Recommendation
Rekomendasi Buku Hukum Pidana
Opini

Raja Ampat, Tambang Nikel, dan Krisis Etika Lingkungan: Ketika Negara Gagal Menjadi Penjaga Alam

Wahyu Hidayat
99
×

Raja Ampat, Tambang Nikel, dan Krisis Etika Lingkungan: Ketika Negara Gagal Menjadi Penjaga Alam

Sebarkan artikel ini
Raja Ampat, Tambang Nikel, dan Krisis Etika Lingkungan: Ketika Negara Gagal Menjadi Penjaga Alam

Raja Ampat, Tambang Nikel, dan Krisis Etika Lingkungan: Ketika Negara Gagal Menjadi Penjaga Alam

Literasi Hukum – Di tengah narasi besar pemerintah soal “transisi energi” dan “investasi hijau”, tersembunyi ironi pahit: Raja Ampat, salah satu wilayah paling kaya biodiversitas laut di dunia, sedang diambang kehancuran ekologis. Rencana eksploitasi tambang nikel di Pulau Kawe, wilayah konservasi yang masuk dalam kawasan Raja Ampat, membuktikan bahwa alam Indonesia tidak baik-baik saja dan lebih dari itu, sedang dijual murah oleh negara sendiri.

Pemerintah Abai, Etika Lingkungan Mati

Rencana tambang nikel ini tidak datang tanpa perlawanan. Para aktivis lingkungan, masyarakat adat, dan berbagai komunitas sipil telah turun ke jalan. Mereka menolak keras rencana tambang yang bukan hanya mengancam ekosistem laut tropis, tetapi juga memarginalkan masyarakat lokal yang hidup berdampingan dengan alam.

Namun respons negara, seperti biasa, ambigu dan membingungkan. Beberapa anggota DPR mengklaim “akan menindaklanjuti” tapi tidak ada jaminan konkret. Pemerintah pusat justru sibuk merayakan angka pertumbuhan ekonomi dan investasi, tanpa menyadari bahwa apa yang sedang dibangun adalah kemajuan semu di atas reruntuhan ekologi.

Etika lingkungan (environmental ethics) seharusnya menjadi fondasi dalam setiap kebijakan pembangunan, namun realitasnya justru sebaliknya. Negara tidak hanya mengabaikan nilai-nilai intrinsik alam, tetapi juga secara aktif membuka jalan bagi perusakan atas nama “kemajuan”. Dalam paradigma ekstraktif seperti ini, hutan, laut, dan tanah tidak lebih dari komoditas ekonomi bukan warisan hidup yang harus dijaga.

Kegagalan Sistemik: Dari Raja Ampat hingga Infrastruktur Ibu Kota Baru

Raja Ampat bukanlah kasus tunggal. Selama satu dekade terakhir, Indonesia mengalami ledakan pembangunan infrastruktur yang sering kali tidak disertai dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang sah, atau bahkan memanipulasinya.

Beberapa proyek strategis nasional (PSN) seperti:

  • Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur,
  • Kereta Cepat Jakarta-Bandung, hingga
  • Tambang dan Smelter Nikel di Sulawesi

semuanya memiliki sejarah kelam terkait minimnya transparansi dan partisipasi publik dalam penyusunan AMDAL.

Padahal, AMDAL adalah prasyarat hukum yang sangat fundamental dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 22 menyebut bahwa setiap rencana usaha atau kegiatan yang berdampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL. Namun, dalam praktiknya, AMDAL lebih sering diperlakukan sebagai dokumen formalitas, disusun tergesa-gesa, dan tidak melibatkan masyarakat terdampak secara utuh.

Inilah bentuk “greenwashing legal” seolah-olah ramah lingkungan karena memiliki dokumen, tapi sebenarnya penuh manipulasi dan rekayasa.

Negara Melanggar Konstitusi dan Mosi Etis terhadap Alam

Pelanggaran terhadap alam adalah juga pelanggaran terhadap konstitusi. Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.” Tambang nikel di Raja Ampat jelas mencederai prinsip ini.

UU 32/2009 juga dilanggar terang-terangan:

Pasal 69 ayat (1) secara tegas melarang tindakan yang mengakibatkan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.

Pasal 66 bahkan menyatakan bahwa “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”

Namun dalam kenyataannya, para pembela lingkungan sering justru dikriminalisasi. Ini bukan sekadar inkonsistensi hukum, tetapi pengkhianatan moral terhadap amanat reformasi dan prinsip-prinsip keadilan ekologis.

Gagal Sebagai Negara Penjaga Alam

Rencana tambang nikel di Raja Ampat harus dibaca sebagai gejala sistemik: Indonesia gagal sebagai negara penjaga alam. Negara yang seharusnya menjadi pelindung warisan ekologis justru berperan sebagai perantara korporasi dan modal asing yang ingin mengeruk sebanyak mungkin sumber daya.

Kegagalan ini bukan hanya soal teknis perizinan atau ketidaktegasan hukum, melainkan soal paradigma pembangunan yang eksploitatif, jangka pendek, dan anti-ekologis. Negara berjalan tanpa kompas etis, hanya terpaku pada grafik ekonomi dan indeks investasi, sembari membiarkan krisis iklim dan kehancuran lingkungan berjalan tak terbendung.

Dari Raja Ampat, Kita Belajar Tentang Perlawanan

Raja Ampat bukan hanya benteng terakhir biodiversitas laut dunia—ia juga simbol perlawanan terhadap kekuasaan yang mengabaikan alam. Gerakan masyarakat sipil yang menolak tambang harus terus diperluas, diperkuat, dan dijadikan momen untuk mengevaluasi ulang seluruh model pembangunan nasional.

Indonesia tidak kekurangan undang-undang. Yang kita kekurangan adalah keberanian moral untuk menegakkan hukum secara konsisten, dan keberpihakan pada masa depan ekologis yang adil. Kalau negara terus membiarkan kehancuran ini terjadi, maka pertanyaan yang harus kita ajukan bukan lagi: “bagaimana menyelamatkan alam?” tapi: “masih pantaskah kita menyebut diri sebagai negara berdaulat?”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Putusan MK Tentang Batas Usia Jabatan Notaris: Kepastian Hukum yang Masih Menggantung?
Stasiun Artikel

Baru-baru ini, Selasa, 17 Desember 2024 Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan penting yang menjadi perhatian luas, khususnya di kalangan praktisi Notaris dan/atau PPAT. Putusan ini berkaitan dengan batas usia maksimal jabatan notaris, yang sebelumnya diatur hingga 65 tahun dan dapat diperpanjang hingga 67 tahun, kini diperpanjang hingga 70 tahun dengan syarat pemeriksaan kesehatan tahunan.