Literasi Hukum – Istilah doxing tengah ramai diperbincangkan, setelah video food vlogger melakukan “spill” terhadap sebuah restoran. Food vlogger ini membuat konten yang tujuan untuk mengulas makanan restoran, sering kali mencakup menu, rasa, ukuran makanan, lokasi dan harga makanan. Lalu bagaimana sih sebenarnya hukum doxing?
Sebelum membahas lebih jauh, kita perlu tau duduk perkara dalam kasus food vlogger dipidana tersebut. Dalam video tersebut, seleb berkomentar bahwa makanan dan menu restoran tersbut tidak sesuai ekspektasi. Setelahnya, seleb ini menyebar konten video review makanan di media sosial. Akibat dari tindakannya, pemilik restoran ini merasa dirugikan dengan menerima review atau rating rendah dari pelanggan dan penonton di internet. Apakah yang dimaksud dengan doxing? emang Cuma review makanan bisa ke pidana?
Oleh: Elisabeth Simanjuntak, S.H.
Definisi Doxing
Doxing adalah suatu tindakan mempublikasi data pribadi seseorang seperti alamat rumah, alamat email, foto sensitif yang bersifat pribadi dan data riwayat seseorang seseorang di internet dan tanpa didahului adanya persetujuan dari orang yang bersangkutan. Dimana tujuannya untuk mengintimidasi orang tersebut.
Klasifikasi Doxing
Doxing sendiri dibagi dalam tiga ketegori yakni:
- Denominasi; adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk memberi informasi secara anonim atau dengan nama samaran;
- Penargetan; adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk membuka informasi spesifik atau sensitif sehingga dapat dilacak lokasi atau keberadaan orang tersebut;
- Delegitimasi; adalah tindakan yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk merusak citra, reputasi dan kredibilitas seseorang.
Hukum Doxing
Tentunya tindakan demikian sangat berdampak terhadap orang secara pribadi dan profesional. Tindakan ini dapat merugikan orang tersebut baik secara materi dan imateril. Pasalnya konten video yang dipublikasi ke media sosial dikonsumsi oleh halayak ramai dan global, banyak komentar dan kritik dilontarkan oleh pengguna yang melihat konten ini. Orang yang menguplod konten dapat dituntut karena alasan hukum jika ada pihak yang merasa dirugikan. Ada beberapa pasal yang dapat menjerat yakni:
Korban dalam hal ini dapat melakukan gugatan atas kerugian yang dialaminya, sebagimana ketentuan dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 26 ayat (1) penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan dan bunyi pasal 26 ayat (2) setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan.
Baca Juga: Hukum Progresif: Pemikiran Satjipto Rahardjo untuk Keadilan Substantif
selain itu datur juga dalam pasal 67 ayat (1) dan (2)Undang-undang Nomor 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP). Pasal 67 ayat (1) “ Setiap orang yang dengan snegaja dan melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi sebebagimana dimaksud dalam pasal 65 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima milyar rupiah)”.
kemudian ketentuan pasal 67 ayat (2) “Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banya Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah)”.
Kedua Undang-undang ini secara jelas mengatur tentang hak privasi seseorang, jika disalahgunakan dan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak, maka dapat di kenakan pidana penjara dan pindana denda. pidana denda yang dikenakan pun tidak tanggung-tanggung. Hak privasi ini dapat berupa privasi informasi, privasi data, privasi komunikasi, privasi teritorial. Kemudahan dan perkembangan teknologi saat ini membuka kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk mengakses informasi dan data, sehingga adanya potensi tinggi untuk melanggar hak privasi setiap orang ketika kita mempublis ke dunia maya.
Kebebasan berekpresi melalui jejaring sosial harus dibarengi dengan pengetahuan dan kehati-hatian. Selain itu, pengetahuan dasar tentang hukum juga penting. Sebab ketika kita mulai memposting lewat media sosial, berarti kita telah memberikan ruang informasi yang menglobal untuk melihat konten tersebut. Konten-konten yang kita buat baiknya memuat dedikasi dan pengetahuan dan konten yang dimuat tanpa merugikan salah satu pihak.
*Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Literasi Hukum Indonesia.