Stasiun Artikel

Cryptocurrency Sebagai Media Pencucian Uang

Mhd. Fadly Siregar, S.H.
323
×

Cryptocurrency Sebagai Media Pencucian Uang

Sebarkan artikel ini
Cryptocurrency Sebagai Media Pencucian Uang

PENGERTIAN CRYPTOCURRENCY

Crypto adalah mata uang digital atau virtual menggunakan teknologi kriptografi untuk keamanan. Tidak seperti uang fisik, crypto tidak diatur oleh pemerintah atau Bank Sentral, melainkan beroperasi di jaringan yang terdesentralisasi yang disebut blockchain. Hal ini memungkinkan transaksi langsung antar pengguna tanpa perantara, layaknya Bank.

Crypto, sebagai sistem keuangan desentral, memiliki pengertian yaitu suatu sistem yang tidak diatur oleh satu otoritas Tunggal. Sebaliknya, transaksi dilakukan langsung antara pengguna melalui jaringan komputer yang tersebar (baca blockchain). Setiap pengguna memiliki kendali penuh atas asset mereka, dan aturan transaksi ditentukan oleh protokol yang dijalankan oleh jaringan, bukan oleh lembaga tertentu. Sehingga, tidak ada satu pihak yang bisa mengontrol atau mengubah aturan secara sepihak.

Sementara sistem keuangan konvensional (sentral) adalah sistem dimana otoritas tertentu seperti Bank dan Pemerintah memiliki kendali penuh atas transaksi dan aliran uang. Sebagai contoh adalah Bank, semua transaksi harus melalui bank sebagai perantara, dan Bank memiliki wewenang untuk mengatur kebijakan keuangan, seperti transfer uang. Pihak Bank dapat membekukan rekening, mengubah aturan, dan membatasi akses.

PENGERTIAN PENCUCIAN UANG

Pencucian uang (money laundering) adalah proses menyembunyikan asal-usul uang yang diperoleh dari aktivitas ilegal, sehingga tampak seperti diperoleh dari sumber yang legal. Tujuan utama melakukan pencucian uang adalah untuk mengaburkan atau membersihkan jejak uang ilegal, sehingga uang tersebut dapat digunakan dalam sistem keuangan tanpa menimbulkan kecurigaan, dan tanpa diketahui uang tersebut berasal dari sumber yang ilegal. Pencucian uang seringkali berkaitan dengan kejahatan seperti perdagangan narkoba, penipuan, atau korupsi.

Pencucian uang biasanya terdiri dari tiga tahapan utama sebagai berikut:

  1. Placement (penempatan), biasanya dilakukan dengan cara menyetorkan uang ke Bank untuk membeli aset berharga seperti mobil, properti, dan barang mewah lainnya, atau memecah uang tunai dengan beberapa bagian kecil untuk menghindari deteksi pihak berwajib.
  2. Layering (pelapisan), dilakukan dengan cara memutus hubungan uang dengan sumber asalnya, dengan cara melakukan transfer antar rekening, membeli atau menjual aset, dan menggunakan transaksi yang kompleks agar sulit dilacak. Tujuannya untuk mengaburkan jejak uang sehingga sulit dilacak.
  3. Integration (integrasi), pada tahap akhir setelah melalui proses layering, uang kembali masuk ke sistem keuangan formal dan terlihat seperti uang dari aktivitas yang legal dan sah. Pada tahap ini uang yang sudah “dibersihkan” tadi digunakan untuk membeli aset, properti, atau barang resmi, sehingga menyulitkan pihak berwenang.

SKEMA PENCUCIANG UANG YANG UMUM

  1. Smurfing (strukturisasi), yaitu aktivitas yang dilakukan dengan cara membagi uang dalam jumlah besar menjadi beberapa transaksi kecil agar tidak terdeteksi oleh pihak berwenang.
  2. Penggunaan Perusahaan fiktif, yaitu menggunakan perusahaan palsu atau perusahaan cangkang untuk mencuci uang melalui aliran dana yang tampak sah.
  3. Kasino, pelaku mencuci uang dengan cara melakukan aktivitas judi di kasino dengan membeli chip dengan uang tunai, bermain beberapa permainan, lalu kembali menukarkan chip tersebut dengan cek sehingga tampak seperti hasil kemenangan yang sah.

Cara-cara di atas adalah cara yang umum dan sudah banyak dilakukan para pelaku pencucian uang, beberapa skema pencucian uang di atas sudah dapat diantisipasi oleh penegak hukum, sehingga tidak relevan lagi dan menimbulkan resiko tinggi untuk terdeteksi oleh pihak berwenang. Seiring dengan majunya teknologi, sistem dan mekanisme keuangan pun ikut berkembang. Bagaikan pisau bermata dua, teknologi disatu sisi dapat mempermudah aktivitas manusia, sekaligus memperbanyak opsi baru bagi pelaku kejahatan.

Teknologi Crypto pada prinsipnya memang berangkat dari kritik atas sistem perbankan yang terlalu sentral, sehingga crypto muncul sebagai platform mata uang digital yang desentral sebagai jawaban atas kesenjangan di atas. Sistem crypto yang desentral dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan sebagai media transaksi, tempat pencucian uang, dan sebagai mata uang kegiatan Kriminal lainnya. Namun, kita tentu tidak bisa menyalahkan teknologi, kemajuan teknologi adalah keniscayaan yang tidak dapat kita bendung.

Pencucian uang melalui platform crypto telah menjadi perhatian besar pihak otoritas berwenang, karena sifatnya yang anonym dan sulit dilacak serta tidak adanya otoritas pusat yang mengawasi transaksi. Mekanisme pencucian uang ini melibatkan serangkaian teknik yang dirancang untuk mengaburkan asal-usul dana ilegal, membuatnya tampak sulit untuk dideteksi. 

KARAKTERISTIK CRYPTO YANG MEMUDAHKAN PENCUCIAN UANG

  1. Anonimitas, terdapat beberapa crypto yang memang dirancang untuk memberikan privasi penuh pada penggunanya, sehingga identitas pengguna tidak akan terungkap dalam transaksi.
  2. Desentral, crypto beroperasi di jaringan blockchain yang tidak ada otoritas pusat yang mengawasi transaksi.
  3. Transaksi internasional cepat, crypto memungkinkan transaksi lintas negara secara cepat dan murah tanpa ada batasan waktu dan wilayah.
  4. Kurangnya regulasi, belum adanya regulasi mapan terkait dengan crypto di berbagai negara sehingga pelaku kriminal memanfaatkan celah ini.

 

SKEMA PENCUCIANG UANG MELALUI CRYPTO

  1. Placement (penempatan)
  • Pembelian langsung crypto secara langsung, pelaku melakukan pembelian crypto dengan uang hasil kejahatan melalui platform exchange, yang memiliki prosedur identifikasi pengguna (KYC) yang longgar atau tidak ada sama sekali.
  • Peer-to-peer (P2P) Exchange, pengguna bisa langsung membeli crypto dari orang lain tanpa perantara atau tanpa KYC, sehingga sulit dilacak pihak otoritas.
  1. Layering (pelapisan)
  • Tumbling, membeli crypto dengan metode mencampur dari berbagai pengguna lain, kemudian pengguna akan menerima kembali jumlah yang setara, tetapi dari sumber yang berbeda, sehingga membuat pelacakan transaksi sangat sulit.
  • Cross chain Transfer, pelaku melakukan transfer antar crypto seperti dari bitcoin ke xrp untuk menyulitkan penelusuran transaksi.
  • Multiple wallet, pelaku dapat memiliki banyak dompet digital di berbagai platform dan menyimpan crypto tersebut secara tersebar di setiap wallet, sehingga menyulitkan pelacakan transaksi.
  • Decentralized Finance (DeFi), adalah sistem keuangan desentral yang beroperasi di atas blockchain yang tidak memiliki perantara. Transaksi menggunakan DeFi akan mengaburkan asal-usul dana pengguna.
  1. Integration (integrasi)
  • Menjual kembali crypto dengan uang tunai, setelah dana melalui proses layering, pelaku dapat menukar crypto yang dimilikinya dengan mata uang fiat di exchange.
  • Investasi dalam aset legal, dengan cara membeli aset legal dengan menggunakan crypto, kemudian dijual kembali sebagai sumber dana yang sah.
  • Menggunakan bisnis fiktif, pelaku dapat menciptakan bisnis fiktif yang menerima pembayaran melalui crypto, kemudian bisnis ini dapat mengklaim bahwa dana tersebut diperoleh dari kegiatan komersial yang sah.

SOLUSI PENCEGAHAN DAN PENEGAKAN HUKUM

Mengatasi pencucian uang melalui cryptocurrency memerlukan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil oleh penegak hukum dan regulator:

  1. Regulasi yang Jelas: Memperkenalkan dan menerapkan regulasi yang spesifik untuk cryptocurrency, termasuk definisi yang jelas tentang apa itu cryptocurrency dan bagaimana transaksi harus dilaporkan.
  2. KYC dan AML: Memastikan bahwa semua platform pertukaran cryptocurrency menerapkan kebijakan Know Your Customer (KYC) dan Anti-Money Laundering (AML). Ini termasuk verifikasi identitas pengguna dan pelaporan transaksi mencurigakan.
  3. Kerja Sama Internasional: Mengingat sifat global dari cryptocurrency, kerja sama antara negara sangat penting. Ini termasuk berbagi informasi dan praktik terbaik dalam penegakan hukum.
  4. Pelatihan dan Kapasitas: Memberikan pelatihan kepada penegak hukum dan regulator mengenai teknologi blockchain dan cara mendeteksi transaksi mencurigakan yang mungkin terkait dengan pencucian uang.
  5. Teknologi Pemantauan: Mengadopsi teknologi yang dapat membantu dalam pemantauan transaksi cryptocurrency. Penggunaan alat analisis data dapat membantu mendeteksi pola yang mencurigakan.
  6. Pendidikan Masyarakat: Meningkatkan kesadaran publik tentang risiko pencucian uang yang terkait dengan cryptocurrency dan bagaimana melaporkan aktivitas mencurigakan.
  7. Sanksi yang Tegas: Menerapkan sanksi yang tegas terhadap individu atau entitas yang terlibat dalam pencucian uang melalui cryptocurrency untuk memberikan efek jera.
  8. Penelitian dan Pengembangan Kebijakan: Terus melakukan penelitian untuk memahami perkembangan baru dalam teknologi cryptocurrency dan dampaknya terhadap pencucian uang, serta mengembangkan kebijakan yang responsif terhadap perubahan tersebut.

Pencucian uang melalui cryptocurrency terjadi dengan cara memanfaatkan kemajuan teknologi dengan menunggangi sifat crypto yang anonim, desentral, pelaku dapat menggunakan berbagai metode seperti yang telah dijelaskan di atas. Dengan pendekatan yang terintegrasi, penegak hukum dan regulator dapat lebih efektif dalam mencegah dan menanggulangi pencucian uang melalui cryptocurrency.

Penulis:

Mhd. Fadly Siregar, S.H.

Dr. Utary Maharany Barus, S.H., M.Hum.

Dr. Affila, S.H., M.Hum.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Cryptocurrency Sebagai Media Pencucian Uang
Opini

Artikel ini membahas pengertian cryptocurrency sebagai sistem keuangan digital yang terdesentralisasi, serta risiko pencucian uang yang memanfaatkan sifat anonim dan kurangnya regulasi dalam crypto. Diuraikan juga tahapan pencucian uang, metode yang digunakan, dan tantangan yang dihadapi otoritas dalam mengatasi praktik ilegal ini.