Jakarta, LiterasiHukum.com – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menyoroti sejumlah kejanggalan dalam gugatan perdata senilai Rp 200 miliar yang dilayangkan oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman terhadap Tempo. Gugatan yang dipicu oleh poster berita berjudul “Poles-poles Beras Busuk” ini dinilai mengabaikan mekanisme penyelesaian sengketa pers yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Direktur LBH Pers, Mustafa Layong, menyatakan bahwa gugatan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai Unjustified Lawsuit Against Press (ULAP), yaitu tindakan hukum yang bertujuan mengganggu atau membungkam kemerdekaan pers. “Ini tuduhan yang aneh dan mengada-ada,” ujar Mustafa dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 16 September 2025.
Menurutnya, gugatan ini cacat prosedur karena sengketa tersebut sebenarnya telah ditangani dan diselesaikan melalui Dewan Pers. Tempo telah melaksanakan seluruh dari lima rekomendasi yang diberikan oleh Dewan Pers, termasuk mengganti judul poster dan menyampaikan permintaan maaf, dalam tenggat waktu 2×24 jam setelah menerima dokumen resmi pada 18 Juni 2025.
Proses hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (perkara nomor 684/Pdt.G/2025/PN JKT SEL) berlanjut setelah lima kali upaya mediasi gagal. LBH Pers mencatat bahwa Menteri Amran tidak pernah sekalipun hadir dalam proses mediasi tersebut, sementara pihak Tempo selalu hadir dan bahkan menawarkan hak jawab berupa wawancara khusus, yang kemudian ditolak.
Mustafa menjelaskan, ULAP adalah bentuk gugatan yang tidak didahului atau tidak melalui mekanisme sengketa pers yang semestinya, seperti penggunaan hak jawab atau hak koreksi. “Melegitimasi pembungkaman melalui hukum adalah bentuk kemunduran terhadap demokrasi karena menghalangi praktik jurnalisme profesional dan kritis,” tegasnya.
Pihak Amran sendiri mempermasalahkan penggunaan kata “Busuk” yang dianggap mencederai kredibilitas kementerian. Namun, LBH Pers berargumen bahwa penggunaan kata tersebut sesuai dengan definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang berarti “rusak”, dan relevan dengan isi artikel yang memuat pengakuan Amran sendiri mengenai kerusakan beras Bulog.
Dalam sidang perdana yang digelar pada Senin, 15 September 2025, kuasa hukum Amran Sulaiman, Chandra Muliawan, merinci tuntutan kerugian yang diajukan. Kerugian materiel dituntut sebesar Rp 19.173.000 untuk biaya pengumpulan data, sementara kerugian imateriel dituntut sebesar Rp 200 miliar.
Kerugian imateriel ini diklaim akibat dampak pemberitaan terhadap penurunan kinerja Kementerian Pertanian, gangguan program, serta merosotnya kepercayaan publik.
Kasus ini menjadi preseden penting yang menguji efektivitas Dewan Pers sebagai lembaga penyelesaian sengketa jurnalistik dan menjadi tolok ukur bagaimana negara, melalui aparaturnya, menyikapi kritik dari pers yang berfungsi sebagai kontrol sosial.
Sumber Berita: Artikel ini merupakan hasil parafrase dan analisis dari berita yang dilansir oleh Tempo.co pada 16 September 2025.
Platform kami menyediakan ruang bagi pandangan yang mendalam dan analisis konstruktif. Kirimkan naskah Anda dan berikan dampak melalui tulisan yang mencerahkan.
Tutup
Kirim Naskah Opini