel juga bukan perkara mudah dikarenakan pelaku kartel (cartelist) cenderung menjalankan perilakunya secara diam-diam dan oleh sebab itu diperlukan upaya khusus dari otoritas persaingan usaha untuk mengungkapkan keberadaan kartel .

Proses pengungkapan keberadaan kartel di Indonesia belum diatur secara perundang-undangan bahkan itu menjadi hal penting diterapkan di Indonesia sehingga memberikan kelonggaran hukuman sanksi bahkan tidak diberikan hukuman sanksi terhadap komisi. Namun, dalam Pasal 3 UU Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan:

  • Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
  • Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pekaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil
  • Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang oleh ditimbulkan oleh pelaku usaha;dan
  • Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha

Leniency Program dalam Menanggulangi Kartel

Penulis menganalisis perlunya UU Nomor 5 Tahun 1999 untuk mengatur leniency program demi membongkar kartel dalam persaingan pasar. Di beberapa negara yang telah menganut leniency program ini terbukti telah menunjang keberhasilan penegakan hukum kartel dengan menyediakan otoritas persaingan usaha, alat yang sangat efektif (key tool) untuk mendeteksi keberadaan kartel . Tujuan adanya alat pengungkapan kartel ini adalah justru hukum sangat diperlukan, karena sumber-sumber ekonomi yang terbatas di satu pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau kebutuhan akan sumber ekonomi di lain pihak, agar dapat mencegah timbulnya konflik antara sesama warga dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut.

Di Uni Eropa, 24 dari 27 negara anggota Uni Eropa telah mengadopsi leniency program sejak 1996 . Leniency program terbilang sukses karena mampu membongkar berbagai macam kasus kartel, dengan total denda mencapai 3 Miliar Euro yang terkumpul dari 19 kasus yang melibatkan lebih dari 100 perusahaan

Pentingnya Indonesia menerapkan leniency program secara tidak langsung dalam Pasal 19 UU Nomor 5 Tahun 1999, menyebutkan:

  • Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
  • Atau mematika usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

Perlukah Leniency Program dalam Pengungkapan Kejahatan Kartel Diterapkan di Indonesia?

Seperti kasus kelangkaan minyak goreng yang terjadi pada tahun 2022 yang baru saja diputus melalui Perkara Nomor 15/KPPU-I/2022 Tentang Dugaan Kelangkaan Minyak Goreng telah diputus bahwa adanya 7 dari 27 perusahaan produksi minyak goreng di Indonesia sah melakukan tindakan perjanjian yang dilarang atau disebut kartel. Ketujuh perusahaan tersebut diputus dengan menerima denda sebesar Rp71.28 miliar. Denda tersebut merupakan suatu pemulihan ekonomi sehingga mampu mengembalikan keadaan ekonomi yang kondusif. Namun, dari kasus tersebut masih sulitnya penegak hukum persaingan usaha di Indonesia dalam mengungkapkan kasus kartel dengan masih merajalelanya tindakan yang mengganggu kesejahteraan konsumen.

Penerapan leniency program akan menjadi keunggulan pengungkapan tindakan pelaku usaha dalam penguasaan pasar yang mengakibatkan praktik monopoli seperti menghalang-halangi kegiatan usaha pada pasar bersangkutan dan mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan yang terjadinya praktik monopoli. Penulis menganalisis bahwa UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat masih kurang konsisten dalam pemberantasan pelaku persaingan usaha di pasar bilamana tidak ada alat yang dapat melumpuhkan praktik tidak sehat di pasar.

Dalam penanganan adanya persaingan usaha tidak sehat di pasar maka wewenang ini dilakukan oleh KPPU salah satunya adalah “melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”. Hasil penelitian ini perlu dibantu dengan alat yang mampu mendeteksi dugaan pelaku usaha melakukan tindakan kartel di pasar dengan cara leniency program. Peran dari leniency program akan memastikan hasil penelitian dari komisi terhadap dugaan pelaku usaha atas tindakan persaingan usaha tidak sehat tersebut. 

Oleh karena itu, metode pengungkapan oleh pelaku usaha yang diduga melakukan persaingan usaha tidak sehat dapat memberikan dampak positif terhadap kekuatan ekonomi negara. Aspek positif dari adanya persaingan adalah kondisi persaingan menyebabkan kekuatan ekonomi para pelaku ekonomi tidak terpusatkan pada tangan tertentu, persaingan dapat menjadi kekuatan untuk mendorong penggunaan sumber daya ekonomi dan metode pemanfaatannya secara efisien, persaingan juga dapat merangsang peningkatan mutu produk, pelayanan, proses produksi, dan teknologi, sehingga konsumen memiliki banyak alternatif dalam memilih produk barang atau jasa yang dihasilkan produsen.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.