JAKARTA, LITERASIHUKUM.COM – Mahkamah Agung (MA) memperluas penerapan sistem berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) dalam penunjukan majelis hakim hingga ke pengadilan tingkat pertama. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi sekaligus menghindari kontroversi seperti dalam kasus vonis bebas Gregorius Ronald Tannur.
Juru Bicara MA, Yanto, menyampaikan bahwa saat ini MA telah menggunakan sistem bernama Smart Majelis untuk menentukan hakim agung yang akan menangani suatu perkara. Sistem ini menghilangkan intervensi manual dalam proses penunjukan majelis hakim. “Kalau di MA sekarang pakai sistem, pakai mesin Smart Majelis. Jadi, menunjuk itu pakai mesin, bukan Pak Ketua lagi,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Namun, sistem tersebut belum diterapkan di pengadilan tingkat pertama maupun tingkat banding. Sesuai Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, penunjukan majelis hakim di tingkat pengadilan negeri masih menjadi wewenang ketua pengadilan atau didelegasikan kepada wakil ketua.
Pemilihan Hakim Berdasarkan Profesionalitas dan Beban Perkara
Yanto menambahkan bahwa dengan Smart Majelis, penunjukan hakim akan mempertimbangkan kompetensi profesional, beban kerja, dan kompleksitas perkara yang ditangani. Ke depan, sistem ini akan diperluas ke seluruh pengadilan daerah. “Mungkin nanti berikutnya ke daerah-daerah,” kata Yanto.
Kasus Suap dan Pengaturan Majelis Hakim
Sistem Smart Majelis menjadi penting setelah Kejaksaan Agung menetapkan mantan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, Rudi Suparmono, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi terkait vonis bebas Ronald Tannur. Ia diduga terlibat dalam pengaturan susunan majelis hakim yang menangani perkara tersebut.
Rudi ditangkap pada 14 Januari 2024 dan saat ini ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, Rudi menerima suap dalam bentuk uang sejumlah 20.000 dan 43.000 dolar Singapura dari pihak terdakwa melalui hakim anggota.
Kasus ini juga melibatkan mantan pejabat MA, Zarof Ricar (ZR), yang menjadi penghubung antara pengacara terdakwa, Lisa Rahmat (LR), dan Rudi. Adapun LR kini berstatus terdakwa, sementara majelis hakim yang mengadili perkara, yakni Erintuah Damanik (ED), Heru Hanindyo (HH), dan Mangapul (M), sedang diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
Upaya Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas
Penerapan sistem berbasis AI diharapkan dapat mencegah praktik korupsi dan suap dalam pengaturan majelis hakim. Dengan Smart Majelis, proses penunjukan hakim menjadi lebih objektif, mengurangi potensi intervensi, serta memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi peradilan.