Literasi Hukum – Dalam sistem peradilan pidana, tidak semua perbuatan yang merugikan dapat serta-merta dijatuhi hukuman. Salah satu kunci pembeda yang paling fundamental adalah sebuah konsep krusial bernama mens rea atau niat jahat. Proses pembuktian mens rea merupakan inti dari penegakan hukum pidana, sebuah upaya untuk mengungkap “keadaan batin” seorang pelaku pada saat tindak pidana terjadi (tempus delicti).
Tanpa adanya pembuktian unsur subjektif ini, sebuah perbuatan—sekalipun mengakibatkan kerugian besar atau hilangnya nyawa—bisa jadi hanyalah peristiwa kecelakaan tanpa adanya pertanggungjawaban pidana. Tantangan terbesarnya adalah sifat mens rea yang abstrak dan tersembunyi. Tidak ada teknologi yang bisa memindai isi pikiran seseorang. Oleh karena itu, hukum menyediakan seperangkat instrumen melalui alat bukti yang sah untuk membangun jembatan logis dari fakta-fakta yang terlihat menuju niat yang tak terlihat.
Sebelum membahas cara membuktikannya, penting untuk memahami bahwa niat jahat memiliki beberapa tingkatan atau gradasi. Doktrin hukum, yang kini juga dipertegas dalam KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023), mengkategorikannya sebagai berikut:
Ini adalah bentuk kesalahan yang paling berat, di mana ada kehendak untuk melakukan perbuatan dan kesadaran penuh atas akibatnya.
Untuk membuktikan salah satu dari bentuk niat di atas, jaksa penuntut umum akan menggunakan alat-alat bukti yang sah menurut KUHAP untuk membangun sebuah argumentasi yang kokoh.
Perbuatan itu sendiri adalah titik awal. Modus operandi atau cara kejahatan dilakukan sering kali sudah cukup untuk menyiratkan niat di baliknya.
Ini adalah tulang punggung dari pembuktian mens rea. Petunjuk adalah kesimpulan yang ditarik dari kesesuaian antara satu fakta dengan fakta lainnya, yang secara bersama-sama membangun sebuah alur cerita yang tak terbantahkan.
Keterangan dari saksi, ahli, dan terdakwa dapat mengisi bagian-bagian penting dari narasi pembuktian.
Di era digital, jejak aktivitas daring adalah tambang emas untuk membuktikan niat.
Pada akhirnya, membuktikan mens rea adalah tentang menyajikan sebuah rekonstruksi logis di hadapan hakim. Ini bukan soal menemukan satu “bukti pamungkas,” melainkan membangun sebuah argumentasi yang solid dan berlapis dari berbagai alat bukti yang saling menguatkan. Jaksa harus mampu menunjukkan bahwa dari seluruh fakta yang terungkap, satu-satunya kesimpulan yang masuk akal adalah bahwa terdakwa memiliki sikap batin atau niat jahat yang dilarang oleh hukum. Memahami proses ini menunjukkan bahwa hukum pidana tidak hanya menghakimi perbuatan, tetapi juga mempertimbangkan kesalahan batin yang melandasinya, sebuah pilar fundamental dari rasa keadilan.
Founder Literasi Hukum Indonesia | Orang desa yang ingin berkarya.
Platform kami menyediakan ruang bagi pandangan yang mendalam dan analisis konstruktif. Kirimkan naskah Anda dan berikan dampak melalui tulisan yang mencerahkan.
Tutup
Kirim Naskah Opini