Recommendation
Rekomendasi Buku Hukum Pidana
Berita

Kasus Penguntitan Jampidsus: Publik Menunggu Kepastian di Tengah Misteri

Redaksi Literasi Hukum
621
×

Kasus Penguntitan Jampidsus: Publik Menunggu Kepastian di Tengah Misteri

Sebarkan artikel ini
Kasus Penguntitan Jampidsus: Publik Menunggu Kepastian di Tengah Misteri
Ilustrasi Gambar oleh Redaksi

JAKARTA, LITERASI HUKUM – Hingga Rabu (29/5/2024) pagi, kejelasan mengenai dugaan penguntitan anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror terhadap Febrie Adriansyah, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, masih belum terungkap. Publik berharap konferensi pers Kejaksaan Agung pada siang ini dapat memberikan pencerahan atas misteri yang menyelimuti peristiwa ini.

Meski Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto telah mempertemukan kedua institusi yang terlibat, hasil pertemuan tersebut tetap tidak diumumkan. Presiden Joko Widodo juga dilaporkan telah mempertemukan kedua pemimpin lembaga penegak hukum tersebut, namun hasilnya masih dirahasiakan.

Karena tertutupnya informasi, publik masih menunggu penjelasan dari Kejaksaan Agung tentang penguntitan terhadap Jampidsus, yang juga melibatkan pengawasan dengan drone dan iring-iringan mobil polisi di sekitar kantor Kejaksaan Agung.

Sementara itu, Polri yang dituduh sebagai pihak yang melakukan “teror” belum memberikan penjelasan atas peristiwa penguntitan tersebut. Pada Senin (27/5/2024), Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) melaporkan Febrie ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan lelang barang rampasan korupsi, yaitu satu paket saham PT Gunung Bara Utama (GBU).

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, yang turut hadir di Gedung KPK, menyebutkan bahwa KSST menemukan adanya penyimpangan dalam lelang tersebut yang dilakukan oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung pada 18 Juni 2023, yang dimenangkan oleh PT Indobara Putra Mandiri (IUM).

Laporan KSST telah diterima bagian pengaduan masyarakat KPK dan akan ditindaklanjuti sesuai prosedur standar yang berlaku. KPK akan melakukan verifikasi, penelaahan, dan koordinasi lebih lanjut dengan pelapor.

Pada Minggu (19/5/2024), beredar informasi bahwa Jampidsus Febrie dikuntit oleh anggota Densus 88 saat makan malam di sebuah restoran di Cipete, Jakarta Selatan. Kejadian ini terekam dalam sebuah video yang kemudian beredar di kalangan wartawan. Penguntitan ini menambah suasana tegang di sekitar Kejaksaan Agung dengan adanya iring-iringan mobil polisi yang membunyikan sirene di sekitar kantor Kejaksaan Agung pada malam hari berikutnya.

Menko Polhukam Hadi Tjahjanto sudah berbicara dengan kedua pemimpin lembaga tersebut dan meminta mereka tetap fokus pada tugas masing-masing. Presiden Joko Widodo juga telah berbicara dengan kedua pemimpin lembaga tersebut.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi III DPR juga memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini. Mereka mendorong agar kedua institusi penegak hukum ini bekerja sama dengan baik dan masalah ini tidak dibiarkan berlarut-larut, mengingat gesekan bisa melebar ke daerah atau unit-unit lain.

Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto, menyatakan pentingnya klarifikasi dugaan penguntitan ini untuk menghindari spekulasi yang lebih luas. Sementara itu, Anggota Komisi III DPR, Taufik Basari, menekankan pentingnya penjelasan kepada publik karena rakyat berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana, menyatakan bahwa pihaknya akan segera memberikan penjelasan kepada publik mengenai peristiwa tersebut. Publik pun menunggu kejelasan duduk perkara dari kasus penguntitan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Transformasi Delik dalam UU TIpikor
Stasiun Artikel

Dalam hukum pidana, delik dibagi menjadi delik formil dan materiil yang memiliki perbedaan pada mekanisme pembuktiannya. Transformasi delik pernah terjadi pada tindak pidana korupsi di Indonesia, di mana UU Tipikor awalnya merumuskan korupsi sebagai delik formil dengan konsep potential loss. Namun, Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016 mengubahnya menjadi delik materiil, sehingga kerugian negara harus dibuktikan secara nyata (actual loss). Transformasi ini bertujuan memberikan kepastian hukum dan mencegah kriminalisasi tanpa dasar yang jelas.

Aplikasi Konseptual Delik Materiil dalam Hukum Pidana
Stasiun Artikel

Delik materiil dalam hukum pidana adalah jenis tindak pidana yang dianggap selesai ketika akibat dari perbuatan tersebut terjadi. Berbeda dengan delik formil yang fokus pada terpenuhinya unsur perbuatan, delik materiil menitikberatkan pada hasil akhir, seperti terampasnya nyawa dalam kasus pembunuhan (Pasal 338 KUHP). Dalam pembuktiannya, delik materiil memerlukan adanya akibat nyata dari perbuatan, sedangkan delik formil cukup membuktikan unsur perbuatan tanpa memperhatikan akibatnya. Pemahaman dan pembedaan keduanya penting untuk menjaga kepastian hukum.