Jakarta, Literasihukum.com – Mantan Presiden Korea Selatan (Korsel), Yoon Suk Yeol, resmi ditangkap pada Rabu (15/1) setelah sempat menjadi buronan selama berminggu-minggu. Penangkapannya terkait dengan kasus pemberontakan yang bermula dari upaya kontroversialnya untuk memberlakukan darurat militer pada bulan lalu.
Yoon menjadi presiden pertama dalam sejarah Korsel yang ditangkap atas tuduhan serius ini. Berdasarkan laporan dari Agence France-Presse (AFP), jika terbukti bersalah, Yoon terancam hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Penangkapan Dramatis Setelah Kebuntuan Panjang
Mantan pemimpin tersebut telah bertahan di kompleks kediamannya selama berminggu-minggu, dilindungi oleh pengawal pribadi dari Dinas Keamanan Presiden (PSS) yang masih setia. Kompleks tersebut bahkan diubah menjadi “benteng” dengan barikade kawat berduri untuk mencegah aparat hukum masuk.
Upaya pertama penangkapan pada 3 Januari gagal setelah terjadi kebuntuan panjang antara pengawal Yoon dan aparat gabungan penyidik antikorupsi serta polisi. Dalam situasi tersebut, Yoon sempat menyatakan akan “berjuang sampai akhir.”
Namun, upaya penangkapan kedua berhasil dilakukan sebelum fajar pada Rabu (15/1). Ratusan petugas keamanan mengepung kediaman Yoon, dengan beberapa di antaranya memanjat tembok pembatas untuk masuk ke area utama. Setelah beberapa jam negosiasi, Yoon akhirnya menyerahkan diri.
Pernyataan Sebelum Ditangkap
Dalam pesan video yang direkam sebelumnya, Yoon menyampaikan bahwa ia memutuskan untuk bekerja sama dengan Kantor Investigasi Korupsi. “Saya memutuskan untuk menanggapi Kantor Investigasi Korupsi,” ucapnya. Meski ia tidak mengakui legalitas investigasi tersebut, Yoon menyatakan tindakannya bertujuan untuk “mencegah pertumpahan darah yang tidak diinginkan.”
Setelah penangkapannya, Yoon dibawa dalam konvoi menuju Kantor Investigasi Korupsi untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.