Pendahuluan
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum[1], yang berarti segala suatu aspek ada korelasinya dengan hukum termasuk pada penerapanya di lembaga pemerintahan.
Dalam menjalankan roda pemerintahan, Indonesia menganut sebuah sistem pembagian kekuasaan (distribution of power), yang mana setelah amandemen Undang-Undang Dasar 1945 menjadi sistem pemisahan kekuasaan (Seperation of power), dengan diperlakukanya sistem tersebut maka Indonesia memisahkan dan menggolongkan beberapa kekuasaan yang mana terinspirasi dari sebuah teori yang dikemukakan oleh Montesquieu seorang filsuf berdarah Prancis yaitu sistem Trias Politica.
Pada sistem trias Politica lembaga tertinggi negara tergolong tiga golongan kekuasaan yaitu, Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Tujuan dari penggunan sistem Trias Politica adalah sebagai pencegah (preventive) dari kekuasaan yang absolut, dengan pemisahan pada kekuasaan (separation of power) tersebut setiap lembaga tertinggi negara memiliki wewenang, dan batasan kekuasaannya masing-masing, sehingga kekuasaan tidak terpusat terhadap suatu lembaga saja, dalam perkembangan sistem pemisahan kekuasaan (separation of power), terbutklah sebuah mekanisme pengawasan antar lembaga negara yang bertujuan memberi wewenang setiap lembaga untuk saling mengawasi sesama lembaga untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan kekuasaan yang berlebihan, mekanisme yang dimaksud adalah mekanisme check and balance.
Salah satu amanat reformasi 1998 adalah penekanan pengawasan antar lembaga yang bertujuan untuk tidak adanya lembaga yang memiliki kekuatan kekuasaan yang sangat kuat (Over Power), dengan pengunaan sistem check and balance lembaga kekuasaan diharapkan dapat tidak memiliki kekuatan yang absolut dalam menjalankan pemerintahan, selain sebagai alat pembatas kekuasaan dan pengawasan, mekanisme check and balance juga bisa sebagai alat evaluasi lembaga negara dan sebagai penanda bahwa setiap lembaga tertinggi negara memiliki status yang sama dan tidak saling merendahkan, sehingga antar lembaga dapat menjalankan tugas mereka tanpa intervensi dari lembaga lain dan dapat menstabilkan pemerintahan Indonesia.
Meskipun dengan pengunaan mekanisme check and balance yang bertujuan agar menstabilkan pemerintahan Indonesia, fakta dilapangan mengatakan banyak terjadi ketegangan antara lembaga tertinggi negara, sehingga terjadi ketidakstabilan pemerintahan di Indonesia.
Dengan essai ini diharapkan dapat menjadi sebuah evaluasi terhadap ketegangan antar lembaga negara menyusul dari kurany maksimalnya penerapan check and balance yang seharusnya dapat dilakukan setiap lembaga negara untuk saling mengawasi, ketegangan yang terjadi merupakan akibat dari kepentingan politik, saling bersaingnya lembaga negara, maka dari itu perlunya pemahaman akan pentingnya sistem check and balance untuk meminimalisir kekuasaan absolut suatu lembaga negara.
Pembahasan
Konsep Penerapan Check And Balance Di Indonesia
Montesquieu dalam teori Trias Politica, memaparkan bahwa lembaga negara menjadi tiga bagian yaitu Eksekutif sebagai lembaga penyelenggara pemerintahan dan menjalankan Undang-Undang, ada lembaga Legislatif yang memiliki wewenang untuk membentuk Rancangan Undang-Undang (RUU) dan membuatnya sah menjadi Undang-Undang (UU), Selanjutnya ada lembaga Yudikatif yang berhak menjalakan kekuasaan kehakiman, dalam hal mengadili sebuah perkara dan sebagai penegak hukum.
Pembagian kekuasaan tersebut disebutkan oleh Montesquieu bertujuan agar tidak terjadi nya kekuasaan yang absolut dan menghindari dari kelebihan kekuasaan yang melapaui batasanya (Over Power) dan tentunya juga menghindari dari supremasi kekuasaan atas satu lembaga, hal ini diperkuat dengan pandangan Friedrich Julius Stahl[2]
“In einem Rechtsstaat muss die Macht des Staates durch die Gesetze begrenzt werden, und keine Einzelne Gewalt darf die Macht des Staates auf sich vereinigen.”
“(Dalam negara hukum, kekuasaan negara harus dibatasi oleh hukum, dan tidak ada satu kekuasaan pun yang boleh menyatukan seluruh kekuasaan negara dalam tangannya.)”
Jimly Asshidiqie mengatakan bahwa fungsi utama asas check and balance diperutukan untuk mengontrol kekuasaan secara menyeluruh sehingga penyalah gunaan kekuasaan dapat dihindarkan dan para pemeganga kekuasaan dapat bekerja sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) secara efektif.[3]
Dalam penerapan sistem pemisahan kekuasaan (Seperation Of Power) di Indonesia menggunakan prinsip Trias Politica buatan Montesquieu yang mana pada implementasinya mengalami penyususian.
Pada lembaga Eksekutif kekuasaanya dipegang oleh Presiden yang memiliki wewenang sebagai penyelenggara pemerintahan[4], dan terdapat hak-hak yang dimiliki Presiden, seperti hak menyatakan perang[5], dan hak mengangkat menteri[6].
Pada lembaga Legislatif diberi kekusaannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang berwenang dalam merancang dan mengesahkan Undang-Undang[7], menjalankan fungsi anggaran, pengawasan, serta memiliki hak berpendapat, hak interpeleasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat[8].
Untuk lembaga Yudikatif yang berkuasa atas kehakiman diberikan kepada Mahkamah Agung (MA) dan Mahkmah Konstitusi (MK), MA memiliki wewenang[9] untuk melakukan peradilan tingkat kasasi, melakukan uji banding dari Undang-Undang (UU) dengan Undang-Undang (UU) yang lebih tinggi serta kuat secara hukum, sedangkan MK memiliki wewenang[10] untuk menyelesaikan sengketa perselisihan pemilu, melakukan Yudicial Review Undang-Undang 9 (UU) ke Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
Dalam menjamin keterstabilan pemerintahan ditengah pembagian kekuasaan, maka diperlukan mekanisme check and balance untuk menjaga dari kekuasaan yang tidak terkontrol dengan baik sehingga kekuasaan yang absolut yang dimiliki suatu lembaga dapat dihindari, pada penerapan mekanisme check and balance lembaga-lembaga negara dapat berwenang saling mengawasi dan saling memberi evaluasi jika ada kekurangan dalam kekuasaanya sehingga kestabilan pemerintah dapat terjaga dan tidak ada lembaga yang terlalu berkuasa.
Evaluasi Dan Tantangan Penerapan Check And Balance Di Indonesia
Dalam implementasinya, mekanisme check and balance mengalami berbagai rintangan yang cukup kompleks, sehingga terjadi keteganggan antar lembaga negara, yang mana ketegangan ini terjadi karena kurang maksimal penerapan check and balance setiap lembaga.
- Kasus-kasus ketegangan antar lembaga negara akibat kurang berjalanya check and balance di Indonesia.
- Ketegangan Pada RUU Omnibus Law (Cipta Kerja).
Terjadi ketegangan antara Presiden Joko Widodo sebagai lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif yaitu DPR, yang mana Presiden menginginkan sebuah perubahan dan perbaikan di sektor ekonomi yang cepat sedangkan DPR memiliki pandangan yang berbeda dalam menyikapinya.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang menghentikan kebijakan Presiden.
Perseturuan juga terjadi antara Presiden dengan Mahkamah Konstitusi dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menghentikan kebijakan Presiden, contohnya pada tahun 2014 yang mana Mahkamah konstitusi membatalkan Undang-Undang Pilkada yang mana pada saat itu Presiden dan DPR mengiginkan bahwa Pilkada dapat melalui DPRD, menurut Keputusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Undang-Undang tersebut tidak sah dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 keputusan tersebut berasal dari kebijakan Yudicial Review yang mana seharusnya pemilihan harus secara langsung oleh rakyat.
Dalam pemaparan kasus ketegangan antar lembaga tersebut dapat diketahui bahwa dengan kurang terjalankannya mekanisme check and balance dapat menimbulkan polemik ditengah pemerintahan.
Perlu diketahui juga banyak evaluasi dalam penerapan prinsip check and balance dan faktor-faktor yang membuat kurang berjalannya check and balance seperti;
Kurang maksimalnya check and balance akibat kepentingan politik
Terjadi dinamika politik di Indonesia yang disebabkan kepentingan golongan, yang mana pihak eksekutif seluruhnya didominasi dan dipengaruhi oleh partai politik sehingga tidak dapat dipungkiri dapat terjadi interpensi terhadapat suatu kebijakan dengan tujuan kepentingan pribadi. DPR dalam menjalankanfungsi pengawasannya dinilai kurang dalam mengawasi lembaga eksekutif yang disebabkan kekuatan partai politik yang sedang berkuasa, sehingga terdapat celah antara lembaga eksekutif dan legislatif untuk melakukan kolusi untuk mempermulus kepentingan mereka, seperti pada Pemilu 2024 partai kemenangan jatuh kepada koalisi Indonesia Maju (KIM) yang berhasil membawa kadernya menjadi Presiden, dan disusul juga dengan peraihan kursi di DPR sebanyak 80% kursi, dengan begitu dapat diketahui terdapat celah kesempatan yang luas untuk melakukan segala suatu demi mengamankan kepentingan.
Lemahnya peran pengawasan oleh lembaga legislatif dan yudikatif
DPR memiliki fungsi pengawasan akan tetapi sering sekali di anggap lemah dalam menjalankan tugasnya begitu juga dengan Mahkamah Konstitusi yang kesulitan dalam menjaga indepedensinya akibat dari tekanan politik, serta dinimika yang ada, di Tengah berjalanya pemerintahan.
Indonesia adalah negara yang berpegang teguh dengan Undang-Undang 1945 sebagai hukum utamanya. Maka dari itu, evaluasi dan saran sangat penting untuk memperbaiki mekanisme sistem pemisahan kekuasaan (Separation Of Power) di negara ini saat mengatasi masalah penerapannya di pemerintahan.
Mekanisme Check and Balance adalah alat mekanisme penyeimbang antara lembaga kekuasaan negara, yang mana mekanisme tersbut menjadi alur kinerja dalam penyelengaraan negara sesuai yang dikatakan Robert Weissberg[11]
“A principle related to distribution of powers is the doctrine of checks and balances. Whereas distribution of powers devides governmental power among different officials, checks and balances gives each official some powers over the others”
Untuk meningkatkan kinerja mekanisme check and balance ada beberapa hal yang dapat dilakukan seperti, menguatkan indepedensi lembaga negara seperti DPR yang memiliki fungsi pengawasan, membatasi kekuasaan eksekutif yang penuh akan dinamika kepentingan partai politik, dan tentunya meningkatkan trasparansi dan akutanbilitas setiap negara.
Pada penerapan check and balance dapat terjadi dengan maksimal jika terwujudnya lembaga yang menjaga independensi dan meningkatkan pengawasan setiap lembaga, dan dengan mewujudkan hal tersebut dapat diharapak ketegangan antar lembaga dapat dihindari dan tidak adanya kekuasaan yang absolut.
Kesimpulan
Dapat diketahui bahwa dalam penerapan mekanisme check and balance menuai berbagai permasalahan di lapangan, mulai dari kurangnya pengawsan antar lembaga, hingga kuatnya dominasi partai politik dalam membuat sebuah kebijakan, hal ini dapat diselesaikan dengan cara mengevaluasi kembali kinerja mekanisme tersebut, serta memperkuat peran pengawasan antar lembaga tertinggi negara, dan diharapkanya dapat menjadi sebuah peningkatan dalam kestabilan dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, J. (2010). Konstitusi dan konstitusionalisme Indonesia. In Sinar Grafika eBooks. http://ci.nii.ac.jp/ncid/BA82357131
Friedrich, C. J. (1955). Die Philosophie des Rechts in Historischer Perspektive. In Springer eBooks. https://doi.org/10.1007/978-3-642-86332-5
Mahfud, M. (2000). Demokrasi dan konstitusi di Indonesia : Studi tentang interaksi politik dan kehidupan ketatanegaraan / Moh. Mahfud MD. Demokrasi Dan Konstitusi Di Indonesia, 2000(2000), 1– 99. http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/buku/detail/demokrasi- dan-konstitusi-di-indonesia-studi-tentang-interaksi-politik-dan-kehidupan- ketatanegaraan-moh-mahfud-md-10733.html
Ri, S. J. M. (2010). UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945. https://lib.lppm- unasman.ac.id/index.php?p=show_detail&id=1398
[1] Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
[2] Friedrich, C. J. (1955). Die Philosophie des Rechts in Historischer Perspektive. In Springer eBooks. https://doi.org/10.1007/978-3-642-86332-5
[3] Asshiddiqie, J. (2010). Konstitusi dan konstitusionalisme Indonesia. In Sinar Grafika eBooks. http://ci.nii.ac.jp/ncid/BA82357131
[4] Pasal 4 (1) UUD 1945.
[5] Pasal 11 (1) UUD 1945.
[6] Pasal 17 UUD 1945.
[7] Pasal 10A ayat (1) UUD 1945.
[8] Pasal 20A ayat (2) UUD 1945.
[9] Pasal 24A ayat (1) dan (2) UUD 1945
[10] Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945.
[11] Mahfud, M. (2000). Demokrasi dan konstitusi di Indonesia : Studi tentang interaksi politik dan kehidupan ketatanegaraan / Moh. Mahfud MD. Demokrasi Dan Konstitusi Di Indonesia, 2000(2000), 1–99. http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/buku/detail/demokrasi-dan-konstitusi-di-indonesia-studi-tentang-interaksi-politik-dan-kehidupan-ketatanegaraan-moh-mahfud-md-10733.html