Literasi Hukum – Artikel ini membahas regulasi yang mengatur perlindungan terhadap pengguna jasa transportasi, khususnya terkait perlindungan data pribadi & penyelesaian sengketa.
Penggunaan Jasa Transportasi Online
Saat ini telah banyak ditemukan suatu moda transportasi baru berbasis daring atau online akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan adanya transportasi online, masyarakat sedikit demi sedikit mulai meninggalkan transportasi konvensional dan beralih ke transportasi berbasis online. Selain media komunikasi dalam bentuk internet, masyarakat mempunyai gawai dipergunakan sebagai sarana memudahkan aktivitas masyarakat, misalnya memperoleh barang dan/atau jasa dalam waktu yang lebih singkat dan efisien.
Bisnis digital layanan jasa transportasi online untuk pergi keluar rumah dapat dilakukan hanya dengan mengaksesnya secara daring menggunakan platform aplikasi yang telah diwujudkan khusus dalam rangka menjalankan kegiatan tersebut. Proses memperoleh hal yang dibutuhkan dalam bentuk produk maupun jasa, dilakukan secara canggih untuk mengakses menu-menu aplikasi di telepon seluler atau gawai.
Masyarakat pengguna jasa transportasi online dapat disebut sebagai konsumen sebab dalam ketentuan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) menjelaskan bahwa: “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.” Perlindungan konsumen berfokus pada jaminan dan kepastian tentang terpenuhinya hak-hak konsumen. Konsumen daring tumbuh secara cepat seiring dengan kemudahan dalam melaksanakan kegiatan karena adanya teknologi digital atau internet.
Dari aspek pelaku usaha/penyedia jasa, keberadaan internet menjadikan proses pengembangan usaha menjadi lebih mudah, cepat dan murah. Layanan transportasi online merupakan tempat berhimpunnya penyedia jasa dan pengguna jasa transportasi dalam sebuah platform.
Problematika Penggunaan Jasa Transportasi Online
Konsep layanan jasa transportasi online mampu menciptakan suatu sistem pemasaran dan operasional yang lebih rendah dengan harga yang cenderung lebih murah, sehingga mampu berpotensi meningkatkan frekuensi penjualan. Namun demikian, terdapat beberapa persoalan mengenai penggunaan teknologi digital yang mengancam pengguna platform bisnis digital, seperti halnya penyalahgunaan data pribadi akibat terjadinya kebocoran data pribadi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Padahal, sejatinya data pribadi adalah data tertentu dan khusus dimiliki oleh seseorang yang harus disimpan, dirawat, dan dilindungi kerahasiaannya.
Selain itu, akibat semakin berkembangnya bisnis digital dalam transportasi daring, perlindungan hukum masih belum memiliki kekuatan yang memadai dalam rangka mengatur seluruh tindakan serta penjatuhan sanksi dalam konteks perlindungan hukum terhadap data pribadi konsumen.
Risiko yang dapat terjadi pada pengguna jasa transportasi online terwujud dalam berbagai jenis, misalnya penyalahgunaan data pribadi pengguna yang dibagikan melalui aplikasi online mengakibatkan penyedia jasa juga harus bertanggungjawab atas hal tersebut. Setiap proses transaksi jasa transportasi online mensyaratkan permintaan informasi tentang data pribadi calon pengguna untuk memudahkan akses penyaluran jasa yang bersangkutan. Apabila tidak ada kehati-hatian, pengguna jasa yang memberikan data pribadi itu dapat berdampak pada disalahgunakannya data tersebut dengan tujuan dan kepentingan individu yang menimbulkan risiko berupa kerugian-kerugian bagi pihak tertentu. Penyalahgunaan tersebut tentunya dapat merugikan pengguna jasa dan terganggu dari sisi privasi dirinya.
Urgensi Perlindungan Hak Konsumen dalam Teknologi Jasa Transportasi Online
Dari aspek keamanan dan kenyamanan, pengguna jasa transportasi online juga berhak untuk mendapat perlindungan, khususnya apabila terdapat perbuatan para pengemudi yang secara tidak wajar dalam menjalankan tugasnya seperti halnya pengemudi yang sakit, kelelahan, mengkonsumsi minuman keras, yang dapat mempengaruhi konsentrasi mengemudikan kendaraan serta berpotensi dalam hal terjadinya kecelakaan.
Oleh karena itu, sektor pelayanan jasa transportasi harus dapat bertanggung jawab melindungi pengguna jasa secara preventif. Pada kecelakaan transportasi darat seringkali menimbulkan kerugian dari penumpang baik secara moril maupun materiil yang memunculkan persoalan-persoalan hukum, terutama berkaitan dengan tanggung jawab hukum dari perusahaan penyedia jasa transportasi online.
Semakin meningkatnya pengguna yang memanfaatkan angkutan jasa transportasi online, maka perlu disertai dengan regulasi yang mengatur tentang keamanan dan keselamatan pengguna jasa transportasi online terutama dari sisi pemenuhan hak konsumen, ganti rugi, hingga perlindungan data pribadi. Adanya UU Perlindungan Konsumen, pelaku usaha dibidang jasa layanan transportasi di Indonesia dapat termotivasi lebih lanjut untuk meningkatkan daya saingnya dengan mengutamakan hak dan kepentingan konsumen.
Regulasi Perlindungan terhadap Pengguna Jasa Transportasi Online dalam UU Perlindungan Konsumen
Pengaturan perlindungan hukum terhadap pengguna jasa transportasi online selaku konsumen termaktub dalam Pasal 19 UU Perlindungan Konsumen dimana kewajiban pengusaha transportasi online dalam hal bertanggung jawab atas segala kerugian yang diterima oleh konsumen. Pasal 19 ayat (2) menegaskan terkait ganti rugi yang dapat mencakup: “pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Di sisi lain, konsumen berhak untuk memperoleh perlindungan dari pelaku usaha berupa tanggung jawab atas informasi, tanggung jawab hukum atas jasa yang diberikan serta tanggung jawab atas keamanan dan kenyamanan.
Perlindungan preventif atas terjadinya akibat hukum atau risiko yang timbul dari penggunaan jasa transportasi online dengan mengacu pada legal certainty untuk memberi perlindungan bagi konsumen dalam hal perlindungan bagi hak-hak konsumen, diatur secara khusus dalam UU Perlindungan Konsumen. Maka, konsumen mendapat jaminan agar pelaku usaha tidak sewenang-wenang dan merugikan hak-hak konsumen.
Dengan UU Perlindungan Konsumen beserta regulasi pendukung lainnya, dapat melindungi hak dan kedudukan konsumen secara berimbang, yakni dapat mengajukan gugatan atau tuntutan jika hak-haknya telah dirugikan maupun dilanggar oleh pelaku usaha. Aturan-aturan dalam UU Perlindungan Konsumen memiliki sanksi pidana, sehingga segala tindakan yang dimaksudkan dalam perlindungan konsumen tersebut, juga dapat dilakukan tindakan represif pada seluruh aspek perlindungan yang diberikan kepada konsumen.
Perlindungan terhadap Pengguna Jasa Transportasi dalam UU LLAJ dan Regulasi Teknisnya
Perlindungan hukum yang diberikan oleh pelaku usaha jasa transportasi online diatur dalam Pasal 10 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), dan regulasi teknis lainnya seperti PP Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan Dengan Kendaraan Umum, dan Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaran Angkutan Umum dengan Aplikasi Berbasis Teknologi Informasi.
Dalam Pasal 40 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2016 pada pokoknya menjelaskan terkait dengan kemudahan pemesanan pelayanan jasa angkutan orang tidak dalam trayek, Perusahaan Angkutan Umum dapat menggunakan aplikasi berbasis Teknologi Inforrnasi, dan untuk meningkatkan kemudahan pembayaran pelayanan jasa angkutan orang tidak dalam trayek dapat dilakukan pembayaran secara tunai atau menggunakan aplikasi berbasis Teknologi Informasi pada Perusahaan Angkutan Umum.
Perlindungan hukum bersifat represif dalam UU LLAJ dengan adanya the principle of absolute accountability (tanggung jawab mutlak) oleh penyedia jasa yang selalu bertanggung jawab tanpa melihat ada/tidaknya kesalahan maupun tanpa melihat siapa yang bersalah. Tanggung jawab mutlak mampu melindungi konsumen apabila konsumen terdampak kerugian akibat penggunaan jasa tersebut. Pelaku usaha harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh penumpang/pihak ketiga karena kelalaiannya dalam menjalankan jasa pelayanan.
Dalam Pasal 186 UU LLAJ ditegaskan bahwa perlindungan hukum terhadap penumpang, khususnya terhadap perusahaan angkutan umum wajib mengangkut orang/barang bilamana telah menyepakati perjanjian yang dilakukan para pihak, sehingga pengemudi wajib mengantarkan penumpang menuju suatu tujuan untuk memenuhi kesepakatan yang telah dijanjikan.
Pasal 192 UU LLAJ menyatakan mengenai kerugian yang dialami penumpang berakibat hilangnya nyawa ataupun luka yang dialami saat berkendara dalah tanggung jawab dari perusahaan transportasi online, kecuali jika timbul karena hal yang tidak dapat dicegah.
Perlindungan terhadap Pengguna Jasa Transportasi Online dalam UU ITE
Kaitannya dengan penyalahgunaan data pribadi pada pengguna jasa transportasi online, berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengamanatkan terhadap perlindungan masyarakat apabila di kemudian hari timbul sengketa atau perbuatan hukum dan apabila dilanggar oleh pelaku usaha memiliki sanksi tersendiri. Data pribadi yang diberikan oleh konsumen saat mendaftar pada aplikasi transportasi online yang kemudian tersimpan dalam sistem informasi transportasi seluler online adalah bentuk informasi elektronik yang umumnya digunakan pengemudi dalam melakukan pekerjaannya.
Penyelesaian Sengketa antara Pengguna dan Penyedia Layanan Transportasi Online
Pengguna layanan transportasi online dapat menyelesaikan sengketa yang menimpanya secara litigasi maupun non-litigasi berdasarkan ketentuan Pasal 64 Ayat (1) UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, dimana penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan Perlindungan Data Pribadi dilakukan melalui arbitrase, pengadilan, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut diatur dalam Pasal 36 Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2016 tentang Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik dengan adanya sanksi administratif kepada setiap orang yang menyalahgunakan data pribadi seseorang, meliputi: peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemrosesan data pribadi, penghapusan atau pemusnahan data pribadi, serta denda administratif.
Penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan melalui peradilan, atau di luar pengadilan, berdasarkan kesepakatan para pihak. Jika suatu sengketa konsumen timbul karena adanya pelanggaran pelaku usaha yang tidak beritikad baik menyelesaikan perselisihan dalam pemberian ganti rugi kepada konsumen sebagaimana dalam Pasal 23 UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa pelaku usaha yang menolak maupun tidak mau memberi tanggapan ataupun tidak memberi ganti kerugian terhadap tuntutan dari konsumen seperti terdapat dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) serta ayat (3) kemudian ayat (4), dapat dilakukan pengajuan gugatan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) maupun menggugatnya ke suatu badan peradilan yang ada di wilayah hukum dari konsumen. Maka, kedudukan BPSK perlu dikaji ulang terkait pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui sarana teknologi informasi dalam bentuk cyber administration dan cyber ADR.
Penyelesaian Sengketa Non Litigasi
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat dilakukan melalui BPSK sebagaimana diatur dalam Pasal 47 UU Perlindungan Konsumen bahwa: “penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen”.
Penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK tersebut, dilaksanakan melalui mekanisme mediasi, arbitrase atau konsiliasi. Apabila gugatan telah diajukan ke BPSK namun para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, maka BPSK harus memberikan putusan. Terhadap putusan BPSK tersebut dapat diajukan keberatan melalui Pengadilan Negeri.
Penyelesaian Sengketa Litigasi
Penyelesaian sengketa konsumen melalui peradilan hanya memungkinkan apabila para pihak belum menetapkan penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan atau upaya penyelesaian di luar pengadilan tersebut, dinyatakan tidak berhasil mencapai suatu kesepakatan atau perdamaian. Penuntutan pidana sebagai upaya terakhir dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya yang dinilai telah merugikan konsumen. Sanksi pidana diatur dalam Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:
- perampasan barang tertentu;
- pengumuman keputusan hakim;
- pembayaran ganti rugi;
- perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
- kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
- pencabutan izin usaha.
Mengenai tanggung jawab pelaku usaha terhadap kerugian yang diderita oleh konsumen dalam UU Perlindungan Konsumen menganut prinsip tanggung jawab praduga untuk selalu bertanggungjawab (presumption of liability), dengan sistem pembuktian terbalik.
Referensi
- Ahmad, M. Ramli. Cyber Law Dan HAKI Dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung: Refika Aditama, 2004.
- Devara, I Gusti Dama Galang, Anak Agung Sagung Laksmi Dewi, and Ni Made Puspasutari Ujianti. “Perlindungan Hukum Terhadap Data Pribadi Pengguna Jasa Transportasi Online.” Jurnal Preferensi Hukum 1, no. 1 (2020).
- Dewantara, Made Sintha Dewi Pradnyanareswari, and A. A. Istri Ari Atu Dewi. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Jasa Transportasi Ojek Online Dalam Hal Terjadinya Kecelakaan.” Jurnal Kertha Semaya 11, no. 4 (2023).
- Kusumawati, Erlita. “Analisis Yuridis Klausula Eksonerasi Yang Mengakibatkan Sengketa Konsumen (Studi Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 23/PUU-XX/2022 Dan Putusan Nomor 527/PDT.G/2019/PN.JKT.PST).” Otentik’s: Jurnal Hukum Kenotariatan 5, no. 2 (2023).
- Polii, Johanis L. S. S, and Joke Punuhsingon. “Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi Online Berbasis Aplikasi.” Jurnal Lex Privatum 10, no. 3 (2022).
- Santoso, Satriyo Budi, and Adi Suliantoro. “Perlindungan Konsumen Pengguna Ojek Online Grab Di Kabupaten Kendal.” Jurnal Transparansi Hukum 06, no. 02 (2023).
- Soewarno, Sitarini Satianti, and Dini Dewi Heniarti. “Perlindungan Hukum Terhadap Data Pribadi Pengguna Jasa Transportasi Online Di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi.” Bandung Conference Series: Law Studies 4, no. 1 (2024).
- Zulham. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Kencana, 2013.