MK Putuskan Uji Formil UU TNI Hari Ini: Menilik Kembali Pertarungan Konstitusional Partisipasi Publik

Ilustrasi Gambar oleh Redaksi

Jakarta, LiterasiHukum.comMahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan akan membacakan putusan atas lima perkara uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada hari ini, Rabu (17/9/2025). Putusan ini menjadi puncak dari serangkaian persidangan yang menguji keabsahan proses pembentukan UU TNI, dengan fokus utama pada minimnya partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

Perjalanan gugatan ini dimulai dengan 10 permohonan yang masuk ke MK. Namun, dalam perjalanannya, MK menyatakan lima di antaranya kandas karena para pemohon, yang sebagian besar merupakan mahasiswa, dinilai tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mempersoalkan UU tersebut. Kini, nasib UU TNI yang kontroversial berada di tangan sembilan hakim konstitusi.

Pada sidang 5 Juni 2025, MK menegaskan bahwa lima permohonan ditolak karena pemohon tidak dapat menguraikan kerugian konstitusional yang spesifik dan aktual akibat pembentukan UU TNI. Menurut MK, keberatan semata atas proses yang tertutup tidak cukup membuktikan adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara pembentukan UU dan kerugian pemohon.

Sementara itu, lima perkara yang lolos ke tahap pembuktian (Perkara No. 81, 75, 69, 56, dan 45/PUU-XXIII/2025) sama-sama mendalilkan bahwa proses legislasi UU TNI cacat formil karena mengabaikan prinsip partisipasi publik yang bermakna, sebagaimana diamanatkan oleh putusan MK sebelumnya. Para pemohon, yang terdiri dari koalisi masyarakat sipil seperti YLBHI dan Kontras, berargumen bahwa proses yang terkesan kilat dan tertutup telah melanggar hak konstitusional warga negara.

Momen Krusial: Hakim Konstitusi Cecar Pemerintah dan DPR

Salah satu momen paling menentukan dalam persidangan terjadi pada 23 Juni 2025, ketika para petinggi negara hadir langsung di ruang sidang MK. Kehadiran Ketua Komisi I DPR Utut Adianto, Menkumham Supratman Andi Agtas, hingga Menhan Sjafrie Sjamsoeddin disebut Ketua MK Suhartoyo sebagai hal yang “luar biasa”.

Dalam sidang tersebut, para hakim konstitusi mencecar pemerintah dan DPR dengan pertanyaan tajam:

  1. Pelebaran Substansi: Hakim Konstitusi Saldi Isra mempertanyakan mengapa revisi UU TNI melebar ke berbagai isu di luar mandat awal putusan MK sebelumnya yang hanya berkaitan dengan usia pensiun prajurit.
  2. Bukti Partisipasi Publik: Para hakim menuntut bukti konkret (risalah, foto, video, bahkan rekaman CCTV) yang dapat meyakinkan bahwa partisipasi publik yang bermakna benar-benar telah dilaksanakan, bukan sekadar formalitas.

Pemerintah dan DPR mengklaim telah membuka ruang partisipasi seluas-luasnya melalui RDPU dan kunjungan kerja. Namun, klaim ini dibantah oleh saksi dari Kontras, Andrie Yunus, yang menyatakan bahwa surat permintaan dokumen RUU tidak pernah direspons, memaksa mereka melakukan interupsi dalam sebuah rapat di Hotel Fairmont untuk mendapatkan perhatian.

Perlunya Rambu-Rambu Partisipasi Publik yang Jelas

Dalam sidang keterangan ahli, pakar dari PSHK, Fajri Nursyamsi, menyoroti persoalan sistemik. Ia berpendapat bahwa MK perlu memberikan rambu-rambu yang lebih jelas mengenai implementasi tiga hak publik dalam proses legislasi: hak untuk didengarkan, hak untuk dipertimbangkan, dan hak untuk mendapatkan penjelasan. Tanpa rambu-rambu yang mengikat dari MK, praktik legislasi yang “ugal-ugalan” akan terus berulang.

Fajri juga secara tajam mengkritik transparansi DPR. “Website DPR yang luar biasa canggih… tapi enggak ada isinya,” ujarnya, menyoroti tidak dipublikasikannya dokumen-dokumen legislasi krusial secara tepat waktu.

Putusan MK hari ini tidak hanya akan menentukan nasib UU TNI, tetapi juga akan menjadi yurisprudensi penting bagi masa depan demokrasi dan proses pembentukan hukum di Indonesia. Keputusan ini akan menguji apakah MK akan benar-benar menjadi pengawal konstitusi dengan mengoreksi proses legislasi yang cacat, atau justru melegitimasi praktik yang jauh dari partisipasi publik.

Sumber Berita: Artikel ini merupakan hasil parafrase dan analisis dari berita yang dilansir oleh Kompas.id pada 17 September 2025.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

You might also like
Sampaikan Analisis Anda

Platform kami menyediakan ruang bagi pandangan yang mendalam dan analisis konstruktif. Kirimkan naskah Anda dan berikan dampak melalui tulisan yang mencerahkan.

Sampaikan Analisis Hukum Anda Tutup Kirim Naskah Opini