Literasi Hukum – Siapa yang tidak tau dengan filsafat stoikisme yang begitu viral? yang kalau lagi curhat ke teman tentang masalah hidup bilangnya, “coba deh, kamu terapin prinsip dari stoikisme.” Yap, stoikisme merupakan filsafat yang sudah diterapkan oleh banyak orang dan diyakini ampuh sebagai pembawa ketenangan dan penjaga kewarasan.
Di era modernisasi, ternyata ilmu dari filsuf stoa ini masih berguna untuk membantu manusia dalam merespons berbagai permasalahan yang menghampiri kehidupannya. Apalagi filsafat ini dipakai sebagai bahan utama dari buku best seller, Filosofi Teras, karya Henry Manampiring. Nah, salah satu bagian dari ajaran stoikisme, yakni prinsip dikotomi kendali. Yuk, kita bahas lebih lanjut!
Apa itu dikotomi kendali?
Dikotomi kendali salah satu bagian dari prinsip yang terdapat dalam filsafat stoikisme. Dikotomi kendali berarti sebuah seni bertahan hidup yang menyarankan kita hanya fokus pada hal yang bisa kita kendalikan dan mengabaikan hal di luar kendali kita. Mengabaikan di sini maksudnya, kamu tidak perlu memikirkan sesuatu yang tidak bisa kita hindari kehadirannya.
Hal ini pun diamini oleh Filsuf terkenal Epictetus, loh. Beliau mengutarakan bahwa “Tugas utama saya dalam hidup adalah mengenali dan memisahkan hal-hal eksternal yang tidak di bawah kendali saya, dan yang berkaitan dengan pilihan yang benar-benar dapat saya kendalikan.”
Menerapkan dikotomi kendali pada diri sendiri di era sekarang termasuk suatu keharusan, sebab dapat menghindari kita dari stress yang berlebihan akibat memikirkan sesuatu yang tidak bisa dikontrol. Sumber stres dapat datang dari mana saja, seperti aktivitas rutin, dunia perkuliahan, tekanan keluarga, konflik pertemanan, pasangan toxic, rekan kerja palsu, dan hal lainnya yang tidak dapat kita elakkan kehadirannya di sekitar kita.
Cara menerapkannya, gimana ya?
Mari kita contohnya pada suatu keadaan. Pernah tidak kamu kalah dalam suatu perlombaan? Nah, perlunya menerapkan dikotomi kendali atas situasi tersebut dapat mengurangi kesedihan dan kekecewaan terhadap diri sendiri. Sejatinya, “orang yang menang akan merayakan, kalah akan menjelaskan.” Simpelnya, kekalahan tak semudah itu diterima oleh sebagian orang. Acap kali, mereka akan menjelaskan alasan kekalahan dengan mulai mencari celah untuk menyalahkan orang lain, seperti wasit dan juri. Daripada menyibukkan diri dengan hal itu, ada baiknya memikirkan hal yang bisa kendalikan saja dengan berlatih lebih baik lagi di pertandingan berikutnya serta menerima hasil hari ini dengan lapang dada. Sebab, penilaian juri, hasil akhir, bahkan cuaca saat pertandingan, termasuk komponen yang tidak bisa kita kendalikan!
Dengan mempelajari dan mengamalkan prinsip dikotomi kendali ini, kamu bisa mendapatkan beberapa manfaat di antaranya:
Bersikap tenang di segala situasi
Jika kamu ingin kesal dan marah terhadap suatu kejadian, kamu akan ingat kalau ini hanyalah bagian dari dinamika hidup yang tidak bisa kamu atur. Nah, stoik mengajarkan kita harus tenang di segala situasi. Bersikap tenang bukan berarti kita mengalah, justru terlihat berwibawa karena dapat mengontrol emosi dengan baik. Menganggap bahwa hal yang terjadi adalah hukum alam yang tidak dapat kita kendalikan, seperti gagal dalam perlombaan walaupun sudah berusaha maksimal.
Menjaga Kewarasan Diri
Orang yang mempelajari stoikisme terkhusus dikotomi kendali akan lebih dapat mengelola stres dengan baik. Sebab, mereka tidak terlalu memikirkan hal yang sudah seharusnya terjadi, menang dan kalah merupakan dua hal yang sudah pasti terjadi dalam perlombaan, bukan?. Jadi, fokuskan saja dirimu terhadap hal yang bisa dikontrol dan menerima hal di luar kendali sebagaimana adanya. Itulah kekuatan dari dikotomi kendali.
“Kita tidak dapat mengendalikan apa dan bagaimana sesuatu terjadi. Yang kita bisa kendalikan adalah bagaimana kita bereaksi terhadap apa yang terjadi.” (Ryan Holiday, praktisi stoikisme sekaligus penulis buku The Daily Stoic).