Recommendation
Rekomendasi Buku Hukum Pidana
Opini

Landasan Hukum Pemerintah Pengesahan Kilat Amandemen UU TNI di Tahun 2025

Sayid Adam
24
×

Landasan Hukum Pemerintah Pengesahan Kilat Amandemen UU TNI di Tahun 2025

Sebarkan artikel ini
Landasan Hukum Pemerintah Pengesahan Kilat Amandemen UU TNI di Tahun 2025

Literasi Hukum – Kontroversi pengesahan amandemen UU TNI pada akhir 2025 lalu sudah banyak sekali dibahas dari sudut pandang kekhawatiran publik akan kembalinya dwi fungsi TNI. Namun dalam tulisan ini akan membahas sudut pandang yang berbeda, yaitu dasar hukum pemerintah dan DPR dalam mengesahkan amandemen RUU TNI tahun 2025 di luar prolegnas dalam waktu cepat, yang menjadi objek uji formil di Mahkamah Konstitusi (MK).

Dampak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 165/PUU-XXII/2024

Pada tanggal 3 Januari 2025 lalu, Putusan MK Nomor 165/PUU-XXII/2024[1][2] menyatakan menolak gugatan uji materiil terhadap norma pada pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3). Detail pasal 23 ayat (2)[3], yaitu:

(2) Dalam keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas mencakup:

  1. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; dan
  2. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan Undang-Undang yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.”

Ringkasnya, MK menyatakan bahwa pemerintah dan DPR memiliki kewenangan untuk menerbitkan Rancangan Undang-Undang (RUU) di luar Prolegnas dan Daftar Kumulatif Terbuka dalam keadaan tertentu atau tidak biasa. Berdasarkan kata kunci ‘keadaan tertentu lainnya’ pada pasal 23 ayat (2) yang tidak bisa dipisahkan atau dibebankan semata pada konteks ‘urgensi nasional’ semata (hal 43).

Sementara, pokok gugatan (Posita) pada putusan MK Nomor 165/PUU-XXII/2024 serupa dengan gugatan uji formil amandemen UU TNI Perkara Nomor 48/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025 yang diajukan pada 21 Maret 2025[4]. Ringkasnya, posita gugatan MK UU TNI 2025 memperdebatkan ulang proses pengesahan suatu RUU adalah wajib harus melewati Prolegnas dan Daftar Kumulatif Terbuka, serta membebankannya harus berdasarkan urgensi nasional. Padahal putusan MK Nomor 165/PUU-XXII/2024 sudah berlaku menjadi yurisprudensi. Menjadikan, penulis beropini bahwa kemungkinan besar gugatan uji formil tersebut akan di tolak oleh MK.

Permasalahan Transparansi dan Meaningful Public Participation

 Walaupun demikian, terdapat permasalahan terkai transparansi dan meaningful public participation (pastisipasi publik yang signifikan) dalam pengesahan amandemen RUU TNI tahun 2025. Merujuk pada putusan MK No.91/PUU-91/PUU-XVIII/2020/2020 (Hal.393) Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 (hal. 393), MK mengartikan meaningful participation (partisipasi yang bermakna), sebagai berikut:

  • Hak masyarakat untuk didengarkan pendapatnya,
  • Hak masyarakat untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan
  • Hak masyarakat untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan[5].

Pasal 96 UU P3 pun kali ini yang diungkit, yang panjang lebar dipermasalahkan dalam gugatan UU TNI tersebut. Tepatnya dalam posita no.16 mempermasalahkan hak jawab atas masukan terhadap DPR dan pemerintah dari peserta Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang belum diberikan. Sedangkan dalam kurun waktu 3 hari RDPU sudah disahkannya amandemen UU TNI 2025. Menurut penulis, pada bagian ini sebenarnya bisa diperdebatkan, apakah bentuk hak jawab tersebut adalah suatu keharusan berupa RDPU susulan yang menyatakan sikap DPR atau pemerintah secara tegas, atau sikap politik hukum berupa pengesahan RUU itu sendiri sudah dianggap cukup. Walaupun pada sejarahnya hal ini tidak pernah diperdebatkan untuk harus dilaksanakan, khususnya pada hal telah jelas disepakati oleh pihak yang berkepentingan yaitu DPR dan pemerintah.

Selanjutnya kembali merujuk pada pertimbangan MK poin 13.2 pada putusan Nomor 165/PUU-XXII/2024 terkait pelaksanaan norma pasal 23 ayat (2) UU P3, yaitu:

“Proses pembahasan RUU tetap dilakukan dalam dua tingkatan sebagaimana lazimnya proses pembentukan undang-undang dan proses legislasinya harus tetap dengan membuka ruang atau melibatkan partisipasi publik

Pada bagian yang digaris bawahi cukup jelas, bahwa proses pembahasannya diharuskan melibatkan partisipasi publik, atau secara formil ada dan wajib dilaksanakan. Namun pada proses penetapannya tentu kembali kepada ranah kewenangan dari DPR untuk mengesahkan suatu RUU. Dugaan penulis dalam hal ini, bahwa permasalahan transparansi adalah ranah utama perdebatan dalam persidangan uji formil UU TNI di MK mendatang.

Sebab jika putusan MK dalam uji formil UU TNI terbilang cepat atau sekitar 30 hari, maka perubahan UU TNI 2025 sudah berlaku dan memiliki nomernklaturnya tersendiri, baru dapat dilakukan uji materiil jika uji formil gagal dilaksanakan. Namun, hasil putusan MK terhadap gugatan UU TNI apapun bentuknya selain menjadi kontrol praktik pengesahan RUU di DPR. Hal ini dapat terbilang sebagai ujian langsung dari praktik kewenangan kesepakatan DPR dan pemerintah dalam pengesahan RUU dalam ‘keadaan tertentu’ yaitu objeknya amandemen TNI dihadapkan pada Putusan MK Nomor 165/PUU-XXII/2024 yang hanya berselang 2 bulan.

Kesimpulan dan Penutup

Kemungkinan besar uji formil UU TNI akan diputuskan ditolak oleh MK, dimana hal tersebut didasarkan pada gugatan pasal 28 aya (2) UU P3 pada putusan MK Nomor 165/PUU-XXII/2024. Karena sebagian besar posita mempersoalkan kembali terhadap kewenangan DPR dan pemerintah untuk mensepakati pengesahan RUU tertentu harus melalui mekanisme membebankan pada urgensi nasional, selain dari prolegnas dan daftar kumulatif terbuka. Selanjutnya, penulis juga memperkirakan adanya argumen terkait pelaksanaan dari meaningful public participation dalam pertimbangan putusan MK. Namun, dari semua opini dan dugaan tersebut dari penulis, hasil putusan MK tentunya masih ditunggu oleh kita dari golongan publik.

Referensi

[1] Aturan Pembentukan Undang-Undang di Luar Prolegnas Sesuai dengan Konstitusi

https://testing.mkri.id/berita/aturan-pembentukan-undang-undang-di-luar-prolegnas-sesuai-dengan-konstitusi-22018

[2] Putusan Mahkamah Konstitusi  No. 165/PUU-XXII/2024

https://www.mkri.id/public/content/persidangan/putusan/putusan_mkri_11360_1735870639.pdf

[3] Undang-undang (UU) No. 10 Tahun 2004 Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

https://peraturan.bpk.go.id/Details/121716/uu-no-15-tahun-2019

[4] File Gugatan Uji Formil UU TNI Perkara Nomor 48/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025
https://www.mkri.id/public/filepermohonan/Permohonan_4263_8141_Permohonan%20Uji%20Formil%20TNI_Redacted.pdf

[5]Arti Meaningful Participation dalam Penyusunan Peraturan
https://www.hukumonline.com/klinik/a/arti-imeaningful-participation-i-dalam-penyusunan-peraturan-lt62ceb46fa62c0/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses