Tindak pidana penyalahgunaan mikroorganisme menjadi tantangan hukum yang kompleks seiring dengan perkembangan bioteknologi. Indonesia telah memiliki berbagai regulasi yang mengatur penggunaan mikroorganisme dalam berbagai aspek, seperti keamanan hayati, bioterorisme, pencemaran lingkungan, serta produksi pangan dan obat-obatan. Namun, peraturan dan mekanisme penegakan hukum yang lemah menjadi tantangan tersendiri. Artikel ini menganalisis pengaturan hukum terkait tindak pidana penyalahgunaan mikroorganisme dengan pendekatan yuridis normatif.
Pendahuluan
Mikroorganisme memiliki manfaat yang luas di berbagai bidang, mulai dari industri farmasi hingga pertanian. Namun demikian, penyalahgunaannya dapat menimbulkan dampak yang serius bagi kesehatan masyarakat, lingkungan hidup, dan keamanan nasional. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan hukum yang jelas dan efektif untuk mengatasi penyalahgunaan mikroorganisme. Beberapa peraturan telah diterapkan di Indonesia, namun efektivitas dan koordinasi antar peraturan masih perlu dikaji lebih lanjut.
Peraturan Hukum di Indonesia
UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme – Peraturan ini mengatur penggunaan senjata biologis, termasuk mikroorganisme, sebagai bagian dari tindakan terorisme. Dalam Pasal 10, penyebaran mikroorganisme berbahaya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati.
UU No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan – Walau tidak secara langsung menyebutkan, namun dalam peraturan ini melarang impor, ekspor, atau distribusi mikroorganisme yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup tanpa izin. Pelanggaran terhadap peraturan ini dapat dikenai sanksi pidana berupa denda dan kurungan penjara.
Peraturan Presiden Republik Inodonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Mikroorganisme – Mengatur mekanisme pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan Mikroorganisme yang dilakukan oleh Lembaga Penyimpan.
Analisis Kelemahan dalam Peraturan Hukum
Meskipun Indonesia telah memiliki berbagai peraturan terkait penyalahgunaan mikroorganisme, namun masih terdapat beberapa kelemahan dalam implementasinya. Katakanlah dalam fragmentasi peraturan bahwa yang ada tersebar di berbagai sektor, sehingga tidak ada peraturan khusus yang secara komprehensif mengatur penyalahgunaan mikroorganisme dalam berbagai konteks.
Selain itu juga, minimnya badan pengawas sering kali kekurangan sumber daya dan wewenang untuk menindak penyalahgunaan mikroorganisme secara efektif. Tidak Ada Peraturan Khusus tentang Bioterorisme. Meskipun UU Terorisme telah mengatur penyalahgunaan mikroorganisme sebagai senjata biologis, tidak ada ketentuan rinci tentang aspek-aspek spesifik dari pengendalian dan pencegahan.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Untuk meningkatkan efektivitas hukum dalam menangani tindak pidana penyalahgunaan mikroorganisme, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan harmonisasi peraturan yang lebih baik. Beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan adalah:
Penyusunan undang-undang khusus yang mengatur secara spesifik mengenai penyalahgunaan mikroorganisme di berbagai sektor. Memperkuat Lembaga Pengawas dengan alokasi anggaran dan kewenangan yang lebih besar untuk mengawasi penggunaan mikroorganisme di berbagai industri.
Peningkatan Koordinasi Antar Lembaga untuk mencegah adanya celah hukum akibat tumpang tindihnya peraturan. Penerapan Sanksi yang lebih tegas untuk memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan biologi.
Dengan penguatan regulasi dan sistem pengawasan yang lebih baik, Indonesia diharapkan akan lebih siap menghadapi ancaman penyalahgunaan mikroorganisme dalam rangka bioterorisme, pencemaran lingkungan, serta kejahatan kesehatan dan pangan.