Opini

Dinamika Penyelenggaraan PON ( Pekan Olahraga Nasional) Aceh-Sumut 2024

Probo Pribadi S.M, S.H, M.H
59
×

Dinamika Penyelenggaraan PON ( Pekan Olahraga Nasional) Aceh-Sumut 2024

Sebarkan artikel ini
Dinamika Penyelenggaraan PON ( Pekan Olahraga Nasional) Aceh-Sumut 2024

Literasi Hukum – Artikel ini membahas penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut 2024, mencakup tantangan infrastruktur, logistik, dan isu sportivitas. Dengan dasar hukum yang kuat, acara ini menjadi momentum penting bagi olahraga Indonesia meskipun menghadapi kritik terkait fasilitas dan penyediaan konsumsi. Selain itu, artikel menyoroti potensi korupsi dalam pengadaan dan dampak positif PON terhadap pertumbuhan ekonomi. Evaluasi dari pengalaman ini akan menjadi pelajaran berharga untuk penyelenggaraan PON mendatang di NTT-NTB 2028.

Pendahuluan

Pekan Olahraga Nasional (PON) merupakan ajang olahraga terbesar di Indonesia yang diadakan setiap empat tahun sekali. Dalam event ini, atlet-atlet terbaik dari seluruh provinsi berkumpul dan berkompetisi di berbagai cabang olahraga, menjadikan PON sebagai momentum yang sangat dinantikan, mirip dengan Olimpiade, namun dalam lingkup nasional. PON pertama kali diselenggarakan pada tahun 1948 di Solo, di tengah situasi pasca kemerdekaan, saat semangat kebangsaan sangat tinggi. Sejak saat itu, PON telah menjadi lebih dari sekadar ajang kompetisi, melainkan juga simbol persatuan dan kebanggaan nasional. Setiap provinsi mengirimkan atlet terbaik mereka, dan momen ini menjadi kesempatan untuk menunjukkan bakat dan prestasi di kancah nasional.

Dasar Hukum Penyelenggaraan PON ( Pekan Olahraga Nasional) Aceh-Sumut 2024

Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI tahun 2024 di Aceh dan Sumatera Utara didukung oleh dasar hukum yang jelas dan kuat untuk memastikan pelaksanaannya berjalan dengan baik, tertib, dan sesuai aturan. Salah satu peraturan penting yang mendukung suksesnya acara ini adalah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2024. Keppres ini menetapkan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) yang bertugas mengawasi dan mengawal seluruh proses penyelenggaraan, mulai dari persiapan, pembangunan infrastruktur, hingga pelaksanaan pertandingan. Satgas ini berperan penting dalam memastikan bahwa seluruh kegiatan PON berjalan lancar dan sesuai dengan perencanaan, baik dari segi administrasi maupun anggaran.

Selain itu, landasan hukum utama lainnya adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, yang menjadi panduan bagi setiap penyelenggaraan kegiatan olahraga di Indonesia. UU ini menegaskan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah dalam mendukung event nasional seperti PON. Dalam undang-undang ini, pemerintah memiliki kewajiban untuk menyediakan sarana dan prasarana olahraga yang layak dan memadai, demi mendukung peningkatan prestasi atlet. Undang-undang ini juga menjadi landasan penting untuk mengelola sistem keolahragaan secara terpadu dan berkesinambungan.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2007 kemudian memberikan detail teknis tentang bagaimana PON dan kegiatan olahraga lainnya harus diselenggarakan, baik di tingkat daerah maupun nasional. PP ini mencakup hal-hal seperti pembentukan panitia penyelenggara, pengelolaan dana, serta penyediaan fasilitas dan infrastruktur yang diperlukan untuk menunjang jalannya pertandingan. Dalam peraturan ini juga ditekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah dan organisasi olahraga, agar semua persiapan bisa dilakukan secara profesional dan terkoordinasi dengan baik.

Di luar aspek teknis, PP Nomor 17 Tahun 2007 juga menekankan perlunya memperhatikan keselamatan dan kesehatan semua pihak yang terlibat, termasuk atlet, ofisial, dan penonton. Keselamatan menjadi prioritas utama, sehingga penyelenggara diwajibkan memastikan bahwa fasilitas yang digunakan memenuhi standar keamanan yang ketat. Dengan dasar hukum ini, diharapkan PON XXI di Aceh dan Sumatera Utara dapat berlangsung tidak hanya dengan sukses, tetapi juga aman dan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Fasilitas Yang tersedia dipertanyakan 

Penjabat (Pj) Gubernur Sumatra Utara, Agus Fatoni, menyampaikan permohonan maaf atas sejumlah kekurangan dalam pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut 2024. Salah satu yang dikeluhkan adalah akses jalan berlumpur menuju venue pertandingan voli. Fatoni mengakui adanya keterlambatan penjemputan kontingen dan kurangnya fasilitas penunjang, namun ia menegaskan bahwa panitia telah merespons cepat untuk memperbaiki situasi. Menurut Fatoni, jalan utama menuju venue voli sebenarnya sudah siap, tetapi sempat ditutup sementara karena kunjungan Presiden Joko Widodo.

Jalan yang menjadi sorotan, lanjutnya, adalah jalan belakang yang memang belum selesai karena anggaran baru turun pada Juli 2024. Meski begitu, pemerintah bersama KONI dan Panitia Besar PON berupaya menyelesaikan infrastruktur sesuai target. Di sisi lain, Wiko Lovino Siregar, Ketua Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia (PBVSI) Sumut, menjelaskan bahwa penundaan pertandingan voli sehari disebabkan oleh kendala teknis dalam persiapan perangkat pertandingan. 

Meskipun demikian, kritikan terhadap kondisi fasilitas di PON ini ramai bermunculan di media sosial. Banyak warganet menyebut PON kali ini sebagai “Pekan Olahraga Ngenes” karena buruknya fasilitas yang disediakan. Berbagai potret viral di media sosial memperlihatkan akses jalan yang berlumpur dan banjir di GOR Voli Indoor Sumut Sport Center serta insiden atap bocor di Arena Futsal saat pertandingan final antara Jawa Timur dan Kalimantan Timur. Kritik dari masyarakat semakin memperkuat pandangan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memperbaiki penyelenggaraan acara olahraga nasional ini.

Logistik Yang memprihatinkan

Masalah konsumsi di PON XXI 2024 ini menjadi perhatian banyak orang, terutama ketika para atlet yang seharusnya mendapatkan dukungan penuh untuk menjaga performa mereka justru harus berhadapan dengan menu makanan yang dianggap tidak layak. Dengan anggaran Rp50 ribu per atlet, mereka dihadapkan pada menu yang tidak memadai, baik dari segi porsi maupun kandungan gizi. Keluhan ini semakin menggugah ketika kita menyadari bahwa kebutuhan gizi seorang atlet berbeda-beda, tergantung pada cabang olahraga yang mereka geluti. Bayangkan seorang atlet yang telah mempersiapkan diri berbulan-bulan, berlatih keras dengan disiplin tinggi, tiba-tiba harus berjuang di lapangan dengan energi yang terkuras karena makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Mereka adalah manusia biasa yang, seperti kita, juga butuh asupan yang cukup untuk mencapai potensi terbaiknya. Ketidakadilan ini seakan meremehkan usaha keras mereka. 

Kritikan netizen yang beredar di media sosial bukan hanya sekadar luapan emosi, tetapi panggilan untuk lebih memperhatikan kondisi atlet kita. Mereka bukan sekadar peserta yang berlomba, mereka adalah wajah kebanggaan kita, yang sudah berkorban banyak demi prestasi bangsa. Sungguh ironis jika perjuangan mereka di lapangan harus dihadapkan pada tantangan yang seharusnya bisa diatasi, yakni soal makanan yang layak dan bergizi.

Sportivitas yg diragukan

Insiden kericuhan dalam berbagai pertandingan belakangan ini menunjukkan bahwa ketidakpuasan terhadap keputusan wasit masih menjadi isu serius di dunia olahraga. Salah satu contoh yang mencolok adalah laga perempat final sepak bola putra antara Aceh melawan Sulawesi Tengah, di mana seorang pemain yang tak puas dengan keputusan wasit sampai melakukan tindakan kekerasan. Wasit terkapar di lapangan setelah dipukul, yang tentu saja menambah panasnya suasana pertandingan. Kericuhan serupa juga terjadi dalam laga sepak bola putri di PON yang melibatkan Sumatera Utara, di mana kekalahan tim Sumut diwarnai oleh ketidakpuasan terhadap keputusan wasit.

Tak hanya di sepak bola, pada cabang tinju, pertandingan antara atlet Lampung dan Sumatera Utara pada 14 September yang lalu juga berakhir dengan protes keras dari tim Lampung. Mereka merasa wasit memihak tuan rumah dan tidak sportif dalam memberikan penilaian. Kejadian-kejadian ini memperlihatkan bagaimana emosi pemain dan tim bisa meledak ketika merasa diperlakukan tidak adil, dan ini menciptakan atmosfer yang jauh dari nilai-nilai sportivitas yang diharapkan dalam dunia olahraga.

Teriindikasi Korupsi 

Dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan konsumsi untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut menarik perhatian publik, terutama dari Transparansi Aceh (MaTA) yang diwakili oleh Alfian. Ia mengungkapkan bahwa anggaran sebesar Rp 42,3 miliar yang dialokasikan untuk konsumsi atlet dan official tidak sesuai dengan kualitas yang diterima. Menurutnya, masalah ini mencakup kualitas makanan dan keterlambatan distribusi, yang berdampak pada para atlet. Alfian menyoroti bahwa harga yang tercantum dalam kontrak, yakni Rp 50.900 per kotak nasi dan Rp 18.900 untuk snack, tidak sebanding dengan standar yang diharapkan. 

Meski telah ada evaluasi oleh Kemenpora, Pj Gubernur Aceh, dan PB PON, masalah ini tampaknya belum sepenuhnya teratasi. Ia mendesak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit guna mengungkap potensi kerugian negara. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga merespons serius isu ini, dengan Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM) yang sudah mencari informasi lebih lanjut. 

Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo, juga telah berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk menangani masalah ini, sesuai dengan Keputusan Presiden tentang tata kelola penyelenggaraan PON. Situasi ini menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran publik, agar potensi korupsi dapat diantisipasi dan disikapi secara tepat.

Dampak terhadap pertumbuhan Ekonomi 

Penyelenggaraan PON XXI Aceh-Sumut 2024 memang menghadapi sejumlah tantangan, tetapi hasil akhirnya sangat menggembirakan dan memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi kedua tuan rumah. Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat, Marciano Norman, menyatakan, “Kita patut bersyukur karena PON XXI berlangsung sukses, meskipun perjalanan menuju acara ini tidak selalu mulus.” Marciano mengakui bahwa ada berbagai kendala, seperti penyiapan venue dan pengadaan peralatan, namun semua tantangan itu dapat diatasi berkat kerja sama yang solid antar pihak terkait. PON XXI juga mencatat sejarah sebagai yang pertama diadakan di dua provinsi dengan total 65 cabang olahraga, melibatkan kontingen dari 38 provinsi, termasuk Ibu Kota Nusantara. 

Lebih dari itu, PON XXI menciptakan momen luar biasa dengan 113 rekor baru, terdiri dari 85 rekor PON dan 28 rekor nasional. Cabang olahraga seperti atletik, akuatik, angkat besi, dan menembak menunjukkan prestasi gemilang. Dengan capaian ini, PON XXI tidak hanya berarti dari segi penyelenggaraan, tetapi juga menjadi tonggak sejarah bagi olahraga Indonesia.

Evaluasi PON Aceh-Sumut Jadi Pelajaran PON NTT-NTB 2028

Kekurangan dalam pelaksanaan PON XXI Aceh-Sumatra Utara akan menjadi bahan evaluasi penting untuk penyelenggaraan PON di NTT-NTB pada 2028. Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo, menyatakan, “Banyak hal yang perlu dievaluasi dari PON Aceh-Sumut ini.” Dia juga telah mengadakan rapat dengan KONI Pusat dan KONI NTT dan NTB sebagai persiapan untuk acara mendatang. Dito menjelaskan bahwa menyelenggarakan PON dengan dua provinsi sebagai tuan rumah adalah tantangan tersendiri. Berbagai kendala, baik teknis maupun non-teknis, seperti koordinasi antar daerah, harus diperhatikan dalam persiapan ajang nasional ini. “Kita perlu memastikan bahwa pelajaran yang diambil dari pengalaman ini bermanfaat untuk pelaksanaan PON berikutnya,” ujarnya.

Selain itu, Dito menyoroti pentingnya pemanfaatan fasilitas olahraga yang telah dibangun di Aceh dan Sumatra Utara. Dia menegaskan bahwa fasilitas tersebut harus dirawat dan digunakan dengan baik agar dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat setempat. Deputi V Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Warsito, menyampaikan bahwa penyelenggaraan PON XXI di Aceh-Sumatra Utara 2024 memberikan catatan penting yang akan menjadi refleksi untuk PON selanjutnya di NTB-NTT pada 2028.

Warsito menekankan beberapa poin krusial, termasuk kesiapan tuan rumah dan pentingnya publikasi. Tuan rumah PON harus mempersiapkan segalanya dengan matang. Publikasi juga harus dilakukan setidaknya satu tahun sebelum acara. 

Secara umum, Warsito menilai pelaksanaan PON XXI berlangsung baik, meskipun masih ada beberapa kekurangan. Dia mencatat bahwa beberapa venue belum sepenuhnya sempurna, tetapi secara fungsional sudah siap digunakan. Mengenai Stadion Utama Sumatra Utara, yang menjadi lokasi penutupan PON pada 20 September yang lalu, Warsito menjelaskan bahwa stadion tersebut tidak digunakan untuk pertandingan, karena semua pertandingan sepak bola diadakan di Aceh. Setelah upacara penutupan, stadion itu akan kembali ditutup untuk melanjutkan pembangunan.

Warsito juga mengingatkan tuan rumah PON XXII di NTT dan NTB pentingnya perencanaan yang matang, agar penyelenggaraan mendatang dapat berjalan lebih baik dan lebih sukses.

Klasemen akhir PON XXI Aceh-Sumut 2024

Jawa Barat berhasil keluar sebagai juara umum PON XXI Aceh-Sumut 2024 dengan mengoleksi 195 emas, 163 perak, dan 180 perunggu. Emas terakhir yang mereka raih disumbangkan oleh Fitria Martiningsih di cabang angkat berat nomor +84kg putri. Ini menjadi kali ketiga bagi Jawa Barat meraih gelar juara umum, setelah sukses di edisi sebelumnya di kandang sendiri dan Papua. Sementara itu, DKI Jakarta harus puas sebagai runner-up, membawa pulang 184 emas, 150 perak, dan 145 perunggu, setelah gagal mempertahankan posisi puncak menjelang akhir pertandingan. 

Posisi ketiga ditempati oleh Jawa Timur dengan 146 emas, 136 perak, dan 144 perunggu. Tuan rumah, Sumatera Utara, menempati posisi keempat dengan 79 emas, 59 perak, dan 116 perunggu. Jawa Tengah, meski sempat lambat di awal, berhasil finis di posisi kelima dengan 71 emas, 74 perak, dan 115 perunggu. Tuan rumah Aceh harus puas di posisi keenam setelah sebelumnya berada di lima besar, dengan perolehan 65 emas, 48 perak, dan 79 perunggu.

Untuk posisi 7 hingga 10, ada Bali (36 emas, 38 perak, 61 perunggu), Kalimantan Timur (29 emas, 55 perak, 69 perunggu), DI Yogyakarta (29 emas, 36 perak, dan 52 perunggu), dan Lampung (22 emas, 16 perak, dan 30 perunggu). Tuan rumah PON mendatang, NTB, finis di posisi 14 dengan 16 emas, 17 perak, dan 20 perunggu, sementara NTT berada di posisi 19 dengan 7 emas, 13 perak, dan 16 perunggu.

Menariknya, empat provinsi baru yang debut di PON XXI juga menunjukkan performa yang baik. Papua Pegunungan finis di posisi ke-23 dengan 6 emas dan 3 perunggu, Papua Tengah di ke-27 dengan 4 emas, 5 perak, dan 7 perunggu, serta Papua Barat Daya di ke-32 dengan 2 emas dan 4 perunggu. Sementara itu, Papua Selatan, meskipun belum meraih emas, berhasil mengumpulkan 2 perak dan 2 perunggu, menempati posisi ke-35. Di posisi terakhir, Maluku Utara hanya membawa pulang 2 perunggu. 

Keberhasilan ini menggambarkan semangat dan kerja keras para atlet, serta menunjukkan potensi besar olahraga di seluruh Indonesia.

Kesimpulan 

Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut 2024 menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal infrastruktur, logistik, dan sportivitas. Meskipun banyak kritik dan keluhan dari publik, acara ini tetap menciptakan momen bersejarah bagi olahraga Indonesia dengan terciptanya 113 rekor baru. Dukungan dari dasar hukum yang kuat dan kolaborasi antara pemerintah dan organisasi olahraga menjadi landasan penting untuk perbaikan di masa depan.

Kekurangan yang terlihat, seperti kondisi fasilitas dan masalah konsumsi makanan, memberikan pelajaran berharga untuk penyelenggaraan PON mendatang di NTT-NTB 2028. Kesiapan tuan rumah, publikasi yang tepat, dan pengelolaan anggaran yang transparan akan menjadi kunci untuk memastikan kesuksesan acara tersebut. Dengan demikian, evaluasi dari PON XXI ini diharapkan dapat meningkatkan standar penyelenggaraan olahraga nasional dan memberikan dampak positif bagi perkembangan olahraga di Indonesia ke depan. Ini bukan hanya tentang kompetisi, tetapi juga tentang membangun semangat dan kebanggaan bangsa.

Referensi 

  • Abdiel, Bagas . “Klasemen Akhir Perolehan Medali PON XXI Aceh-Sumut 2024, Jawa Barat Sabet Juara Umum.” Okezone.com. 20 Sep. 2024. sports.okezone.com/ponxxi2024/medali. Diakses 23 Sep. 2024.
  • MR, Nebby . “Infografis: PON Aceh-Sumut Amburadul, Memang Pantas Diberi Nilai 8,5?.” Inilah.com. 22 Sep. 2024. www.inilah.com/pon-aceh-sumut-amburadul-memang-pantas-diberi-nilai-85. Diakses 23 Sep. 2024.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.