Recommendation
Rekomendasi Buku Hukum Pidana
Ilmu HukumMateri HukumOpini

Menyongsong Era Baru Hukum Pidana: Dari Warisan Kolonial Menuju Sistem yang Lebih Humanis

Nazhif Ali Murtadho, S.H.
52
×

Menyongsong Era Baru Hukum Pidana: Dari Warisan Kolonial Menuju Sistem yang Lebih Humanis

Sebarkan artikel ini
Menyongsong Era Baru Hukum Pidana: Dari Warisan Kolonial Menuju Sistem yang Lebih Humanis
Menyongsong Era Baru Hukum Pidana: Dari Warisan Kolonial Menuju Sistem yang Lebih Humanis

Literasi Hukum – Hukum merupakan fondasi dalam kehidupan bernegara, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945. Di tengah dinamika sosial, budaya, dan teknologi yang terus berkembang, pembaruan hukum pidana menjadi suatu keharusan. Indonesia, yang selama ini menganut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kolonial sejak tahun 1918, kini tengah memasuki fase transformasi besar dengan tersahihnya KUHP baru melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023. Pergeseran ini bukan sekadar pembaruan teknis, melainkan merupakan upaya menyelaraskan hukum pidana nasional dengan nilai-nilai keadilan, HAM, dan pendekatan yang lebih humanis.

Relevansi Perubahan: Dari Sistem Punitif Menuju Pendekatan Restoratif

KUHP lama telah lama menjadi acuan dalam penegakan hukum pidana, namun belum mampu mengakomodasi perkembangan zaman. Berbagai ketentuan di dalamnya sering dianggap multitafsir dan kurang responsif terhadap bentuk kejahatan baru, misalnya kejahatan siber dan pelanggaran terhadap lingkungan. Selain itu, perlindungan bagi kelompok rentan—seperti perempuan, anak-anak, dan penyandang disabilitas—masih menjadi pertanyaan besar, mengingat sistem hukuman yang berorientasi pada penahanan tanpa memperhatikan rehabilitasi.

Menanggapi hal tersebut, KUHP baru mengusung pendekatan yang lebih progresif. Secara garis besar, terdapat tiga perubahan penting yang menjadi sorotan:

PERTAMA. Definisi Tindak Pidana yang Lebih Relevan dan Humanis. Revisi dalam KUHP baru menitikberatkan pada upaya menyesuaikan definisi tindak pidana dengan kebutuhan zaman. Pasal-pasal yang terkait dengan kesusilaan yang dianggap melanggar hak asasi manusia dihapus, sehingga kini norma hukum lebih berfokus pada perlindungan individual dan privasi. Selain itu, jenis-jenis tindak pidana baru, terutama yang berkaitan dengan teknologi dan kejahatan siber, telah diakomodasi untuk menjawab tantangan di era digital. Perubahan ini diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk lebih memahami batas-batas hukum yang baru dan menyesuaikan diri tanpa menimbulkan ketidakadilan.

KEDUA. Peningkatan Sanksi dan Fokus pada Rehabilitasi. Sanksi dalam KUHP baru dibuat lebih tegas untuk kejahatan yang merugikan masyarakat secara signifikan, seperti korupsi, terorisme, dan kejahatan siber. Penguatan sanksi ini merupakan bentuk usaha pemerintah untuk memberikan efek jera yang lebih kuat. Namun, pengetatan hukuman ini juga diimbangi dengan upaya peningkatan sistem rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi narapidana. Dengan demikian, pembaruan hukum bukan hanya sekadar “membalas” kejahatan, melainkan memberikan kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki diri dan kembali berkontribusi kepada masyarakat.

KETIGA. Kebebasan Bersyarat. KUHP baru kini memperkenalkan opsi kebebasan bersyarat, memungkinkan terpidana memperoleh pembebasan setelah menjalani separuh masa hukuman. Aturan ini merupakan pergeseran dari ketentuan lama yang mengharuskan pelaku menyelesaikan hukuman penuh tanpa remisi, serta membuka peluang rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang lebih optimal. Insentif bagi narapidana berperilaku baik membantu mengurangi kepadatan penjara dan risiko residivisme, sambil mendukung adaptasi sosial dan evaluasi perilaku secara mendalam dalam rangka perbaikan sistem peradilan. Melalui pendekatan ini, reformasi hukum diharapkan memprioritaskan pemulihan serta integrasi kembali ke masyarakat.

Sehingga reformasi dalam KUHP yang baru membawa dampak signifikan pada sistem hukum pidana Indonesia dengan meningkatkan perlindungan hak asasi manusia dan memastikan keadilan yang lebih menyeluruh bagi korban kejahatan. Langkah ini menetapkan sanksi tegas bagi pelaku kejahatan guna menciptakan efek jera yang efektif, sambil mengoptimalkan transparansi dan konsistensi penegakan hukum. Dengan struktur peradilan yang lebih terorganisir, reformasi ini juga diharapkan menekan ketidakpastian hukum, meminimalisir potensi penyalahgunaan, serta mendukung pemulihan yang lebih baik bagi masyarakat secara keseluruhan, secara signifikan untuk kemajuan hukum.

Kesiapan Implementasi KUHP Baru dan Tantangan di Lapangan

Transformasi sistem hukum pidana tidak hanya bergantung pada perubahan norma semata, namun juga pada kesiapan kelembagaan dan budaya hukum masyarakat. Meskipun substansi KUHP baru telah mengusung nilai-nilai progresif, tantangan terbesar terletak pada sosialisasi dan kesiapan aparat penegak hukum untuk menerapkan norma-norma baru ini secara konsisten. Beberapa tantangan yang perlu mendapat perhatian antara lain.

Pertama. Sosialisasi dan Pendidikan Hukum. Agar perubahan ini dapat diterima oleh masyarakat, perlu adanya upaya edukasi dan sosialisasi yang efektif. Masyarakat harus diberi pemahaman tentang batas-batas baru dalam hukum pidana, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman yang berujung pada pelanggaran yang tidak disengaja.

Kedua. Kesiapan Aparat Penegak Hukum. Reformasi hukum juga menuntut perubahan pola pikir aparat penegak hukum. Pelatihan dan peningkatan infrastruktur di lapangan menjadi kunci agar penerapan KUHP baru tidak terhambat oleh kebiasaan kerja yang masih kental dengan sistem lama.

Ketiga. Budaya Hukum di Masyarakat. Selama puluhan tahun, masyarakat telah terbiasa dengan sistem hukum yang kental dengan warisan kolonial. Perubahan paradigma ini memerlukan waktu dan dukungan berbagai pihak, termasuk dari dunia akademik, praktisi hukum, dan masyarakat sipil, agar budaya hukum yang lebih manusiawi dan responsif dapat benar-benar tumbuh dan berkembang.

Menguatkan Peran Masyarakat dan Lembaga Akademik

Transformasi KUHP dari sistem represif menuju sistem yang lebih humanis juga mengharuskan partisipasi aktif masyarakat dan lembaga akademik. Partisipasi ini penting agar implementasi kebijakan yang baru dapat dievaluasi secara kritis dan disempurnakan sesuai kondisi nyata di lapangan. Dialog antara pemerintah, aparat penegak hukum, akademisi, serta masyarakat luas menjadi langkah strategis untuk mewujudkan sistem peradilan yang transparan dan adil.

Dalam kerangka ini, penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa perubahan normatif saja tidak cukup. Evaluasi mendalam dan penguatan kelembagaan harus berjalan seiring dengan sosialisasi yang intensif agar setiap elemen masyarakat memahami dan merespon kebijakan baru ini secara konstruktif. Upaya bersama ini diharapkan dapat menjadikan hukum pidana sebagai instrumen untuk melindungi hak asasi manusia, sekaligus memastikan keadilan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat.

Penutup

KUHP baru yang akan efektif mulai tahun 2026 menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk bertransformasi dari sistem hukum pidana yang bersifat represif ke sistem yang lebih adaptif, adil, dan berlandaskan pada prinsip-prinsip hak asasi manusia. Perubahan mendasar yang diusung tidak hanya soal revisi normatif, tetapi juga mencakup perbaikan dalam prosedur persidangan, pemberian sanksi yang lebih tegas bagi kejahatan serius, dan pengakuan terhadap kebutuhan rehabilitasi narapidana.

Transformasi ini merupakan cerminan dari keinginan masyarakat untuk mewujudkan sistem hukum yang relevan dengan kondisi sosial dan teknologi masa kini. Meski tantangan di lapangan masih banyak, upaya sinergi antar semua pihak—pemerintah, aparat penegak hukum, lembaga pendidikan, dan masyarakat—merupakan kunci agar KUHP baru dapat dijalankan secara optimal. Dengan demikian, diharapkan Indonesia bisa melahirkan sistem peradilan pidana yang tidak hanya menekan kejahatan, tetapi juga memberikan ruang bagi pemulihan dan keadilan yang menyeluruh.

Kita, sebagai bagian dari masyarakat hukum, memiliki peran penting dalam memastikan bahwa reformasi ini menjadi jalan menuju masa depan yang lebih cerah bagi bangsa. Mari bersama-sama mendukung perubahan yang progresif ini, agar keadilan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia dapat terus ditegakkan di tanah air.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses