Setiap lima tahun sekali, rakyat Indonesia disuguhkan dengan pesta demokrasi: pemilihan presiden. Momen ini bagaikan perlombaan akbar, di mana para kandidat beradu visi dan misi untuk menarik hati rakyat. Namun, di balik hingar bingar kampanye dan janji-janji manis, ada satu pertanyaan penting yang jarang terangkat: Presiden seperti apa yang kita inginkan?
Lebih spesifiknya, presiden seperti apa yang ingin kita dengar suaranya melalui sirine?
Bayangkan, di tengah hiruk pikuk kehidupan sehari-hari, tiba-tiba sirine meraung-raung, menandakan bahwa sang presiden ingin menyampaikan sesuatu. Apakah Anda ingin mendengar suara yang penuh amarah, memerintah rakyatnya dengan nada tinggi? Atau Anda lebih memilih suara yang tenang, teduh, dan penuh kebijaksanaan?
Presiden yang memerintah dengan sirine bagaikan raja yang menuntut kepatuhan mutlak. Suaranya menggema, menginstruksikan rakyatnya untuk minggir, menyingkir dari jalannya. Pendekatan ini mungkin efektif dalam jangka pendek, namun dapat menimbulkan ketakutan dan kebencian dalam jangka panjang.
Di sisi lain, presiden yang memimpin dengan suara bagaikan nahkoda yang mengarahkan kapalnya dengan tenang di tengah badai. Suaranya menginspirasi, mengajak rakyatnya untuk bersatu dan bekerja sama demi mencapai tujuan bersama. Pendekatan ini mungkin membutuhkan waktu lebih lama, namun akan menghasilkan rasa cinta dan respek yang tulus dari rakyatnya.
Lalu, presiden seperti apa yang Indonesia butuhkan?
Jawabannya tergantung pada visi dan misi bangsa ini. Jika kita ingin menjadi bangsa yang kuat dan tangguh, maka kita membutuhkan presiden yang berani dan tegas. Namun, jika kita ingin menjadi bangsa yang damai dan sejahtera, maka kita membutuhkan presiden yang bijaksana dan penuh kasih sayang.
Terlepas dari pilihan kita, satu hal yang pasti:
Suara presiden yang kita dengar melalui sirine adalah cerminan dari diri kita sendiri. Ia adalah simbol dari nilai-nilai yang kita anut dan cita-cita yang ingin kita capai.
Oleh karena itu, marilah kita memilih presiden dengan penuh pertimbangan. Jangan hanya terlena dengan janji-janji manis dan popularitas semu. Pilihlah pemimpin yang suaranya mampu menenangkan jiwa, bukan hanya menggetarkan telinga.
Pilihlah presiden yang ingin kita dengar suaranya, bukan hanya saat sirine meraung-raung, tetapi juga dalam setiap langkah perjalanan bangsa ini.