Transparansi Pemilu Terancam: KPU Tutup Akses Dokumen Capres-Cawapres Hingga 5 Tahun

Ilustrasi Gambar oleh Redaksi

Jakarta, LiterasiHukum.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali menjadi sorotan publik setelah menerbitkan Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025, yang ditandatangani Ketua KPU Mochammad Afifuddin pada 21 Agustus 2025. Keputusan kontroversial ini menetapkan 16 jenis dokumen persyaratan pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) sebagai informasi publik yang dikecualikan atau bersifat tertutup selama lima tahun ke depan.

Kebijakan ini secara efektif menutup akses publik terhadap sejumlah dokumen krusial seperti fotokopi KTP, akta kelahiran, surat keterangan catatan kepolisian, laporan harta kekayaan (LHKPN), bukti kelulusan (ijazah), daftar riwayat hidup, profil singkat, rekam jejak calon, surat keterangan tidak pernah dipidana, hingga surat pengunduran diri dari instansi pemerintahan/BUMN/BUMD.

Penutupan akses ini memicu pertanyaan serius mengenai dasar hukum keputusan KPU dan dampaknya terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia.

Dasar Hukum dan Argumen KPU

KPU menjelaskan bahwa keputusan ini merujuk pada Pasal 27 ayat (1) PKPU Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik (yang telah diubah dengan PKPU Nomor 11 Tahun 2024), serta Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Dalam uji konsekuensi yang disertakan, KPU beralasan bahwa membuka dokumen-dokumen persyaratan capres-cawapres berpotensi mengungkap informasi pribadi yang dapat disalahgunakan. Oleh karena itu, KPU menganggap informasi ini bersifat rahasia, dapat menimbulkan konsekuensi negatif jika dibuka, dan lebih melindungi kepentingan yang lebih besar bila ditutup.

Meskipun demikian, KPU menyediakan dua mekanisme agar dokumen tersebut bisa dibuka:

  1. Adanya persetujuan tertulis dari pihak yang bersangkutan (capres-cawapres).
  2. Jika dokumen tersebut berkaitan langsung dengan jabatan publik yang sedang atau akan diduduki seseorang, dengan alasan hukum yang kuat.

Kemunduran Transparansi dan Prinsip Pemilu Jujur Adil

Sejumlah pihak menilai kebijakan ini sebagai kemunduran serius dalam upaya mewujudkan pemilu yang transparan dan akuntabel. Dokumen-dokumen yang dikecualikan tersebut selama ini merupakan instrumen penting bagi publik untuk melakukan pengawasan, menguji integritas, rekam jejak, dan keaslian data calon pemimpin negara.

Dengan tertutupnya akses ini hingga lima tahun, ruang partisipasi publik dalam mengawasi dan memverifikasi calon menjadi sangat terbatas. Padahal, Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa pemilu harus berlangsung secara “langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil” – yang secara implisit mensyaratkan adanya keterbukaan informasi yang memadai.

Keputusan KPU ini dikhawatirkan dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap proses pemilu, serta berpotensi membuka celah bagi munculnya keraguan terhadap kredibilitas calon yang berlaga.

Sumber Berita: Artikel ini merupakan hasil parafrase dan analisis dari berita yang dilansir oleh Tempo.co pada 16 September 2025.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

You might also like
Sampaikan Analisis Anda

Platform kami menyediakan ruang bagi pandangan yang mendalam dan analisis konstruktif. Kirimkan naskah Anda dan berikan dampak melalui tulisan yang mencerahkan.

Sampaikan Analisis Hukum Anda Tutup Kirim Naskah Opini