JAKARTA, LITERASI HUKUM – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan 44 kasus sengketa Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 dengan berbagai perintah, termasuk penyandingan suara, penghitungan ulang surat suara, dan pemungutan suara ulang di beberapa daerah pemilihan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) diberi tenggat waktu tertentu untuk menindaklanjuti putusan MK ini.
Pada Senin (10/6/2024), MK telah menyelesaikan pembacaan putusan terkait perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) anggota legislatif. Dari 299 kasus yang terdaftar, 44 kasus dikabulkan baik sebagian maupun seluruhnya. Rinciannya, 6 kasus dikabulkan sepenuhnya dan 38 kasus dikabulkan sebagian.
Peningkatan Signifikan dalam Sengketa Pileg
Jumlah kasus sengketa Pileg 2024 yang dikabulkan oleh MK meningkat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan dengan sengketa Pileg 2019, di mana hanya 12 dari 260 kasus yang diterima. Sebagian besar kasus yang dikabulkan adalah sengketa PHPU anggota DPRD kabupaten/kota dan DPRD provinsi. Adapun PHPU anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dikabulkan hanya dua kasus, dan satu kasus PHPU anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Rincian Perintah MK
Dalam putusan yang dikabulkan, MK memerintahkan berbagai tindakan untuk memastikan keakuratan hasil pemilu. Di dapil Kalimantan Timur, MK memerintahkan KPU untuk melakukan penghitungan ulang surat suara di 147 tempat pemungutan suara (TPS), yang harus diselesaikan paling lambat 21 hari setelah putusan dibacakan. Hakim Konstitusi Arsul Sani menyatakan bahwa mahkamah sulit menentukan perolehan suara yang benar di TPS-TPS tersebut, yang menimbulkan keraguan tentang kebenaran perolehan suara.
Sementara itu, di dapil Banten II, MK memerintahkan KPU untuk melakukan penyandingan data perolehan suara PDI-P dengan hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan pada 120 TPS, yang harus dilaksanakan paling lambat 30 hari sejak putusan dibacakan.
Tantangan bagi KPU
Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, mengkritik KPU atas peningkatan jumlah perkara yang dikabulkan. Menurutnya, ini menunjukkan adanya masalah dalam profesionalitas dan akuntabilitas KPU di berbagai tingkatan. KPU dianggap gagal menjaga kemurnian suara pemilih, yang menyebabkan adanya perubahan suara selama proses rekapitulasi manual berjenjang. Kegagalan ini terlihat pada saat rekapitulasi suara di tingkat yang lebih tinggi, di mana KPU tidak berhasil melakukan koreksi yang diperlukan.
Fadli juga menyoroti masalah dalam proses pencalonan, di mana KPU dianggap tidak cakap dalam memastikan syarat pencalonan, termasuk keterwakilan perempuan minimal 30 persen dan kelayakan calon mantan terpidana.
Implementasi Putusan dan Penggantian Penyelenggara
Fadli menegaskan bahwa KPU harus segera memetakan seluruh perkara yang dikabulkan dan menindaklanjutinya sesuai tenggat waktu yang diberikan oleh MK. Selain itu, penyelenggara pemilu yang bermasalah harus diganti untuk memastikan pelaksanaan putusan MK tidak menimbulkan masalah lebih lanjut. “Tindak lanjut harus dilakukan secara profesional agar tidak dibawa lagi ke MK,” katanya.
Kasus-kasus Spesifik
Dalam kasus sengketa anggota DPR, dua perkara dikabulkan, yaitu di dapil Kalimantan Timur dan Banten II. Pada dapil Kalimantan Timur, MK memerintahkan penghitungan ulang surat suara di 147 TPS. Sementara di dapil Banten II, MK memerintahkan penyandingan data perolehan suara di 120 TPS.
Satu perkara PHPU anggota DPD di Sumatera Barat yang diajukan oleh Irman Gusman juga dikabulkan, dengan perintah pemungutan suara ulang (PSU) dalam waktu 45 hari sejak putusan dibacakan, tanpa masa kampanye.
Reaksi dari PDI-P dan Golkar
Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI-P, Komarudin Watubun, menyatakan bahwa PDI-P menghormati seluruh putusan MK, tetapi menekankan bahwa kursi ketua DPR akan diperoleh partai dengan perolehan kursi terbanyak. Wakil Ketua Umum Golkar, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, juga menyatakan bahwa dua perkara PHPU anggota DPR yang melibatkan Golkar telah ditolak oleh MK, sehingga kursi Golkar tetap aman.
Dalam pemilu ini, Golkar memperoleh 102 kursi DPR, naik 17 kursi dibandingkan Pemilu 2019, yang menurut Doli adalah pencapaian yang fantastis di bawah kepemimpinan Ketua Umum Airlangga.
Demikianlah laporan lengkap mengenai peningkatan kasus sengketa Pileg 2024 yang dikabulkan oleh MK, serta tantangan dan langkah-langkah yang perlu diambil oleh KPU dan partai politik terkait.