Recommendation
Rekomendasi Buku Hukum Pidana
Stasiun Artikel

Anak Hukum Harus Tahu! Yuk Mengenal 8 Adagium Dalam Hukum

Avatar
75
×

Anak Hukum Harus Tahu! Yuk Mengenal 8 Adagium Dalam Hukum

Sebarkan artikel ini
Anak Hukum Harus Tahu! Yuk Mengenal Adagium Dalam Hukum
Ilustrasi Gambar oleh Redaksi

Literasi Hukum – Dalam dunia hukum yang sarat dengan pasal-pasal dan peraturan yang kompleks, terdapat untaian kebijaksanaan kuno yang tetap relevan hingga kini. Untaian tersebut dikenal sebagai adagium hukum. Bagi para praktisi dan akademisi hukum, adagium bukan sekadar hiasan kalimat, melainkan esensi atau jiwa dari sebuah aturan hukum.

Apa Sebenarnya Adagium Hukum?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adagium didefinisikan secara sederhana sebagai peribahasa atau pepatah. Istilah ini diserap dari bahasa Belanda, yang juga memaknainya sebagai pepatah. Dalam konteks hukum, seperti yang dikutip dari buku Kumpulan Asas Hukum (2022) oleh Amir Ilyas dan Muh Nursal NS, adagium adalah pepatah hukum yang berfungsi sebagai landasan filosofis dan prinsip utama dalam interpretasi hukum.

Adagium sering kali dirumuskan dalam bahasa Latin, warisan dari tradisi hukum Romawi yang menjadi fondasi banyak sistem hukum modern, termasuk di Eropa Kontinental yang mempengaruhi sistem hukum Indonesia. Pepatah-pepatah ini mampu merangkum prinsip hukum yang kompleks ke dalam satu kalimat pendek yang padat makna.

Fungsi dan Pentingnya Adagium dalam Ilmu Hukum

Meskipun tidak memiliki kekuatan hukum formal layaknya pasal dalam undang-undang, adagium memegang peranan krusial:

  1. Sebagai Landasan Filosofis: Adagium menjelaskan ratio legis atau alasan di balik pembentukan suatu norma hukum. Ia membantu kita memahami mengapa sebuah aturan dibuat.
  2. Sebagai Pedoman Penafsiran: Ketika seorang hakim atau ahli hukum dihadapkan pada teks undang-undang yang ambigu (kabur), adagium dapat menjadi pemandu untuk menemukan interpretasi yang paling sesuai dengan rasa keadilan dan tujuan hukum.
  3. Sebagai Alat Argumentasi: Dalam persidangan, pleidoi (pembelaan), atau tulisan ilmiah, mengutip adagium yang relevan dapat memperkuat bobot argumentasi hukum yang dibangun.

Kumpulan Adagium Hukum Populer Beserta Penjelasannya

Berikut adalah beberapa contoh adagium hukum yang paling sering dikutip, termasuk yang Anda sebutkan, dengan penjelasan yang lebih komprehensif.

1. Ubi Societas Ibi Ius

Artinya: “Di mana ada masyarakat, di situ ada hukum.”

Ini adalah adagium fundamental yang menjelaskan hakikat hukum itu sendiri. Adagium ini menegaskan bahwa hukum bukanlah entitas yang terpisah dari masyarakat, melainkan produk sosial yang lahir secara inheren dari adanya interaksi antarmanusia. Kehidupan bersama meniscayakan adanya aturan untuk menjaga ketertiban, menyelesaikan konflik, dan melindungi hak serta kewajiban setiap anggotanya. Tanpa hukum, sebuah masyarakat akan terjerumus ke dalam kekacauan (chaos).

2. Fiat Justitia Ruat Caelum

Artinya: “Keadilan harus ditegakkan, sekalipun langit akan runtuh.”

Adagium ini menyuarakan prinsip keteguhan dalam penegakan hukum tanpa kompromi. Maknanya adalah bahwa keadilan merupakan nilai tertinggi yang harus diwujudkan, bahkan jika proses penegakannya akan menimbulkan konsekuensi yang berat atau mengorbankan hal-hal lain. Dalam praktiknya, adagium ini menjadi pengingat bagi penegak hukum untuk tidak goyah oleh tekanan politik, ekonomi, atau sosial dalam memutuskan suatu perkara.

3. Dormiunt Aliquando Leges, Nunquam Moriuntur

Artinya: “Hukum terkadang tertidur, tetapi tidak pernah mati.”

Pepatah ini mengandung makna mendalam tentang eksistensi hukum. Mungkin ada suatu masa di mana sebuah aturan hukum tidak ditegakkan secara efektif—entah karena kurangnya kemauan politik, kelemahan aparat, atau karena situasi sosial yang belum memungkinkan. Namun, “tidurnya” hukum itu hanya bersifat sementara. Prinsip dan norma yang terkandung di dalamnya tidak akan pernah lenyap. Sewaktu-waktu, ketika kondisi memungkinkan, hukum itu dapat “dibangunkan” kembali untuk ditegakkan. Ini menjamin adanya kepastian hukum jangka panjang.

4. Facta Sunt Potentiora Verbis

Artinya: “Perbuatan (atau fakta) lebih kuat daripada kata-kata.”

Dalam konteks hukum, terutama hukum pembuktian, adagium ini sangat relevan. Fakta-fakta materiil, bukti fisik, atau rangkaian perbuatan yang terungkap di persidangan memiliki bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan pernyataan lisan atau dalih semata. Misalnya, rekaman CCTV yang menunjukkan seseorang melakukan pencurian akan jauh lebih kuat daripada penyangkalan lisan dari pelaku.

5. Cujus Est Dominium, Ejus Est Periculum

Artinya: “Risiko atas suatu kepemilikan ditanggung oleh pemiliknya.”

Ini adalah prinsip dasar dalam hukum perdata, khususnya hukum kebendaan dan perikatan. Siapa pun yang memiliki hak milik (dominium) atas suatu benda, maka ia juga yang harus menanggung segala risiko yang melekat pada benda tersebut, seperti kerusakan, kehilangan, atau kemerosotan nilai, kecuali jika risiko tersebut telah dialihkan kepada pihak lain melalui perjanjian (misalnya, asuransi).

6. Accipere Quid Ut Justitiam Focias Non Est Tantum Accipere Quam Extorquere

Artinya: “Menerima sesuatu sebagai imbalan untuk menegakkan keadilan bukanlah sekadar menerima, melainkan suatu bentuk pemerasan.”

Adagium ini merupakan kritik keras terhadap korupsi yudisial. Menegakkan keadilan adalah kewajiban mutlak seorang penegak hukum (hakim, jaksa). Menerima imbalan atau hadiah untuk melakukan kewajiban tersebut sama saja dengan tindakan pemerasan. Hal ini menggarisbawahi pentingnya integritas dan kemurnian dalam proses peradilan.

7. Pacta Sunt Servanda

Artinya: “Setiap perjanjian harus ditaati.”

Ini adalah jantung dari hukum kontrak atau hukum perikatan. Asas ini menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata). Adagium ini menjamin kepastian hukum dalam dunia bisnis dan transaksi, di mana para pihak dapat mengandalkan komitmen yang telah mereka sepakati.

8. Presumption of Innocence (Asas Praduga Tak Bersalah)

Artinya: “Setiap orang dianggap tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan ia bersalah dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Meskipun sering dikenal dalam bahasa Inggris, prinsip ini berakar dari adagium Latin: “Ei incumbit probatio qui dicit, non qui negat” (Beban pembuktian ada pada orang yang menuduh, bukan pada yang menyangkal). Ini adalah pilar utama dalam hukum pidana modern yang melindungi hak asasi seorang terdakwa. Jaksa Penuntut Umumlah yang wajib membuktikan kesalahan terdakwa, bukan sebaliknya.

Kesimpulan

Adagium hukum lebih dari sekadar kumpulan pepatah kuno. Ia adalah kristalisasi dari nilai-nilai, prinsip, dan kearifan hukum yang telah teruji oleh zaman. Bagi Anda sebagai mahasiswa magister ilmu hukum, memahami adagium tidak hanya memperkaya wawasan, tetapi juga mempertajam analisis hukum, memberikan dasar filosofis yang kokoh, dan membantu menafsirkan hukum dengan lebih bijaksana. Pepatah-pepatah ini adalah kompas moral dan intelektual yang menuntun kita dalam perjalanan mencari dan menegakkan keadilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses